Oleh: Jilal Mardhani
Tudingan pemilu curang sudah mengiang-ngiang lama di telinga kita. Jauh sebelum hari pencoblosan tanggal 14 Februari kemarin. Memuncak ketika berbagai lembaga survei menyampaikan prakiraan hitung cepat yang menyatakan Prabowo-Gibran telak mengungguli 2 pesaingnya. Lalu dimatangkan hasil rekapitulasi suara resmi yang nyatanya memang hampir persis sama.
Sebetulnya, Anies-Muhaimin beserta segenap pendukung mereka, sebagaimana pula pasangan Ganjar-Mahfud, tak terkejut. Sebab mereka sungguh-sungguh memaklumi kecurangan pemilu berlapis-lapis yang jadi narasi utama Indonesia belakangan ini. Perolehan suara Prabowo-Gibran yang jauh mengungguli mereka sehingga memastikan pemilhan umum cukup berlangsung 1 putaran, merupakan konsekuensi logis semata.
Sejumlah pihak menarasikan langkah konstitusi kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden tersebut sebagai hal yang terlambat. Sebagaimana yang diutarakan langsung oleh mantan menteri asal PKB di era pemerintahan SBY saat kami bertemu di hari KPU mengumumkan hasil rekapitulasi suara kemarin. Pemikiran seperti itu tentulah teramat sangat naif dan dangkal.
Baik pasangan Anies-Muhaimin maupun Ganjar-Mahfud sesungguhnya telah melakukan langkah cerdas dan bijaksana yang amat terukur. Pilihan menyempurnakan pembuktian kecurangan pemilu lewat hasil rekapitulasi suara resmi yang diumumkan KPU tanggal 20 Maret lalu, sungguh brilian. Dengan begitu, ‘business process’ kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan Joko Widodo bersama pemerintahan yang dipompinnya — demi menguntungkan pasangan Prabowo-Gibran — menjadi tergambar dengan nyata dan terang-benderang.
Kita sepatutnya tak perlu membuang energi dan menebar aura negatif dengan berburuk sangka terhadap hakim-hakim konstitusi yang bakal menyidangkan gugatan kedua pasangan calon presiden-wakil presiden terzalimi itu. Sebaliknya kita justru bersyukur. Sebab belakangan ini, hakim-hakim kontitusi tersisa pasca tersingkirnya ‘paman’ Anwar Usman, sedang berupaya keras memulihkan kehormatan dan jati diri mereka. Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang diketuai Jimly Ashshidiqie sebelumnya — yang menyatakan ipar Joko Widodo tak bermoral karena telah melakukan pelanggaran etika berat sehingga melahirkan putusan yang memungkinkan ponakannya, Gibran Rakabuming Raka, dicalonkan kemarin — melarang yang bersangkutan terlibat dalam persidangan sengketa pemilu kali ini.
Kita harus dan perlu mengawalnya.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 3) – Penjajahan Tanpa Senjata

Perang Dunia III di Ambang Pintu: Dr. Anton Permana Ingatkan Indonesia Belum Siap Menghadapi Guncangan Global

Dr. Anton Permana: 5 Seruan Untuk Presiden Prabowo, Saat Rakyat Mulai Resah dan Hati Mulai Luka

Menyikapi UUD 18/8/1945

Rocky Gerung: 3 Rim Karatan di Kabinet Prabowo

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri

Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global



No Responses