Tulisan berseri ini diambil dari Novel “SAFARI” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, lihat linknya dibawah tulisan ini. Atau pesan langsung bukunya pada redaksi zonasatunews.com dengan nomor kontak WA: 081216664689
Novel “SAFARI” ini merupakan fiksi murni yang diangkat dari kisah nyata yang dialami sejumlah mahasiswa yang kuliah di luar negri dikombinasi dengan pengalaman pribadi penulisnya. Seorang mahasiswa yang memiliki semangat tinggi untuk menuntut ilmu di negara maju, ditopang oleh idealisme berusaha memahami rahasia kemajuan negara lain yang diharapkan akan berguna bagi bangsa dan negaranya saat kembali ke tanah air.
Karya: Muhammad Najib
Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

Cover Novel “SAFARI” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store. Ikuti linknya dibawah.
SERI-30
Disertasi yang Aku susun sudah hampir rampung, sementara jadwal sidang masih sebulan lagi. Sekiranya Aku bisa tuntaskan pekerjaanku dalam waktu seminggu, maka Aku bisa gunakan waktuku untuk sesuatu yang bermanfaat lainnya. Saat usai melakukan shalat Isya Aku berdoa, memohon pada Allah, semoga dalam sidang doktoral nanti Aku berhasil dengan baik. Persiapan materi rasanya sudah cukup, tapi kesiapan mental rasanya kok ada yang kurang. Aku terus berdoa semoga Allah memberikan kekuatan spiritual padaku.
Kenapa Aku tidak memohon dari tempat yang semua doa dikabulkan? Pikiran ini muncul saat Aku usai melaksanakan shalat malam. Waktu ada, tabungan berangkat ke Tanah Suci dari Eropa cukup murah dibanding harga tiket untuk tujuan yang sama dari tanah air. Aku bulatkan tekad untuk melaksanakan ibadah Umroh. Keesokan harinya, Aku cek harga tiket secara online. Ternyata selain menjual tiket, sejumlah travel juga bisa menguruskan hotel dan visa untuk Umroh. Aku memilih pesawat Saudia, karena inilah pesawat yang paling murah dan paling banyak memiliki rute ke Jeddah, Riyadh dan Madinah. Aku memilih rute Frankfurt-Madinah dan Jeddah-Frankurt. Bandara kota Madinah sangat sederhana, juga tidak terlalu besar. Rasanya tidak lebih besar dari Bandara Berlin. Walaupun letaknya di ibukota, Bandara Berlin sangat kecil dibanding Bandara Frankfurt yang sangat luas dan ramai. Hanya saja Bandara Berlin jauh lebih modern dan lebih teratur.
Aku tiba di Madinah pada malam hari. Aku langsung menuju hotel Al Haram. Sebelum Subuh Aku sudah bangun, mandi, mengambil wudhu lalu menuju Masjid Nabawi. Letak hotel hanya sekitar dua ratus meter dari masjid, karena itu Aku berjalan kaki saja menuju Masjid Nabawi.
Masjid ini cukup besar, megah dan indah. Lampu-lampu yang menerangi masjid luar biasa banyaknya, sehingga suasana pagi buta terasa seperti siang hari. Jarak bangunan terdekat dari dinding masjid sekitar seratus meter, sehingga ada jarak yang cukup untuk menatap keindahannya. Bangunan-bangunan di sekitar masjid, tampaknya dibatasi ketinggiannya, sehingga menara masjid yang menjulang tinggi dan indah bisa dilihat dari berbagai sudut kota.
Aku terus bergerak perlahan mendekati masjid, sambil tidak putus-putus bertasbih, tahmid, tahlil, dan takbir. Aku masuk dari pintu belakang yang besar dan tinggi, terus kedepan mendekati mimbar. Walaupun azan Subuh belum dikumandangkan, orang-orang sudah berdatangan ke masjid. Aku mencari tempat yang agak kosong, lalu shalat sunah tahiyat masjid dua rakaat. Usai shalat Aku duduk berzikir.
Azan Subuh dikumandangkan. Suara muazin terdengar merdu menyayat. Aku betul-betul merasa berada di masjid yang berbeda dengan masjid lain. Suasana sakral dan damai mendominasi aura Masjid Nabawi. Wajahwajah hitam dengan rambut keriting, kulit putih dengan rambut pirang, atau kulit kuning dengan mata sipit, saling menyapa, saling menyalami dan saling memeluk di masjid itu.
“Oh, betapa damainya rumah-Mu ini, ya Allah!”, desahku dengan suara pelan.
Aku bersyukur bisa menginjakkan kakiku di Masjid Nabawi. Aku bersujud sekali lagi, sebagai tanda terima kasihku pada Allah SWT. Qomat sebagai tanda akan dimulainya shalat, dikumandangkan. Jamaah berdiri, mengatur barisan, lurus dan rapat. Aku mencari tempat yang masih tersisa. Imam membacakan ayat-ayat yang panjang sekali. Tapi, dengan irama yang indah dan ditopang dengan suara yang merdu dengan ucapan penuh penghayatan, Aku tidak merasakan jemu, bahkan boleh dikatakan menikmatinya, walaupun tidak semua ayat yang dibacakannya dapat Aku pahami.
Usai shalat Aku memanjatkan doa. Lalu Aku bergerak menuju Raudah, sebuah tempat di antara makam Rasulullah dan mimbar, tempat dulu Rasulullah selalu menyampaikan khotbah dan menjadi imam shalat berjamaah. Di sebelah makam Rasul, ada makam sahabat, Abu Bakar Sidiq dan Umar bin Khattab. Kedua sahabat Rasul ini menjadi khalifah pertama dan kedua. Keduanya merupakan khalifah yang sukses dan memiliki jasa besar bagi syiar Islam.
Banyak orang shalat dan berdoa di Raudah. Aku harus menunggu sejenak, mencari peluang. Saat beberapa orang usai berdoa dan meninggalkan tempat, Aku maju. Aku memulainya dengan shalat sunah dua rakaat. Usai shalat lalu berdoa. Aku mencium bau wangi yang khas yang tak pernah Aku rasakan sebelumnya. Aku sangat menyukainya. Selain itu, di tempat ini Aku merasa lebih dekat dengan Sang Khalik. Selain doa-doa umum yang biasa Aku baca, di tempat ini Aku memanjatkan doa khusus:
“Ya Allah, ya Tuhan kami. Berilah kami kekuatan baik mental maupun fisik, agar kami dapat berada di barisan terdepan bersama para pejuang. Ya Allah, ya Tuhan Kami. Kuatkanlah jiwa kami dan cerdaskanlah pikiran kami, agar kami bisa menjadi bagian dari hamba-hambaMu yang berilmu. Ya Allah, ya Tuhan kami. Jagalah hati kami agar tetap bersih dan tetap tulus dalam mengabdi. Ya Allah, ya Tuhan kami. Jagalah iman kami, agar tetap tegar menghadapi berbagai godaan dunia. Kami sadar, sesungguhnya kami lemah tanpa kekuatan-Mu. Kami bodoh tanpa kepandaian-Mu. Karena itu jangan Engkau tinggalkan kami!”.
Aku bersujud untuk menegaskan posisiku di hadapannya. Aku bersujud untuk menunjukan kesungguhan permohonanku. Aku baca doa itu berulang-ulang. Tanpa terasa air mataku menetes membasahi tempat sujudku. Aku biarkan ia terus mengalir, semakin lama semakin deras. Sampai-sampai Aku tidak kuasa menahan suara isak tangisku. Aku terus bersujud menikmati sebuah kesedihan yang tak pernah Aku rasakan sebelumnya. Kebahagiaan yang tiada tara saat menumpahkan air mata. Allahu Akbar!.
Aku merasakan banyak yang menunggu di belakangku dengan harapan mendapatkan kesempatan yang sama untuk berdoa di tempat yang makbul itu. Tempat semua doa dikabulkan. Karena itu, Aku bergeser ke belakang, untuk memberi kesempatan pada yang lain. Aku ambil sebuah Al-Qur’an yang diletakkan di rak setiap sudut masjid. Aku baca sepuas-puasnya. Ketika Raudah tampak agak sepi, Aku kembali ke tempat itu dan Aku ulangi kembali doa itu. Manakala batal, Aku kembali mengambil wudhu. Walaupun tempat wudhu berada jauh, tapi berjalan setelah duduk lama terasa seperti memberikan kenikmatan tersendiri.
Tempat wudhu berada terpisah dari bangunan masjid. Mungkin perancangnya ingin Masjid betul-betul suci dari najis. Jaraknya sekitar lima puluh meter dari pintu masjid. Tempat wudhu berada di bawah tanah. Kita bisa memilih menggunakan tangga biasa atau eskalator. Terdiri dari dua lantai. Pancuran air untuk berwudhu, dan tempat orang buang air, ada banyak sekali. Karena itu, walaupun sangat ramai jamaah, selalu ada tempat wudhu atau kamar mandi yang kosong. Baik tempat wudhu maupun WC-nya selalu bersih. Para petugas cleaning servis yang berwajah Pakistan, terus-menerus mengawasi dan membersihkannya. Tempat wudhu yang paling bawah, berhubungan langsung dengan tempat parkir, sehingga mobil-mobil orang yang ke Masjid tidak mengganggu jalan. Aku mencoba melongok, ternyata tempat parkir itu lebih luas dari pada lapangan bola.
Masjid Nabawi telah diperluas beberapa kali. Bagian utama adalah bagian yang asli, tampak dari bentuk bangunannya yang paling sederhana, terletak di bagian depan. Bagian belakang tampak lebih tinggi, lebih anggun, lebih indah dan lebih modern, bahkan dilengkapi dengan AC yang disembunyikan di balik pilar-pilar penopang atap Masjid. Begitu juga sound system-nya, sehingga tidak tampak ada kabel-kabel di permukaan.
Air zamzam yang didatangkan dari Makkah, ditempatkan dalam gentong-gentong plastik yang tampaknya sengaja dirancang sehingga air yang kita minum selalu segar dan dingin. Di sampingnya tersusun gelas plastik. Ada dua rak yang terpisah. Yang satu untuk gelas bersih dan satunya lagi untuk gelas kotor. Jadi saat kita hendak minum, kita harus mengambil gelas yang berada di rak bersih, setelah digunakan diletakkan di rak untuk gelas kotor. Gelas hanya dipakai satu kali. Para petugas akan mengambil tumpukan gelas kotor mana kala sudah mulai tinggi, dan menambah gelas bersih mana kala tumpukannya sudah mulai rendah.
Memperhatikan kehidupan di lingkungan Masjid Nabawi Aku merasa cukup bangga, ternyata kita bisa hidup bersih dan teratur, dan penuh persahabatan di antara kelompok umat. Semoga hal itu menjadi pelajaran bagi jamaah yang datang dari seluruh dunia, kemudian mempraktikkannya di tempatnya masing-masing.
Baca Juga:
- Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-27): Menginjak Gedung Putih
- Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-28): Mengunjungi Ghetto
- Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-29): Air Mata Perpisahan
Setiap selesai shalat wajib lima waktu, di bagian tengah masjid selalu diadakan pengajian terbatas yang dikenal dengan istilah Halaqah. Seorang ustad duduk di sebuah kursi, dilingkari oleh jamaah. Ia memakai gamis putih yang bagian kepalanya ditutupi oleh semacam kerudung tanpa tali, sehingga menggelantung begitu saja. Jenggotnya yang lebat dan berwarna dua tampak menambah wibawa penampilannya. Ia berceramah dalam bahasa Arab. Saat itu ia membahas masalah Haji dan Umrah. Yang menarik perhatianku, saat ia mengatakan:
“Sejatinya Umroh atau Haji adalah perjalanan spiritual. Sebuah perjalanan ruhani. Sementara jasad tidak lebih dari wadah yang mengantarkan ruhani kita. Jasad bisa rusak dan mati, tapi ruhani kita kekal selamanya. Itulah sebabnya banyak ulama yang meyakini, mereka yang berziarah ke makam Rasulullah sesungguhnya sebagai sebuah usaha untuk berkomunikasi dengan ruh Rasulullah”.
Mungkinkah ruhku tadi berkomunikasi dengan ruh Rasulullah dan Abu Bakar Siddiq serta Umar bin Khattab? Waallahu a’lam. Bagiku yang lebih penting adalah bagaimana Aku bisa tertular spirit perjuangannya.
Siang hari sesudah shalat Zuhur berjamaah di Masjid Nabawi, Aku mengunjungi Baqi, sebuah kompleks pemakaman yang berada di Kiri Masjid. Kompleks pemakaman itu sangat luas dan dihuni oleh beberapa sahabat serta para pahlawan Islam. Makam Usman bin Affan, sahabat sekaligus menantu Rasulullah yang juga khalifah ketiga, juga berada di kompleks tersebut. Tetapi, kuburan di samping Masjid Nabawi berbeda dengan kuburan di tanah air. Di tanah air ada batu nisan atau tanda-tanda lain yang berisi tulisan sehingga kita mengetahui siapa yang dimakamkan di tempat itu. Kuburan di Madinah hanya tanah lapang. Tidak ada batu nisan atau tanda-tanda lain, sehingga kita tidak tahu persis di bagian mana para tokoh-tokoh itu dimakamkan. Bahkan kalau ada jenazah baru, ditempatkan dalam peti, lalu cukup disorongkan ke bawah tanah yang menyerupai terowongan, tanpa upacara dan tanpa batu nisan.
Sesudah melihat pemakaman Baqi, lalu Aku mengunjungi Bukit Uhud, tempat pasukan Islam mengalami kekalahan sampai-sampai paman Rasulullah yang gagah perkasa, Sayidina Hamzah, gugur di medan perang. Rasulullah sendiri sempat tersungkur dan wajahnya berlumur darah di tempat bersejarah ini. Tidak seperti yang Aku bayangkan, ternyata yang disebut bukit hanyalah dataran tinggi yang tingginya tidak lebih dari sepuluh meter dan luasnya hanya separuh lapangan bola. Tidak ada tanaman di Bukit Uhud yang dikelilingi bukit batu yang sangat tinggi dan terjal.
Tiga hari Aku berada di Madinah. Pada hari keempat sesudah shalat Zuhur berjamaah, Aku berdoa kembali di Raudah. Sesudah puas, Aku berjalan melewati makam Rasulullah. Aku berpamitan pada Rasulullah sambil berjalan pelan di antara orang-orang yang berjejal. Polisi memandangi orang-orang itu dengan penuh waspada. Mengibaskan sorbannya, membentak dan mengusirnya, manakala ada yang mencium dinding atau pagar makam itu, atau mereka yang tampak berdoa atau memohon sesuatu.
Setelah mengemas barang di hotel, Aku mandi dan mengenakan ihram dengan niat Umroh, lalu berangkat meninggalkan Madinah menuju Makkah.
Bus yang Aku tumpangi berhenti di Masjid Kuba, masjid yang pertama kali didirikan Rasulullah saat Hijrah dari Makkah ke Madinah. Arsitektur masjid ini sangat sederhana, seluruh bagiannya berwarna putih, hanya beberapa dindingnya diberi marmer warna abu-abu Tapi, secara keseluruhan anggun dan indah sekali. Dengan kendaraan hanya memerlukan waktu tidak lebih dari sepuluh menit dari Masjid Nabawi.
Di Masjid Kuba aku shalat sunah Ihram dua rakaat, membaca doa dan memantapkan niat Umroh. Mulai dari tempat ini aku terus-menerus membaca talbiyah: LabbaikaAllahuma Labaik. Labbaika Laa Syarika Laka Labbaik Innal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal Mulk Laa Syarikalak. Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu yang tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu, sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik Mu, tidak ada sekutu bagi Mu.
Perjalanan dari Madinah ke Makkah memerlukan waktu sekitar lima jam. Sepanjang perjalanan Aku memandangi padang pasir kering dan bukit batu. Betapa kerasnya alam di sini. Aku membayangkan betapa beratnya perjalanan Hijrah Rasulullah yang hanya ditemani Abu Bakar dengan berjalan kaki. Sungguh jauh bedanya dengan negeriku yang sangat subur, tanaman dan warna hijau selalu mendominasi tanah lapang atau bukit dan gununggunungnya.
Kota Makkah lebih luas dan lebih ramai dibanding Madinah. Bangunan-bangunan tingginya juga lebih banyak. Sebagian besar wilayahnya berupa bukit batu, sehingga jalan-jalannya banyak yang naik-turun, bahkan di banyak tempat bukit-bukit harus dibor untuk dibuatkan terowongan. Aku tinggal di Hotel Dar Assalam yang terletak di belakang Hotel Hilton dan berada persis di sebelah Masjid al-Haram.
Setelah menyimpan barang, Aku langsung menuju Masjid al-Haram. Setelah memantapkan niat dan membaca doa, Aku masuk dari Babussalam, pintu masuk yang disunahkan, khususnya bagi mereka yang baru pertama kali memasuki masjid yang paling agung itu. Aku tertegun saat mulai melihat Ka’bah yang dibungkus kain hitam dengan kaligrafi berwarna emas.
Aku terus bergerak mendekatinya tanpa menoleh bagai terhipnotis. Setelah berada di bagian terbuka di dalam masjid, Aku melihat wujud Ka’bah dengan leluasa. Lalu Aku menengadahkan kedua tangan untuk memanjatkan doa. Ada perasaan aneh yang menyelimuti seluruh jiwaku.
Aku tak tahu perasaan bahagia macam apa yang kini aku rasakan. Anehnya pada saat yang sama, air mataku terus mengalir tanpa henti. Mungkinkah kebahagian puncak yang dirasakan seseorang selalu disertai dengan deraian air mata? Wallahu a’lam.
Aku mencari posisi Hajarul Aswad, lalu mengelilinginya dengan berputar ke arah kiri sambil berlari-lari kecil memulai ritual Tawaf. Saat sampai di Rukun Yamani, atau sudut sebelum Hajarul Aswad, Aku membaca Bismillahi Wallhu Akbar, diikuti dengan bacaan Rabbana Aatina Fid Dun-yaa Hasanah wa Fil Aakhirati Hasanah Wa Oinaa’Adzaa Bannar.
Sesampainya di posisi Hajarul Aswad aku melambaikan tangan sambil mengucap kembali Bismillahi Wallhu Akbar. Sambil terus berlari kecil aku membaca Subhanallah Walhamdulillah Walailahaillallah
Wallahu Akbar. Setelah putaran ketujuh, saat Aku sampai di Rukun Yamani, Aku menempel di antara deretan orang yang antre untuk mencium Hajarul Aswad. Saat tiba giliranku, petugas yang ada di atasku merentangkan tangan menghadang orang yang ada di belakangku, sehingga Aku leluasa menciumnya.
Hajarul Aswad adalah batu hitam yang mengkilap yang ukurannya separuh bola kaki, berada di salah satu pojok Ka’bah, dibingkai kuningan sehingga bentuknya seperti mata dalam posisi tegak. Aku mencium bau sangat wangi di sekitar Hajarul Aswad dengan aromanya yang khas. Lalu Aku mengambil posisi di depan Makam Ibrahim. Makam di sini berarti bekas tempat berdirinya Nabi Ibrahim. Bekas telapak kaki Nabi Ibrahim masih bisa dilihat. Ditutup kaca yang menyerupai toples raksasa dibingkai dengan logam berwarna kuning, sehingga dari jauh tampak seperti sangkar burung raksasa.
Aku shalat sunah dua rakaat. Rakaat pertama membaca surat Al Fatihah diikuti surat Al Kafirun, sedangkan rakaat kedua Aku membaca Al Fatihah diikuti Al Ikhlas. Usai shalat Aku mengambil Air Zamzam yang diletakkan di gentong plastik berpendingin yang berada di berbagai pojok. Sumber Air Zamzam berada tidak jauh dari Ka’bah, di bawah tanah tempat jamaah melakukan Tawaf.
Dulu orang bisa turun, bisa berwudhu dengan Air Zamzam bahkan tidak sedikit yang menggunakannya untuk mandi. Kini tempat itu ditutup, mungkin karena pemerintah Arab Saudi khawatir muncul praktik-praktik menyimpang yang tidak ada dalam tuntunan. Aku membaca doa sebelum meminumnya.
Lalu Aku menuju ke Hijr Ismail, shalat dua rakaat lalu berdoa. Tempat ini kecil dan dipenuhi orang, sehingga kita shalat dan berdoa sambil berdesakan. Lalu Aku menuju Multazam untuk kembali memanjatkan doa, sekaligus menyampaikan permohonan pribadiku:
“Ya Allah, ya Tuhan Kami. Berilah Kami kekuatan baik mental maupun fisik, agar Kami dapat berada di syaf terdepan bersama para pejuang. Ya Allah, ya Tuhan Kami. Kuatkanlah otak Kami dan cerdaskanlah pikiran Kami, agar Kami bisa menjadi bagian dari hamba-hambamu yang berilmu. Ya Allah, ya Tuhan Kami. Jagalah hati Kami agar ia tetap bersih dan tetap tulus dalam mengabdi. Ya Allah, ya Tuhan Kami. Jagalah iman Kami, agar ia tetap tegar menghadapi berbagai godaan dunia. Kami sadar, sesungguhnya Kami lemah tanpa kekuatan Mu. Kami bodoh tanpa kepandaianMu. Karena itu jangan Engkau tinggalkan Kami!”.
Usai berdoa Aku bersujud kembali dengan penuh harap. Aku bangun dan menuju Bukit Safa. Setelah memanjatkan doa, Aku mulai berlari-lari kecil menuju Bukit Marwah yang merupakan bagian dari ritual Sa’i. Setelah bolak-balik sebanyak tujuh kali, di atas Bukit Marwah Aku berdoa, lalu melakukan Takhalul-prosesi terakhir dari ibadah Umroh yang ditandai dengan menggunting rambut.
Aku mendekati orang-orang yang berkerumun, kemudian meminta tolong pada orang tua yang memegang gunting untuk memotong rambutku sebanyak tiga kali. Setelah memanjatkan doa, Aku kembali ke hotel, melepas pakaian ihram lalu beristirahat.
Hari-hari berikutnya Aku habiskan untuk Tawaf dan membaca Al-Qur’an di depan Ka’bah. Saat membaca Al-Qur’an Aku suka mengambil tempat duduk di anak tangga terbawah di dalam masjid yang menghadap ruang terbuka. Posisi ini memberikan keleluasaan untuk menatap Ka’bah.
Orang-orang yang mengelilingi Ka’bah juga memberikan keindahan tersendiri. Bila haus Aku minum Air Zamzam. Bila lelah membaca Al-Qur’an Aku Tawaf, begitu seterusnya, hingga dalam waktu tiga hari
Aku khatam membaca seluruh isi Al-Qur’an. Hari keempat merupakan hari terakhirku di Makkah. Aku melaksanakan Tawaf Wada, lalu berdoa.
Ada perasaan cemas saat hendak berpisah dengan Ka’bah, khawatir kalau-kalau Aku tidak bisa melihatnya kembali. Air mataku kembali menetes. Aku bergerak mundur menjauhinya, pilar-pilar penyangga masjid mulai menghalangi pandanganku, sampai Ka’bah tak tampak sama sekali. Aku menyeka air mata, membalikkan badan, sembari mengucapkan Ilallika!
Aku berjalan melewati bangunan-bangunan pencakar langit di sekitar Masjid al-Haram. Bangunan-bangunan itu tingginya melampaui tinggi menara Masjid al-Haram. Akibatnya, kesakralan Masjid al-Haram terasa menurun, dan mengurangi keindahannya bila dilihat dari luar. Padahal, arsitektur dan ornamen masjid itu luar biasa bagusnya. Aku menduga para pengusaha berlomba membangun pencakar langit di sekitar Masjid al-Haram karena ingin mendapatkan view Ka’bah yang selalu dikelilingi orangorang yang melakukan Tawaf. Aku sangat sedih karena nilai-nilai religius dikalahkan oleh kepentingan ekonomi.
Aku langsung menuju Jeddah dengan menggunakan taksi. Dari Makkah diperlukan waktu sekitar empat puluh menit. Jalannya lebar dan halus, kualitasnya jauh lebih baik dari pada jalan tol di Jakarta. Kota Jeddah terletak di pinggir pantai. Sebenarnya Jeddah cukup indah, hanya saja kurang ditata, atau kurang diberi sentuhan seni sebagaimana kotakota lain. Aku langsung menuju Bandara King Abdul Aziz yang berada di luar Jeddah. Bentuknya sangat unik, mirip dengan kemah atau tenda raksasa. Walau penumpang pesawat cukup banyak, bandara itu kurang dikelola secara baik. Para petugasnya juga terkesan melayani penumpang
asal-asalan. Aku meninggalkan Jeddah dengan perasaan damai.
(Bersambung…..)
Serial Novel ini akan segera berakhir dalam beberapa edisi lagi.
Berikutnya akan dimuat Serial Buku yang tidak kalah menariknya: “RIHLAH PERADABAN Perjalanan Penuh Makna di Turki dan Spanyol”.
Buku ini ditulis oleh Biyanto, Syamsudin, dan Siti Agustini, aktivis PWM Jawa Timur dalam melakukan perjalanan ke Turki dan Spanyol
EDITOR: REYNA
Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:
Judul Novel: Di Beranda Istana Alhambra https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ Judul Novel: Safari https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ Judul Novel: Bersujud Diatas Bara https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ![]()
Related Posts
Api di Ujung Agustus (Seri 34) – Gelombang Balik
Api di Ujung Agustus (Seri 33) – Pengkhianat Didalam Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 31) – Bayangan Kudeta Makin Nyata
Api di Ujung Agustus (Seri 30) – Jejak Jaringan Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Api di Ujung Agustus (Seri 26) – Bayangan Dalam Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 25) – Garuda Hitam Membara
Api di Ujung Agustus (Seri 24) – Kartu As Gema
RFID Warehouse ManagementSeptember 30, 2023 at 5:19 am
… [Trackback]
[…] Find More here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-30-mencium-hajarul-aswad/ […]
สล็อตเว็บตรงไม่ผ่านเอเย่นต์September 30, 2023 at 6:15 am
… [Trackback]
[…] Information on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-30-mencium-hajarul-aswad/ […]
buy dank gummiesNovember 14, 2023 at 8:12 pm
… [Trackback]
[…] Find More on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-30-mencium-hajarul-aswad/ […]
superkaya88December 4, 2023 at 12:14 am
… [Trackback]
[…] Information on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-30-mencium-hajarul-aswad/ […]
รับทำเว็บ WordPressApril 16, 2024 at 9:13 pm
… [Trackback]
[…] Find More to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-30-mencium-hajarul-aswad/ […]
blote tietenMay 15, 2024 at 5:53 am
… [Trackback]
[…] Read More on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-30-mencium-hajarul-aswad/ […]
누누티비June 3, 2024 at 1:15 am
… [Trackback]
[…] There you will find 56462 additional Information to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-30-mencium-hajarul-aswad/ […]
Apple gift cardJune 14, 2024 at 6:48 am
… [Trackback]
[…] Here you will find 92823 more Information to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-30-mencium-hajarul-aswad/ […]
Acquista ossicodone online Texas, Acquista Xanax online, Commander Oxycodone 30 mg, dove acquistare ossicodone in linea, Il posto migliore per acquistare Ossicodone in linea, Livraison Oxycodone 30 mg, Ordina Acquista ossicodone online senza prescrizione,August 19, 2024 at 8:53 pm
… [Trackback]
[…] Info on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-30-mencium-hajarul-aswad/ […]
useless Tor sitesAugust 19, 2024 at 11:47 pm
… [Trackback]
[…] Find More Info here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-30-mencium-hajarul-aswad/ […]
HerbalifeOctober 25, 2024 at 3:15 am
… [Trackback]
[…] Information to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-30-mencium-hajarul-aswad/ […]
watch nowJanuary 27, 2025 at 7:25 am
… [Trackback]
[…] Here you can find 86428 more Information on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-30-mencium-hajarul-aswad/ […]