NGANJUK – pembangunan pabrik di wilayah desa Begendeng, desa Lumpangkuwik, dan juga desa Dawuhan, Kecamatan Jatikalen, Kabupaten Nganjuk, diduga ada transaksi penjualan tanah limbah “tanah yang berasal dari kupasan”, hal tersebut memicu polemik dikalangan publik.
Bahkan BBM untuk kebutuhan beberapa alat berat tersebut diduga dari BBM bersubsidi. Bila BBM tersebut resmi dari industri maka pihakna harus bisa menunjukkan legalitas (L.O atau DO), juga PPN . Hal tersebut sudah melanggar UU Migas No 22 tahun 2001, dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda 5 milyar.
Berdasarkan pantauan wartawan di lokasi, para pekerja yang melakukan pekerjaan tanpa menggunakan alat pelindung diri (APD) yang memadai seperti helm, sepatu, dan juga rompi.
Kondisi tersebut sangat rawan karena beberapa pekerja berasl dari warga sekitar. Pasalnya, pekerjaan ini sangat memiliki risiko besar terhadap kecelakaan kerja, jika tidak diimbangi dengan prosedur keselamatan kerja dan kurangnya pengawasan.
Disisi lain menurut keterangan beberapa warga masyarakat setempat, ketika diminta keterangan awak media, mereka mengakan bahwa seharusnya pembangunan pabrik tersebut harus transparan kepada warga sekitar.
Kalau memang legalitasnya sudah ada (resmi) harus bisa menunjukan dihadapan warga sekitar atau tokoh masyarakat, bahkan ke aparat penegak hukum setempat.
Dan bila ada kecelakaan kerja dalam proses pembangunan pabrik tersebut, siapa yang harus bertanggung jawab, apakah tidak melibatkan APH setempat?
“Karena fakta di lapangan pekerja tidak ditertipkan untuk memakai APD (Alat Pelindung Diri). Itu kan sudah melanggar K.3,” ungkap warga kepada awak media.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak yang bertanggung jawab terhadap pembangunan pabrik tersebut belum bisa di konfirmasi. Juga belum ada keterangan resmi dari pihak kontraktor atau pimpinan proyek pembangunan pabrik tersebut.
Namun dari keterangan dihimpun media ini, warga berharap agar pihak berwenang segera melakukan evaluasi dan segera bertindak tegas adanya dugaan transaksi penjualan tanah hitam atau limbah. Padahal hal tersebut tidak boleh di perjual belikan tanpa adanya ijin dari dari ESDM.
“Apalagi para pekerja, pembangunan pabrik tidak di lengkapi dengan K.3 (keamanan, keselamatan, Kerja),” kata narasumber di wilayah tersebut, sambil menunjukkan aturan rujukan Undan-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja: Saat ini telah diubah menjadi UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mencakup jaminan kecelakaan kerja.
Dia juga mengingatkan perluna mentaati Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja, yang mengatur standar K3 dalam lingkungan kerja, karena hal tersebut sangat berbahaya bagi pekerja,” pungkasnya (Bas- Tim-Red) – Bersambung..
EDITOR: REYNA
Related Posts

Puisi Tazbir: Sumpah Pemuda

Masjid Al-Aqsa Terancam Roboh akibat Penggalian Bawah Tanah Israel

Komunitas Muslim Berutang Budi Kepada Zohran Mamdani

Edan! Sekdes Terpilih Desa Tirak Ternyata Masih Nyabu

“Bau Amis KKN di Balik Seleksi Perangkat Desa Tirak: Ketika Jabatan Dibeli, Hukum Dikhianati”

Pejabat “P” dan “R” di Tengah Polemik Proyek Whoosh: Aroma Korupsi Besar di Balik Pemilihan China

Miss Invoicing 1.000 Triliun di Era Jokowi: Negara Rugi Lebih 100 Triliun Pajak Tak Masuk Kas

Masyarakat Tolak Hasil Seleksi Perangkat Desa Tirak, Minta Proses Diulang: Terpidana Narkoba Lolos Jadi Sekdes dengan Nilai 90

Setelah Penantian Panjang, Timor-Leste Resmi Anggota Penuh ke-11 ASEAN

Selidiki Kasus Korupsi Ekspor POME, Kejagung Geledah Kantor Bea Cukai





No Responses