Tulisan berseri ini diambil dari Novel “SAFARI” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, lihat linknya dibawah tulisan ini. Atau pesan langsung bukunya pada redaksi zonasatunews.com dengan nomor kontak WA: 081216664689
Novel “SAFARI” ini merupakan fiksi murni yang diangkat dari kisah nyata yang dialami sejumlah mahasiswa yang kuliah di luar negri dikombinasi dengan pengalaman pribadi penulisnya. Seorang mahasiswa yang memiliki semangat tinggi untuk menuntut ilmu di negara maju, ditopang oleh idealisme berusaha memahami rahasia kemajuan negara lain yang diharapkan akan berguna bagi bangsa dan negaranya saat kembali ke tanah air.
Karya: Muhammad Najib
Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

Cover Novel “SAFARI” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store. Ikuti linknya dibawah.
SERI-29
Seperti biasanya, seusai shalat Subuh aku membaca satu jus Al-Qur’an, lalu membuka komputer untuk melihat berita dari berbagai media online termasuk dari media di Tanahair. Biasanya Aku langsung membuka Rmol.com, Inilah.com, Zonasatu.com, kemudian media online lain. Setelah puas, Aku mengecek email yang masuk, dan menjawab bagi yang perlu dijawab. Kopi susu hangat kesukaanku terasa lebih nyaman di pagi yang dingin. Baru saja Aku selesai menyeruputnya, tiba-tiba Aku mendengar seseorang mengetuk pintu, diikuti ucapan,
“Assalamu’alaikum”.
“Waalaikum salam”, jawabku sambil meletakan cangkir ke meja.
Tidak seperti biasa, Azam datang pada pagi buta seperti hari itu. Dengan tergopoh-gopoh ia masuk ke ruangan, lalu merebahkan badan ke sofa. Pasti ia sedang menghadapi masalah serius, pikirku. Aku berdiri mendekatinya.
“Ada masalah?”, tanyaku sambil memegang pundaknya.
“Tidak ada”, jawabnya.
“Tadi malam Ana menerima pesan, Ana diminta untuk pulang”, jawabnya.
“Maksud Antum berhenti kuliah?”.
“Na’am”, jawabnya pendek dengan wajah murung.
“Bukankah kini kita hanya menunggu disertasi selesai untuk menyandang gelar doktor?”, komentarku mengingatkan.
“Tapi Ana tidak mungkin menundanya. Ana mendapat tugas”, katanya.
“Tugas dari siapa?”.
“Tugas negara”, jawabnya tegas.
Aku heran, tugas negara macam apa sehingga tidak bisa ditunda sama sekali. Aku menatapnya dengan heran bercampur takjub. Lalu ia memegang kedua pundakku.
“Ya Rafiqi! Ya Indonesi!”, katanya.
“Ana tidak bisa menjelaskannya, tapi pada saatnya Antum akan tahu”.
Teka-teki macam apalagi dari teman satu ini, pikirku. Azam boleh dibilang temanku yang paling dekat di kampus. Bawaannya yang jenaka, ramah dan sangat perhatian terhadapku, menyebabkan Aku benar-benar menghormatinya. Orangnya juga sangat cerdas dan taat menjalankan agama. Hanya satu hal yang Aku gagal memahaminya, yaitu kebiasaannya merahasiakan sesuatu. Dalam banyak hal ia tidak terbuka. Saat Aku penasaran dan berusaha mengejarnya, ia selalu bisa menghindar dengan canda.
“Kalau itu sudah menjadi keputusan, Ana tak berhak untuk menghalanginya”, kataku dengan nada menyerah.
“Ana yakin Antum telah mempertimbangkannya dengan matang”.
Mungkin ia merasakan betapa beratnya Aku untuk melepasnya. Di perantauan, rasanya ia lebih dekat dari pada saudara kandung. Azam lalu berdiri, memelukku dengan pelukan yang kuat sekali. Tidak ada kata-kata
yang keluar dari bibirnya. Punggungku terasa hangat. Ada cairan yang menetes. Rupanya air mata Azam. Aku biarkan ia terus memelukku. Saat melepaskan pelukan, Aku tatap matanya. Ia berusaha menyembunyikan air mata yang menetes.
Dengan senyum yang dipaksakan, lalu ia berkata,
“Bagaimana kalau kita rayakan perpisahan ini?”.
“Harus!”, jawabku dengan antusias.
“Ada usul? Di mana bagusnya?”.
Otakku berputar cepat.
“Di mana lagi, kalau bukan di tempat biasa kita mangkal”, jawabku.
“Maksudnya di Restoran Istambul?”.
“Ya, sekalian perpisahan dengan si Mustafa”.
“Oke, Ana setuju. Tapi Ana juga punya usul”.
“Apa itu?”.
“Bolehkan kalau Ana juga mengundang Nurul?”.
“Boleh aja!”, kataku sambil meninju perutnya.
Azam tertawa terbahak-bahak sambil pergi meninggalkanku. Hatiku terus bertanya-tanya. Tugas negara macam apa sehingga ia rela meninggalkan bangku kuliahnya. Padahal gelar doktor tinggal selangkah lagi ada di tangan.
Baca Juga:
- Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-26): Mudik ke Bali
- Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-27): Menginjak Gedung Putih
- Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-28): Mengunjungi Ghetto
Aku datang ke Restoran Istambul sesuai dengan waktu yang ia kirimkan lewat WA. Rupanya Azam sudah lebih dulu ada disitu. Mustafa sibuk membakar SIS kebab-nya.
“Tumben pesanan istimewa”, komentarnya.
Aku tidak tahu, apa alasan yang dipakai Azam pada Mustafa saat memesannya. Yang kutangkap dari pernyataannya, jelas Azam tidak memberitahu bahwa ini acara perpisahan.
“Assalamu ‘alaikum!”.
“Waalaikum salam!”, jawab Azam sambil menyongsongku.
Lalu ia menjabat tanganku, menempelkan pipi Kiri dan Kanan secara bergantian ke pipiku. Lalu memersilahkanku dengan isyarat tangannya. Kami mengambil tempat duduk bersebelahan. Dalam hati, Aku terus bertanya-tanya, apakah ia serius ketika mengatakan akan mengundang Nurul. Jangan-jangan ia cuma ingin menggodaku saja. Aku jelas tidak mungkin menanyakannya. Kalau ia sampai tahu apa yang Aku pikirkan, pasti dia menjadikannya amunisi untuk menembakku. Aku berusaha untuk membicarakan masalah-masalah lain, walaupun hatiku terus-menerus mengharapkan kehadirannya.
“Assalamu ‘alaikum!”, terdengar salam dari seorang perempuan.
Aku menoleh. Subhanallah! Rupanya Nurul benar-benar datang. Ia datang bersama seorang mahasiswi yang juga sering Aku lihat di pengajian. Azam memersilahkannya duduk di sebelahku. Debar jantungku terasa semakin kuat. Aku berusaha mengatasinya dengan mengatur nafas. Aku berusaha menutupi jangan sampai tampak salah tingkah. Aku juga menghindar untuk berbicara banyak. Kebetulan Azam banyak mengambil inisiatif dalam berbicara.
Sis kebab, shawarma dan roti disajikan. Kami menyantapnya dengan perlahan. Nurul juga tampak lebih banyak menundukan kepala. Hanya sekali-sekali ia berkomentar. Tampaknya masing-masing berusaha menjaga diri.
“Sebentar lagi Aku akan meninggalkan kalian”, kata Azam sambil tetap mengunyah pelan shawarma kesukaannya.
“Aku berharap kalian tetap dekat dan kompak”, katanya lagi.
Nurul tampak semakin menundukkan kepalanya. Tampaknya ia merasakan, ucapan Azam itu ditujukan kepada kami.
“Aku juga mohon maaf, sekiranya ada hal-hal yang kurang berkenan yang Aku lakukan selama ini. Harapanku, kegiatan-kegiatan di Mushala tetap semarak!”.
Kami semua tidak ada yang berkomentar. Suasana sedih tampaknya mulai menyelimuti hati kami. Saat-saat seperti itu, rasanya kami lebih banyak berkomunikasi dengan hati. Tidak banyak kata atau kalimat yang terucap. Aku menanyakan pada Azam, jam berapa dan dengan pesawat apa ia akan meninggalkan Berlin? Ia mengelak untuk menjawab.
“Sudahlah”, katanya.
“Aku tidak ingin merepotkan kalian. Lebih baik gunakan waktu untuk belajar”, jawabnya dengan nada menasehati.
Mungkinkah ia akan pergi bersama seseorang yang kami tidak boleh ketahui. Atau mungkin juga ada alasan lain yang kami tak boleh mengetahuinya.
“Kalau tugas Antum sudah selesai, Ana berharap Antum kembali ke kampus untuk menuntaskan studi!”, kataku mengingatkan pentingnya menuntaskan studinya.
“Bagi kami bangsa dan negara Palestina, jangankan cuma sekolah, nyawa pun kalau diperlukan untuk sebuah perjuangan akan kami berikan”, katanya mengakhiri.
Lalu ia memelukku erat sekali lagi. Lalu pergi meninggalkan kami yang masih terpaku. Aku dan Nurul memandanginya terus-menerus seakan tidak percaya dengan apa yang sedang kami alami. Ia sama sekali tidak menoleh, hanya tangannya dilambaikan sambil mengucapkan, “Ilalliqa!”.
“Ma’a salamah”, jawabku pelan yang tentu tidak dia dengar lagi.
Rasanya waktu berjalan cepat sekali. Sepeninggal Azam Aku betul-betul merasa kesepian, Apalagi kini Aku sudah jarang ke Berlin, setelah serah-terima jabatan sebagai Ketua PPIA yang telah habis periodenya. Karena itu, Aku curahkan sepenuhnya perhatianku pada pelajaran. Hari-hariku habis di perpustakaan, atau di depan komputer yang berdiri di meja belajar. Saat lelah, Aku hidupkan TV sekadar untuk refreshing. CNN, BBC dan Aljazeera merupakan langgananku.
Secara tidak sengaja, saat Aljazeera memberitakan bagaimana Perdana Mentri Palestina Ismail Haniye berjuang mengatasi boikot Dunia Barat, tampak orang yang mirip dengan Azam berdiri di belakangnya. Mungkinkah dia Azam temanku? Aku bertanya kepada diri sendiri. Dibanding CNN atau BBC, Aljazeera paling rajin memberitakan perkembangan mutakhir di Palestina. Karena itu, Aku hanya membuka channel Aljazeera saat ini, dengan harapan bisa melihat kembali wajah orang yang mirip Azam itu.
“Walaupun Hamas berhasil meraih kekuasaan melalui pemilu yang demokratis di Palestina, negara-negara Barat tetap tidak mau mengakuinya. Bahkan Amerika memasukkannya dalam daftar organisasi teroris. Tantangan yang dihadapi Haniye semakin berat, karena Fatah, saingan utama Hamas, tidak mau ikut dalam kabinet yang akan disusunnya”, demikian pembaca berita Aljazeera memulai.
Aku menoleh ke arah TV. Kutinggalkan komputer di meja belajarku. Kuambil remote untuk memperbesar suaranya, sambil merebahkan badan ke sofa. Wajah Ismail Haniye, sang Perdana Mentri, muncul di layar. Ia menerima utusan khusus Uni Eropa. Hampir saja Aku melompat ketika melihat orang mirip Azam mengambil posisi di antara keduanya. Aku melihatnya dengan jelas. Saat ia bergerak hendak duduk, gerakannya jelas sekali sangat Aku kenal.
“Oh, Azam Al Balawi sahabatku! Rupanya ini yang kau maksud dengan tugas negara. Semuanya tersingkap kini. Rupanya kamu salah seorang aktivis Hamas. Semoga kamu sukses dengan tugasmu!” Pikiranku terus bergerak.
Perasaanku jadi lega karena berbagai teka-teki yang ia berikan selama ini terjawab sudah. Perasaan gembira, karena kini ia mendapatkan kepercayaan bangsa dan negaranya dengan posisi sangat terhormat, dan harapan semoga ia sukses, berbaur menjadi satu.
“Semoga Palestina merdeka yang diperjuangkan puluhan tahun dan telah menelan ratusan ribu nyawa, serta jutaan orang terusir dari tanah airnya, segera terwujud”, doaku spontan sambal merebahkan badan ke tempat tidur.
(Bersambung…..)
Serial Novel ini akan segera berakhir dalam beberapa edisi lagi.
Berikutnya akan dimuat Serial Buku yang tidak kalah menariknya: “RIHLAH PERADABAN Perjalanan Penuh Makna di Turki dan Spanyol”.
Buku ini ditulis oleh Biyanto, Syamsudin, dan Siti Agustini, aktivis PWM Jawa Timur dalam melakukan perjalanan ke Turki dan Spanyol
EDITOR: REYNA
Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:
Judul Novel: Di Beranda Istana Alhambra https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ Judul Novel: Safari https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ Judul Novel: Bersujud Diatas Bara https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ![]()
Related Posts
Api di Ujung Agustus (Seri 34) – Gelombang Balik
Api di Ujung Agustus (Seri 33) – Pengkhianat Didalam Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 31) – Bayangan Kudeta Makin Nyata
Api di Ujung Agustus (Seri 30) – Jejak Jaringan Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Api di Ujung Agustus (Seri 26) – Bayangan Dalam Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 25) – Garuda Hitam Membara
Api di Ujung Agustus (Seri 24) – Kartu As Gema
viewSeptember 14, 2023 at 9:42 pm
… [Trackback]
[…] Read More Information here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-29-air-mata-perpisahan/ […]
เว็บบอล AutoDecember 8, 2023 at 10:09 am
… [Trackback]
[…] Read More Information here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-29-air-mata-perpisahan/ […]
superkaya88December 11, 2023 at 3:36 pm
… [Trackback]
[…] Find More on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-29-air-mata-perpisahan/ […]
devops consultingDecember 14, 2023 at 1:28 am
… [Trackback]
[…] Find More Info here on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-29-air-mata-perpisahan/ […]
blote tietenFebruary 13, 2024 at 12:57 am
… [Trackback]
[…] Here you can find 3368 additional Info on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-29-air-mata-perpisahan/ […]
Public Health Degree in AfricaMay 11, 2024 at 10:11 am
… [Trackback]
[…] Read More here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-29-air-mata-perpisahan/ […]
สติ๊กเกอร์ติดของชำร่วย งานฌาปนกิจMay 16, 2024 at 6:05 am
… [Trackback]
[…] There you will find 59456 more Info to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-29-air-mata-perpisahan/ […]
แทงบอลMay 24, 2024 at 5:46 am
… [Trackback]
[…] Here you can find 78897 additional Info on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-29-air-mata-perpisahan/ […]
dul togelSeptember 13, 2024 at 10:16 pm
… [Trackback]
[…] Find More Info here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-29-air-mata-perpisahan/ […]
แทงบอลสเต็ปSeptember 15, 2024 at 6:27 am
… [Trackback]
[…] Here you can find 79151 additional Info on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-29-air-mata-perpisahan/ […]
lucabet88September 17, 2024 at 6:25 am
… [Trackback]
[…] Here you can find 39858 additional Information to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-29-air-mata-perpisahan/ […]
Sevink MolenDecember 4, 2024 at 8:35 pm
… [Trackback]
[…] Find More Information here on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-29-air-mata-perpisahan/ […]
live camsDecember 5, 2024 at 7:20 pm
… [Trackback]
[…] Find More to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-29-air-mata-perpisahan/ […]