Oleh: Ridwan Saidi
(Budayawan, Sejarawan, Politisi Senior)

Dwi Tunggal Sukarno Hatta menghadiri upacara Dies Natalis Universitas Indonesia di Fakultas Tehnik UI di Bandung yang kemudian jadi ITB
Photo di atas dari sobekan koran lama yang caption sudah tak utuh. Photo menampilkan Dwi Tunggal Sukarno Hatta menghadiri upacara Dies Natalis Universitas Indonesia di Fakultas Tehnik UI di Bandung yang kemudian jadi ITB. Tahun diprakira 1951-56.
Dalam photo tampak gesture berbeda antara dua tokoh berhadapan dengan wanita panitia penyambut.
Bung Hatta merunduk tersenyum tipis. BK tersenyum lebar seraya mata menatap panitia penyambut.
Gesture kedua tokoh natural. Bukan acting.
Presiden Ho Chi Min atau Paman Ho pernah ke Indonesia sekitar tahun 1955-58. Ia berhadir di DPR yang masih di gedung Kemenkeu sekarang.
Ia dipersilakan ke pentas pimpinan yang ternyata kualitas kursi pimpinan dan anggota berbeda.
Paman Ho menolak kursi salon dan minta kursi rotan untuk anggota. Paman Ho acting? Tebar pesona untuk sedot popularitas agar tiga periode? Itu bukan type Paman Ho.
Pemimpin politik harus cerdas dan menguasai bahasa asing. Pak Harto tahu bahasa Belanda juga Inggris, tapi beliau memilih menggunakan penerjemah.
Memaksakan diri berbahasa asing dengan pronounciation buruk mestinya malu dengan diri sendiri.
Di pentas Internasional pemimpin politik harus dapat menunjukan kecerdasannya. Apalagi di dining table, omomgan tentang karya Shakespeare bisa saja ada yang melontarkan.
Masa’ parameter pemimpin politik bisa nyemplung ke kali.
Karena itu perubahan politik tidak sekedar mau ganti orang. Sebelum mendapatkan Ali Sadikin sebagai calon Gubernur DKI, Bung Karno membentuk tim kecil pimpinan Dr Jo Leimena untuk talent scouting.
Sarana untuk membangun leadership a.l olahraga. Di Jakarta hampir sirna ruang terbuka untuk olahraga sepakbola. Organisasi Pramuka sangat bermanfaat, tapi popularitasnya memudar.
Intelectual gymnastic harus dilatih sejak sekolah menengah, termasuk ketrampilan debat.
Perubahan itu tidak mudah tapi jangan dihindarkan sebagai kewajiban sejarah. (RSaidi)
EDITOR: REYNA
Tags:Related Posts
Api di Ujung Agustus (Seri 31) – Bayangan Kudeta Makin Nyata
Api di Ujung Agustus (Seri 30) – Jejak Jaringan Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Api di Ujung Agustus (Seri 26) – Bayangan Dalam Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 25) – Garuda Hitam Membara
Api di Ujung Agustus (Seri 24) – Kartu As Gema
Api di Ujung Agustus (Seri 23) – Dua Api, Satu Malam
Api di Ujung Agustus (Seri 22) – Duel Senyap di Rumah Sakit
cam chatJanuary 5, 2025 at 1:01 pm
… [Trackback]
[…] There you will find 80668 more Information on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/cabe-catetan-babe-269-tampilan-pemimpin-politik/ […]