Diduga Ada Korupsi di Balik Pengeboran 1.600 Sumur di Hulu Rokan, Kejagung Harus Selidiki

Diduga Ada Korupsi di Balik Pengeboran 1.600 Sumur di Hulu Rokan, Kejagung Harus Selidiki
PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) melakukan pekerjaan penanganan limbah di blok Rokan. Terjadi fatality pada tanggal 24 Febuari 2023 di CMTF Balam Selatan, Kecamatan Bangko Pusako, Rokan Hilir.

JAKARTA — Program pengeboran masif 1.600 sumur di Hulu Rokan yang sempat dipuji sebagai upaya menahan laju penurunan produksi kini menjadi sorotan tajam setelah banyak sumur ternyata berproduksi rendah atau tidak layak operasi. Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, menilai kegagalan teknis dan finansial itu tak bisa hanya disalahkan pada risiko operasi — ada kecurigaan kuat praktik tidak wajar seperti mark-up biaya dan permainan kontrak. “Itu ibarat orang berlari tanpa tahu arah, uang habis tapi tujuan tak tercapai,” kata Yusri, seraya menuntut penyelidikan penuh.

Data lapangan memperlihatkan pola yang mengkhawatirkan: meski PHR (Pertamina Hulu Rokan) diketahui telah melakukan ratusan hingga lebih dari seribu pengeboran sejak mengambil alih blok Rokan, lonjakan jumlah sumur tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan lifting yang signifikan. PHR sendiri melaporkan telah melakukan pengeboran 1600 sumur untuk menopang blok Rokan setelah operator berganti, yang menunjukkan skala program pengeboran besar-besaran.

Berapa biaya untuk 1.600 sumur? Perkiraan dan rentang biaya

Biaya pengeboran sangat bergantung pada kedalaman, kondisi geologi, jenis sumur (produksi vs injeksi/explorasi), harga sewa rig, layanan teknis, dan komponen EOR. Sumber akademik dan industri menunjukkan rentang biaya per-well onshore di negara setara Indonesia dari sekitar US$1,25 juta hingga beberapa juta dolar per sumur tergantung kompleksitas — beberapa studi mencatat angka rata-rata di kisaran US$1–$4 juta per sumur untuk sumur onshore konvensional di kondisi tertentu.

Dengan asumsi konservatif, dan dihitung berdasarkan kurs hari ini (Rp 16.460/dollar)

Jika biaya per sumur ≈ US$1,25 juta, total 1.600 sumur ≈ US$2,0 miliar atau Rp 32,92 triliun

Jika biaya per sumur ≈ US$1,5 juta (angka operasional yang dilaporkan untuk beberapa program drilling), total ≈ US$2,4 miliar atau Rp 39,50 triliun

Jika kondisi lebih sulit / menggunakan EOR-intensif dan biaya meningkat ke US$4 juta per sumur, total bisa mencapai US$6,4 miliar atau Rp 105,34 triliun

Catatan: angka-angka di atas adalah perkiraan kasar untuk memberi rentang skenario — biaya riil bergantung pada kontrak detail, kedalaman rata-rata sumur, durasi pengeboran, dan tingkat kegagalan yang terjadi di lapangan. Industri lokal juga menghadapi tekanan biaya karena kelangkaan rig dan tingginya tarif sewa, yang mendorong biaya proyek naik.

Indikator yang menguatkan dugaan penyimpangan

Beberapa indikator yang menurut pengamat layak diselidiki: proporsi sumur yang gagal (dry/low-flow), biaya per-well yang jauh di atas benchmark internasional untuk tipe dan kedalaman yang sama, pola pemenang kontrak yang berulang kepada pihak tertentu, serta cepatnya eskalasi jumlah kontrak sub-kontraktor tanpa transparansi tender.

Studi-studi teknis di Indonesia juga menunjukkan variabilitas tinggi biaya pengeboran per meter dan pengaruh kuat masalah teknis pada cost outliers — yang berarti angka pembengkakan bisa jadi bukan sekadar “kegagalan manajemen” melainkan celah untuk mark-up.

Pandangan sejumlah ahli

Akademisi (drilling economics): Studi akademik memperingatkan bahwa tanpa data kedalaman rata-rata dan jenis sumur, perbandingan biaya rawan menyesatkan — namun jika rata-rata biaya per sumur lebih tinggi dari benchmark regional, itu harus dilihat sebagai “red flag” dan diaudit. (lihat analisis biaya per well dan model CAPEX).

Praktisi industri / asosiasi: Indonesian Petroleum Association dan analis industri mencatat dampak kelangkaan rig dan naiknya tarif sewa terhadap biaya total proyek—faktor yang memperbesar peluang maladministrasi bila pengadaan tidak transparan.

Pengamat tata kelola BUMN: Para pengkritik tata kelola menyatakan bahwa program agresif tanpa evaluasi independen membuka peluang konflik kepentingan dan praktik mark-up; mereka menuntut audit forensik untuk seluruh siklus pengadaan. (pernyataan umum para pengamat yang sering dikutip dalam laporan investigasi sektor migas).

Audit Forensik

Skala uang yang mungkin terlibat (miliaran dolar) menjadikan keraguan dan pertanyaan publik bukan sekadar wajar, melainkan mendesak. Untuk menyingkap apakah ada korupsi atau sekadar kegagalan teknis dan manajemen, langkah minimal yang harus ditempuh: (1) audit forensik biaya drilling dan kontrak; (2) publikasi data kedalaman & hasil sumur; (3) pemeriksaan tender dan daftar pemenang kontrak; (4) pemeriksaan teknis independen terhadap implementasi EOR. Jika temuan audit menunjukkan penyimpangan sistemik, penegak hukum harus segera mengusut.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K