Tulisan berseri ini diambil dari Novel “SAFARI” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, lihat linknya dibawah tulisan ini. Atau pesan langsung bukunya pada redaksi zonasatunews.com dengan nomor kontak WA: 081216664689
Novel “SAFARI” ini merupakan fiksi murni yang diangkat dari kisah nyata yang dialami sejumlah mahasiswa yang kuliah di luar negri dikombinasi dengan pengalaman pribadi penulisnya. Seorang mahasiswa yang memiliki semangat tinggi untuk menuntut ilmu di negara maju, ditopang oleh idealisme berusaha memahami rahasia kemajuan negara lain yang diharapkan akan berguna bagi bangsa dan negaranya saat kembali ke tanah air.
Karya: Muhammad Najib
Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

Cover Novel “SAFARI” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store. Ikuti linknya dibawah.
Kongres PPI
Sebelum masuk kelas dan sambil menunggu kuliah, biasanya Aku melihat pengumuman yang ditempel padapapan pengumuman atau ke perpustakaan. Suatu hari,saat melihat pengumuman, seorang mahasiswa Jerman teman sekelasku yang berdiri di sebelahku nyeletuk dengan nada menggoda, “Wah dapat kiriman nih ye…! Bagi-bagi dong”.Aku diam saja. Aku pikir dia hanya bercanda. Maklum Aku tidak pernah memerhatikan pengumuman nama-nama mahasiswa yang mendapat kiriman. Setelah ia pergi, Aku kemudian menggeser ke Kanan untuk melihat daftar nama mahasiswa yang mendapat kiriman, baik yang berupa barang maupun surat. Aku lihat memang ada pesan untukku. Kiriman apa gerangan dan dari siapa, Aku belumtahu. Tidak pernah Aku menerima kiriman sebelumnya.Karena penasaran dan dari pada nanti mengganggu konsentrasiku mengikuti kuliah, maka kuputuskan untuk langsung menuju kantor sekretariat Fakultas untuk mengambilnya.Ternyata kiriman itu hanya surat undangan dari PPI. Isinya undangan untuk menghadiri Kongres.
Organisasi ini semacam gabungan antara OSIS dan Dewan Mahasiswa di Tanah Air. Ia terdapat hampir di setiap negara yang memiliki pelajar atau mahasiswa Indonesia. Kantornya biasanya berkedudukan di KBRI atau di Konsulat Jendral. Organisasi ini juga digunakan oleh pihak KBRI untuk membantu hal-hal yang terkait dengan siswa atau mahasiswa. Juga kalau ada beberapa undangan resmi dari pemerintah setempat untuk pelajar atau mahasiswa,pihak KBRI selalu menyerahkannya kepada PPI.
Acara diadakan pada hari Sabtu dan Minggu, karena hari itu merupakan hari libur resmi. Hari Jumat pekan itu kebetulan kosong kuliah, maka kuputuskan untuk berangkat Jumat pagi. Aku berpikir agar bisa shalat Jumat bareng orang Indonesia. Maklum selama ini Aku selalu shalat Jumat di Kampus.
Aku naik ke Aula KBRI di lantai dua yang diubah menjadi tempat shalat Jumat. Ruangannya cukup luas dannyaman. Selain karpetnya bagus, juga dilengkapi heater(pemanas ruangan). Sehingga dinginnya udara luar yang cukup menyiksa, khususnya bagi mereka yang berasal dari daerah tropis seperti Indonesia, dapat dikurangi.
Karena datang agak awal, Aku mendapat tempat dudukdi baris pertama. Sesudah shalat sunah, Aku berzikirsambil menunggu khatib naik mimbar. Seorang yang menggunakan baju koko putih bersih, kopiah hitam dikepala, dikawal oleh seorang ajudan, mengambil tempat duduk persis di dekat mimbar. Berarti hanya sekitar satu meter dari tempat dudukku. Ia melepaskan surban tipisyang semula digantungkan di bahunya untuk diletakkan ditempat sujud. Bau wangi yang segar menyentuh hidungku dari kibasan surbannya. “Wah, pasti minyak wangi mahal”, pikirku.
Ia kemudian melaksanakan shalat sunah dua rakaat.Sementara sang ajudan mengambil tempat duduk persis di belakangnya. Seusai shalat Ia lalu menyalami mereka yang duduk di Kiri dan Kanannya, termasuk Aku. Saat menjabat tanganku, Ia memegangnya dengan sangat erat sembari menatap wajahku dengan senyum di bibirnya.Aku merasa sangat tersanjung dengan perlakuannya itu.Kepalaku terus bertanya-tanya siapa gerangan orang ini.Khatib naik mimbar, memulai khotbah dengan ucapan salam.
Sebelum naik mimbar, sang khatib diperkenalkan sebagai Atase Pendidikan KBRI di Berlin. Khotbah disampaikan dalam bahasa Indonesia. Jamaah sebagian besar orang Indonesia. Mereka mayoritas staf KBRI, ditambah beberapa pengusaha dan professional Indonesia, serta mahasiswa yang jumlah keseluruhannya sekitar 75 orang.
Aku merasa seperti di Tanah Air. Usai shalat orang-orang maju menyalami sang pejabat yang duduk persis disebelahku. Dari orang-orang itu Aku jadi tahu, rupanya dia Pak Ramli, Dubes Indonesia untuk Jerman. Ia dikenal sebagai aktivis ICMI. Orang-orang berspekulasi, dia ditempatkan di Jerman salah satunya karena cukup dekat dengan mantan Presiden Habibie. Pak Habibie sangat disegani di Jerman. Ia bisa berhubungan dengan mudah dengan para pejabat setempat. Bahkan,dia mendapat predikat sebagai warga kehormatan.
Usai shalat kami makan siang bersama. Ada sayur lodeh, dan tempe goreng dengan kerupuk udang. Aku makan lahap sekali. Para pengurus dan panitia kongres sebagian berkumpul di situ. Aku memperkenalkan diri pada mereka satu persatu. Pak Dubes dan para pejabat KBRI duduk lesehan sambil menyantap makan siang. Mereka asyik mengobrol, entah apa yang dibicarakan, sementara kami para mahasiswa berkumpul di pojok ruangan yang lain.
Setelah satu persatu teman Pak Dubes meninggalkan ruangan, melalui ajudan Pak Dubes memanggil Ikhsan, ketua PPI yang sekaligus juga penanggung jawab Kongres.
“Ayo-ayo, kita lapor pada Pak Dubes”, katanya mengajak para pengurus PPI, termasuk Aku.
“Bagaimana persiapan acara besok?”, tanya Pak Dubes memulai pembicaraan.
“Alhamdulillah, nggak ada masalah”, jawab Ikhsan.
“Bagaimana masalah konsumsi dan akomodasinya?”, tanya Pak Dubes lagi, tampak menyelidik.
“Konsumsi sudah disiapkan oleh katering KBRI yang sudah menjadi langganan kami. Peserta dari dalam kota menginap di tempatnya masing-masing. Hanya peserta dari luar kota yang kami inapkan di Wisma KBRI”.
“Apakah tempat penginapan di wisma cukup?”, tanya PakDubes, tampak ragu.
“Alternatif terburuk kalau sampai kurang, Saya sudah ngomong ke beberapa staf KBRI yang rumahnya agak besar. Mereka bersedia menampung peserta”.
“Alhamdulillah”.
“Saya sudah mengenal Anda berempat. Kalau Anda siapa?” kata Pak Dubes kemudian. Pandangannya mengarahpadaku.
“Saya Amil, Pak. Dari Aachen,” jawabku memperkenal kandiri.
“Oh. Ide-idemu sangat menarik. Saya mengikutinya,” katanya.Aku tidak menyangka kalau Pak Dubes mengikuti mailinglist yang dibuat oleh pengurus PPI sebagai sarana komunikasi, sekaligus sarana informasi. Mereka juga suka menggunakan mailing list untuk sumbang gagasan, termasuk komentar terhadap isu-isu mutakhir baik diTanah Air maupun isu-isu global.
Aku bermalam di Wisma KBRI, ditempatkan di salah satu ruang tamu. Malam itu baru Aku tahu kalau peserta lain belum pada datang. Karena itu, Aku ikut teman-teman Panitia. Selain ikut membantu persiapan Kongres, Aku juga tidak ingin sendirian di rumah. Seusai mempersiapkan kursi, sound system dan perlengkapan lain, Aku diantar Ikhsan untuk menikmati keindahan kota Berlin di waktu malam. Kami mengunjungi Branderburg Gate atau Gerbang Branderburg yang menjadi ikon kota Berlin. Gerbang ini berupa enam pilarkokoh yang di sisi Kiri dan Kanannya ada bangunan seperti pos penjagaan. Di bagian atasnya berdiri dengan gagahnya patung seorang kesatria yang memacu empat ekor kuda yang sedang berlari menarik kereta kencana. Berbagai pahatan yang menghiasi bagian-bagian luardindingnya tampak indah sekali disorot lampu malam.
Tidak jauh dari tempat itu terdapat gedung Kedutaan Rusia yang sangat besar dan megah. Kami bergerak ke arah berlawanan di atas trotoar di pinggir jalan yang sangat lebar. Saat menyeberang, Aku menatap sebuah patung Tentara Rusia, berdiri gagah memanggul senjata. Aku sangat menyukai bentuknya. Mungkin dibuat untuk mengingatkan pendudukan Uni Soviet atas kota ini. Kami terus bergerak di bawah rimbunan pohon ke arah kanan.
“Tempat ini bernama The Platz der Republik. Sebuah taman yang menjadi pusat Kota Berlin. Tempat ini dulu dibelah dua. Sebagian masuk Jerman Timur, sisanyaJerman Barat”, kata Ikhsan sambil menunjuk garis batas dilantai yang ditandai dengan batu.
Kami sampai di sebuah taman berbentuk lingkaran, ditengahnya terdapat tugu jangkung berbentuk lingkaran dengan patung manusia bersayap berwarna emas dibagian puncaknya. Tampaknya bagian ini merupakan sentral taman yang sangat luas di pusat kota Berlin.
Pada acara pembukaan Kongres PPI yang hadir tidak lebih dari empat puluh orang, walaupun yang diundang sekitar dua kali lipatnya. Ketika Aku tanyakan pada pengurusPPI, mereka mengatakan memang sekitar itulah yang mau peduli, yang lainnya hanya memikirkan studi atau malah hanya happy-happy selama berada di Eropa.
PakDubes memberikan sambutan yang isinya seperti pada umumnya pidato pejabat. Yang menarik hanya bagian ujung pidatonya. Pak Dubes mengatakan, “Kini negara kita sedang menghadapi krisis ekonomi yang berkepanjangan. Krisis politik tampaknya sudah mulai menemukan bentuknya, sementara penegakkan hukum masih terseok-seok. Sebelum masalah low inforcment ini terselesaikan, ekonomi kita akan sulit bangkit. Saudara-saudara sebagai generasi muda atau generasi penerus, cepat atau lambat akan mengambil alih tugas kami. Karena itu, gunakan waktu belajar sebaik-baiknya, sehingga saat mendapat tugas dari negara, saudara betul-betul siap menunaikannya”.
Nasihat Pak Dubes terus terngiang di telingaku. Walaupun Ia tidak menyinggung atau memang sengajar tidak mau menyinggung wajah buruk kita di mata internasional. Dinegeri ini Aku tersadarkan bahwa sebagai sebuah bangsa kita tidak terlalu diperhitungkan dalam forum-forum internasional. Artinya, keberadaan kita tidak melengkapi,dan ketidakhadiran kita tidak mengurangi. Aku berpikir apa yang bisa Aku sumbangkan untuk negeriku dan bagaimana Aku harus melakukannya.
Rapat-rapat dilanjutkan dengan menyusun agenda dua tahun ke depan. Masa bakti pengurus adalah dua tahun, berarti setiap dua tahun juga dipilih pengurus baru.Dimulailah proses pencalonan. Pertama, dimunculkan nama Surya Darma, yang sebelumnya menjabat sekretaris. Kemudian Hasan Sadikin, mahasiswa senior dari Free University of Berlin, jurusan ilmu politik. Terakhir disebut namaku, Amil Mujahid. Aku kaget setengah mati, karena Aku tidak pernah dihubungi sebelumnya, sehingga samasekali tidak menyiapkan diri.
Aku tidak siap mental, apalagi konsep. Aku juga tergolong paling yunior dibanding kandidat lain. Kepada beberapa kawan Aku utarakan terus-terang akan ketidaksiapanku, apalagi domisiliku diluar kota.Tapi para peserta tak setuju alasan penolakanku.
“Yah sudahlah Aku jalani aja”, pikirku.
Dalam waktu setengah jam Aku mencoba untuk menyusun kerangka pidato pengantar. Aku merasa sangat grogi karena sebelumnya Aku tidak pernah mengikuti organisasi secara serius. Saat mahasiswa Aku hanya rajin mengikuti aktivitas di Masjid Salman ITB Bandung. Ke masjid hanya untuk mengaji,mendengar ceramah atau mengajar baca Al-Qur’an untuk anak-anak SMA dengan metode baru yang praktis.
Aku menyampaikan program sebisanya. Ada tiga hal yang Aku sampaikan. Pertama, perlunya kita ikut memikirkan nasib bangsa yang kini sedang memasuki masa transisi,yaitu mengimplementasikan sistem demokrasi yang sebenarnya. Tentu tidak mudah, kalau gagal akan semakin terpuruk dan akan melahirkan diktator baru. Tapi kalau sukses, maka bangsa kita akan mempunyai peluang untuk menjadi bangsa besar, karena dibangun dengan pondasi yang kokoh.
Kedua, bangsa kita adalah bangsa Muslim terbesar didunia, karena itu suka atau tidak, kita ikut menentukan wajah dunia Islam. Karena itu, kita harus berperan aktif dalam berbagai kegiatan mahasiswa internasional khususnya yang diadakan di Eropa.
Dan, ketiga, kita harus memikirkan dan membantu para mahasiswa Indonesia yang sedang studi, tidak saja yang studi di Jerman tapi di seluruh Eropa. Syukur-syukur kalau kita bisa membantu meningkatkan beasiswa bagi mahasiswa Indonesia.
Aku terinspirasi ide ini saat mengetahui jumlah mahasiswa Malaysia di Jerman lima kali lipat jumlah mahasiswa Indonesia. Padahal, penduduk Indonesia hampir sepuluh kali lipat penduduk Malaysia. Seharusnya kalau berdasarkan jumlah penduduk, jumlah mahasiswa Malaysia sepersepuluh mahasiswa Indonesia.
Usai berpidato Aku mendapat tepukan tangan yang paling bergemuruh. Aku heran dan tidak mengerti bagian mana dari pidatoku yang menarik. Saat pemilihan ternyata namaku yang memperoleh suara terbanyak, walaupun selisihnya tidak besar. Teman-teman menyalamiku satu persatu, bahkan sebagian memeluk dan menciumku.
Prosesnya sangat demokratis. Selesai pemilihan mereka menghormati yang menang. Aku sangat gembira, karena kini Aku menyadari punya bakat berpidato. Aku juga berpikir jangan-jangan Aku ini punya bakat berorganisasi dan memimpin yang selama ini tidak Aku sadari.Malamnya, Aku dan Ikhsan mendapat undangan dinner dari Pak Dubes di rumahnya. Ikhsan membisikiku, “Anda perlu berterima kasih kepada beliau”.
“Maksudnya?”, tanyaku tidak mengerti.
“Beliau meminta Saya dan beberapa mahasiswa senior mendukung Anda”.
Aku baru mengerti. Rupanya Ia mempunyai peran besar.“Inikah politik?”, pikirku.
“Selamat! Semoga Anda sukses memimpin PPI”, kata Pak Dubes sembari menjabat tanganku.
“Terima kasih atas kepercayaannya. Semoga Saya bisa menunaikan amanat yang diberikan”, jawabku dengansikap merendah.Saat itu Pak Dubes ditemani Bu Dubes. “Bu Atik”, demikian biasanya Ikhsan menyebutnya.
Baca Juga:
- Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-2): Celana Monyet Dan Penguin Kecil
- Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-3): Air Mata Untuk Sang Saka
Kami diterima dengan cara yang sangat resmi. Jamuan makan diberikan seperti menerima pejabat negara. Beliau memperlakukan Kami seperti tamu resmi. Dua orang pelayan dengan pakaian resmi selalu berdiri dengan sigap,siap melayani. Mereka memakaikan pelindung pakaian berupa lap putih lebar yang digantungkan di leherku. Dua orang pelayan itu menyuguhkan makanan secara bergantian. Dimulai dengan makanan pembuka. Piring kecil yang kotor diganti dengan piring baru yang lebihbesar. Nasi dituangkan ke piringku oleh pelayan itu. Merekajuga menawarkan lauk satu-persatu, lalu meletakkannya dipiringku. Caranya juga santun sekali. Inilah kali pertama Aku mendapat kehormatan seperti ini.
Kelebat merpati putih Ketika asyik menikmati suguhan yang luar biasa lezatnya,Aku melihat seorang gadis berpakaian tidur berkelebat di koridor bagian belakang bagai merpati putih yang terbang tinggi kemudian ditelan awan putih di langit yang Biru. Aku mencoba mengusap mataku, khawatir kalua-kalau Aku sedang berhalusinasi. Walaupun cahaya di bagian belakang rumah itu tidak terlalu terang karena hanya mengandalkan sinar dari pantulan lampu yang ditempel pada dinding. Sambil ngobrol Aku mencoba mengalihkan focus pandangan dengan harapan dapa tmelihatnya kembali. Beberapa saat kemudian bayangan itu berkelebat kembali dengan arah yang berlawanan. Kini Aku yakin bahwa apa yang Aku lihat benar adanya.Walaupun bergerak cukup cepat Aku sempat melihat kulitnya putih langsat. Badannya tinggi semampai.Rambutnya dibiarkan tergerai sebahu. Yang sangat mengganggu, Ia menggunakan celana longgar yang ujung bawahnya di atas lutut dengan bahan satin tipis warna merah jambu sehingga tampak jelas lekuk tubuhnya.
Darah mudaku berdesir kencang. Tapi Aku sedapat mungkin menyembunyikan perasaanku agar tak tampak di depan tuan rumah. Bagiku menatap pemandangan seperti itu adalah tidak sopan dan dosa. Aku pura-pura tidak melihatnya. Aku mencoba mengalihkan perhatianku pada nikmatnya masakan yang disuguhkan. Saat ngobrol berikutnya Aku memanfaatkan kesempatan untuk mencaritahu agar saat pulang nanti tidak penasaran.
“Ibu punya anak berapa”, tanyaku saat menjelang peluang.
“Tiga. Yang besar cowok, baru saja menyelesaikan studinya di Fakultas Kedokteran UI, sekarang sedang praktik di rumah sakit Cipto, Jakarta. Yang kedua, Vera sedang menyelesaikan kuliahnya di sini. Dan yang terakhir Nina, kini masih SMA, ikut neneknya di Jakarta. Kalau libursering ke sini”.
Alhamdulillah, kini Aku sudah tahu nama gadis itu. Aku terus mengobrol dengan Ibu Dubes, sementara Ikhsan dengan Pak Dubes. Menjelang tidur ada WA masuk, “Selamat ya. Semoga sukses jadi ketua PPI. Dari Vera”.
Aku kaget setengah mati membacanya. Dari siapa Ia tahu nomor HP-ku.Mungkin dari Ikhsan, mungkin juga dari Bapaknya. Karena Pak Ramli sempat menanyakan nomor ponselku saat berbincang sesudah makan malam tadi. Saat itu beliau juga memberikan tiket kereta berlangganan kepadaku.Bentuknya mirip kartu kredit, sehingga kemana saja Aku pergi naik kereta di Jerman, tinggal menempelkan tiket plastik itu, nanti tagihannya langsung dikirim ke Kedutaan.
Sejak usai makan malam itu, wajah dan lekuk tubuh Vera selalu muncul mengganggu. Aku tidak dapat memungkiri kekaguman spontanku padanya, apalagi saat Aku lihat Dia sama sekali tidak dandan. Penampilannya apa adanya. Ah, Aku tidak boleh terburu-buru, jangan-jangan bertepuk sebelah tangan. Selain itu, juga hati kecilku selalu mengingatkan, bahwa tugasku di sini untuk belajar.Konsentrasiku tidak boleh terpecah oleh apa pun. Aku teringat Ibu di kampung, juga Ayahku yang masih ditahan.Ah, Aku tidak sebanding. Aku tidak mau bagai pungguk merindukan bulan. Lupakan saja! Aku putuskan untuk tidak membalas WA-nya.
(Bersambung…..)
EDITOR: REYNA
Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:
Judul Novel: Di Beranda Istana Alhambra https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ Judul Novel: Safari https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ Judul Novel: Bersujud Diatas Bara https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ
Related Posts
Api di Ujung Agustus (Seri 30) – Jejak Jaringan Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Api di Ujung Agustus (Seri 26) – Bayangan Dalam Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 25) – Garuda Hitam Membara
Api di Ujung Agustus (Seri 24) – Kartu As Gema
Api di Ujung Agustus (Seri 23) – Dua Api, Satu Malam
Api di Ujung Agustus (Seri 22) – Duel Senyap di Rumah Sakit
Api di Ujung Agustus (Seri 21) – Baku Hantam di Dua Pintu
หวยหุ้นฮั่งเส็งOctober 4, 2023 at 5:19 am
… [Trackback]
[…] Read More to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-4-konggres-ppi/ […]
superkaya88October 11, 2023 at 8:33 pm
… [Trackback]
[…] Find More Information here on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-4-konggres-ppi/ […]
สถิติ หวย หุ้นอังกฤษ นั้นสำคัญอย่างไรNovember 9, 2023 at 6:23 am
… [Trackback]
[…] Read More Information here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-4-konggres-ppi/ […]
Купуйте cialis в ІнтернетіDecember 16, 2023 at 2:56 am
… [Trackback]
[…] Find More Information here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-4-konggres-ppi/ […]
ระยองซัคเซสFebruary 19, 2024 at 6:56 am
… [Trackback]
[…] Find More on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-4-konggres-ppi/ […]
บอลยูโร 2024March 18, 2024 at 6:22 pm
… [Trackback]
[…] Info to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-4-konggres-ppi/ […]
eduzz site oficialMay 10, 2024 at 3:05 pm
… [Trackback]
[…] Find More Information here on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-4-konggres-ppi/ […]
click nowJuly 2, 2024 at 12:03 am
… [Trackback]
[…] Find More Information here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-4-konggres-ppi/ […]
https://www.snaptube.eco.br/September 18, 2024 at 12:13 am
… [Trackback]
[…] There you can find 4097 more Information on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-4-konggres-ppi/ […]
คาสิโนออนไลน์ สวรรค์168September 24, 2024 at 6:43 am
… [Trackback]
[…] Find More Info here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-4-konggres-ppi/ […]
buy chiappa gunsSeptember 24, 2024 at 7:32 pm
… [Trackback]
[…] Find More Information here on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-4-konggres-ppi/ […]
swan168October 10, 2024 at 9:14 am
… [Trackback]
[…] Read More Information here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-4-konggres-ppi/ […]
car detailingOctober 12, 2024 at 1:25 am
… [Trackback]
[…] Find More here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-4-konggres-ppi/ […]
Sevink MolenDecember 4, 2024 at 7:40 am
… [Trackback]
[…] Read More to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-4-konggres-ppi/ […]
pgslotFebruary 14, 2025 at 1:01 pm
… [Trackback]
[…] Read More on on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-4-konggres-ppi/ […]