Muhamad Kace Mengingatkan Jaman PKI Dulu, Ada Lakon Ludruk “Gusti Allah Mantu”, “Patine Gusti Allah “, “Malaikat Kawin”……

ZONASATUNEWS.COM–Muhamad Kace bikin heboh.Ucapannya yang terunggah di youtube menyakitkan umat Islam. Seperti terunggah dalam salah satu konten video yang diunggah 2 hari lalu (22/8/2021) oleh viva.id.

“Quran Surat Ali Imron, Surat yang ke-3 …Dia Allah menurunkan Alkitab kepadamu dengan sebenarnya, dan membenarkan apa yang ada didalamnya. Dan menurunkan Taurat dan Injil. Tidak menurunkan Hadits dan Fiqih,”ungkapnya dalam video itu.   

“Makanya orang yang mengikuti Hadits dan Fiqih sekarang berfikir, sebelum meninggal. Jangan sampai rugi dua kali. Sudah didunia miskin tidak punya apa-apa, mengharapkan surga ternyata zonk. Kenapa zonk, karena Mhammad sendiri tidak masuk surga, tidak ada ayatnya Muhammad masuk surga.”

“Karena Muhammad sendiri dikerumunin jin, ada ayatnya Muhammad dikerumunin jin.Muhammad itu dekat dengan jin.

“Pokoknya saya bongkar bodal-bodil (tertawa). Kitab karangan manusia, kitab dongeng Arab kita bongkar.”

“Ayo nyadar bangsa Indonesia. Nyadar ya, Islam ini hanya sebatas politik untuk nyari makan ya. Jangan jadi marketing Arab, orang Indonesia. Jangan menyebar luaskan membangga-banggakan Arab.”

“Tidak ada apa-apanya Muhammad bin Abdullah itu.Makanya di Al-Quran tidak tertulis Muhammad bin Abdullah.Karena Tuhan tahu ya, katanya Muhammad itu utusan Allah. Tapi kenapa tidak satupun wahyu yang turun kepada Muhammad.”

Umat Islam yang melihat video tersebut pasti marah. Aneh kalau tidak marah, melihat Nabi Muhammad dihinakan sepeperti itu. Dikatakan tidak masuk surga, tidak menerima wahyu, kitab karangan manusia, kitab dongeng Arab.Dan seterusnya.

Jaman PKI dulu

Pelecehan seperti ini sudah ada sejak dulu. Hanya medianya yang beda. Misalnya pada tahun1960-an, menjelang meletusnya peristiwa G 30 S/PKI. Seniman-seniman pendukung PKI menyerang dan melecehkan umat Islam lewat medai seni : ludruk, ketoprak, sandiwara, drama, dan media linnya.

Perhatikan penggalan ludruk dengan lakon “Gusti Allah Mantu” dibawah ini. Judulnya saja sudah bikin marah.

“Wis rasah macak ayu ayu, ora ayu yo payu. Nek ra ayu, yo, raup diniati wudhu. Nek ora ana banyu yo nganggo uyuhku. Banyu uyuhku padha sucine karo banyu wudhu.”(Tidak usah bersolek cantik-cantik.Tidak cantik juga akan laku. Kalau tidak laku ya cuci muka dengan niat wudu. Kalau tidak ada air ya pakai air kencingku. Air kencingku sama sucinya dengan air wudu).

Ludruk itu dipentaskan di Kediri, Jawa Timur, menjelang meletusnya peristiwa G30S PKI.

Ada lagi lakon ludruk “Gusti Allah Mboten Sare”. Ada dialog seperti ini. “La, piye, Gusti Allah yo mboten sare. Ora duwe bantal lan klasa. Piye turue.” (La, gimana, Gus Allah ya tidak tidur. Gak punya bantal dan tikar. Bagaimana tidurnya?).

Lakon ludruk (Jawa Timur), ketoprak (Jawa Tengah), dan sandiwara (Jawa Barat) saat itu, ketika PKI sedang berada di atas angin karena mendapat “dukungan” elit politik dan oknum-oknum militer, memang narasinya aneh-aneh.

Ada lakon dengan judul “Patine Gusti Allah”, “Gusti Allah Dadi Manten”, “Malaikat Kawin”, dan lain-lain, yang membuat orang Islam marah.

Ludruk dengan lakon “Patine Gusti Allah”, yang sedang pentas di Jombang, misalnya, pernah membuat seorang anggota Banser marah besar. Panggungnya diobrak-abrik dan dihancurkan. Ludruk pun batal manggung. Orang-orang Islam jelas marah. Tapi tak bisa berbuat banyak.

Lakon “Patine Gusti Allah” imenjadi satu menjadi salah satu judul pementasan ludruk dan ketoprak paling favorit dan sering dipertontonkan di masyarakat — meski sangat dibenci umat Islam.

Anggota dan simpatisan PKI dtangkap TNI dan rakyat. Namun mereka tidak ada kapok-kapoknya.

Lekra

Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), salah satu organisasi sayap seni budaya milik PKI, saat itu sangat kuat dan merajalela. Lekra mengkoordinir grup-grup ludruk, ketoprak, drama, dan sandiwara untuk mementaskan kesenian yang bernuansa paham PKI.Lekra yang berdiri 17 Agustus 1950 di Jakarta.

Ia menjelma jadi organ kesenian dan kebudayaan PKI yang sangat radikal, ekspansionis, dan ekstrim. Sulit membayangkan ada sebuah lembaga kebudayaan yang demikian berkuasa di dunia seperti Lekra. Kenapa? Karena Lekra hakikatnya bukan sekadar lembaga kebudayaan. Tapi lembaga politik provokatif yang berselimut kebudayaan.

Lagu mars PKI “Genjer-Genjer” misalnya, menjadi lagu wajib pada setiap upacara politik. Pentas ludruk juga penuh lakon dan adegan untuk menjejalkan paham atheisme.

Penyamaan kesucian air wudhu dengan air kencing pada lakon “Gusti Allah Mantu” tersebut di atas; juga pembangunan patung palu arit setinggi 20 meter di halaman Masjid Agung Bojonegoro — menunjukkan bagaimana masif dan ekstrimnya gerakan Lekra menghancurkan kesadaran relijius bangsa Indonesia.

Lekra mengkoordinir pementasan ketoprak di Jateng dan DIY; serta ludruk di Jatim dengan lakon bertema “atheisme” yang membuat orang-orang beragama meradang. 

Penulis :Budi Puryanto

EDITOR : SETYANEGARA

Related Posts