Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Saya berdiskusi dengan keponakan saya alumni FE UI yang bertempat tinggal di Jakarta untuk mendapatkan “second opinion” tentang kenapa pilkada di Jakarta begitu penting bagi penguasa dan partai politik padahal status Jakarta sebagai ibukota sebentar lagi bubar dan pindah ke ibukota baru IKN. Keponakan saya berpendapat bahwa Jakarta masih penting sebagai kota metropolitan dengan berbagai fasilitas yang lengkap, sementara IKN masih baru dan kemungkinan banyak pihak yang “enggan” untuk pindah ke IKN dan memilih tetap beraktivitas di Jakarta.
Beberapa pendapat keponakan saya itu hampir sama dengan analisa Kki Siregar, seorang wartawan senior kantor berita CNA Biro Digital Jakarta yang terbit tanggal 17 Mei 2024. Pendapatnya yang dimuat di CNA berjudul “Jakarta governor election to remain high-stakes contest, despite Nusantara taking over as Indonesia’s capital” atau “Pemilihan gubernur Jakarta masih tetap menjadi kontes berisiko tinggi, meskipun Nusantara mengambil alih sebagai ibukota Indonesia”.
Jakarta yang berpenduduk 10,5 juta orang akan bubar status nya sebagai ibukota nanti pada perayaan hari kemerdekaan RI ke 79 di IKN tapi kenapa pemilihan gubernurnya yang akan dselenggarakan pada bulan November 2024 nanti begitu ramai secara politik seakan sama dengan pilpres. Tulisan Kiki Siregar di CNA itu menunjukkan pentingnya pilkada di Jakarta dari perspektif nama-nama calon gubernur dimana diantaranya adalah nama “kelas berat” seperti Anies Baswedan, Ahok, menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati, Ridwan Kamil, Keponakan presiden terpilih Prabowo Subianto yaitu Sara Djojohadikusumo. Total calon gubernur Jakarta itu sekitar 20.
Sekitar 10.000 pegawai negeri sipil diperkirakan akan pindah ke sana pada bulan September, tetapi dijadwalkan akan selesai dalam lima tahap, dengan tahap akhir ditargetkan untuk 2045 ketika Indonesia merayakan seratus tahunnya. Oleh karena itu, Jakarta akan tetap menjadi magnet karena masih akan menjadi pusat ekonomi, bisnis, pendidikan dan melting pot dari berbagai kelompok etnis.
Untuk saat ini, Nusantara tidak dapat menggantikan Jakarta di mata elit politik dan bisnis Indonesia, kata para analis. “Masyarakat mungkin tidak begitu tertarik dengan (pemilihan Jakarta), tetapi ini penting bagi elit (politik),” kata Aditya Perdana, seorang dosen politik dari Universitas Indonesia yang dikutip CNA itu. Jakarta adalah pusat perekonomian negara, katanya. Menurut data pemerintah, ekonomi Indonesia terkonsentrasi di Jawa. Jakarta memiliki produk domestik regional bruto per kapita tertinggi di Indonesia sekitar US$19.000, tujuh kali lipat dari Jawa Tengah, menurut data tahun 2022.
Analis politik Nicky Fahrizal dari lembaga think tank Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menunjukkan asumsi yang lazim di kalangan elit politik: “Siapa pun yang (memenangkan) pemilihan Jakarta dapat menjadi presiden atau wakil presiden berikutnya di republik ini. “Asumsinya sebagian besar berasal dari jalur karier gubernur Jakarta baru-baru ini termasuk Widodo dan Anies, menurutnya. Karena itu Jakarta menurut tulisan di CNA itu akan menjadi “Springboard to higher office” atau batu loncatan untuk meraih posisi lebih tinggi.
Mungkin juga Jakarta nanti menjadi domain nya dinasti pak Jokowi yakni mas Gibran yang terpilih menjadi wakil presiden pada pilpres 2024. Hal ini bisa dilihat dari penjelasannya Mendagri Titio bahwa arah pembangunan Jakarta sebagai kota pusat bisnis ke depan seiring juga dengan konsep pengembangannya yang menjadi kota aglomerasi, yakni pembangunannya yang diikuti dengan pengembangan kota-kota satelit di sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur atau Jabodetabekjur. Pemerintah mengatur nanti ada Dewan Kawasan Aglomerasi yang akan menjadi badan khusus pembangunan Jakarta dan wilayah-wilayah sekitarnya itu akan dipimpin oleh wakil presiden. Konsepnya sama seperti peranan wapres sebagai Ketua Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Papua saat ini dengan tugas harmonisasi, sinkronisasi, serta evaluasi kebijakan pembangunan.
“Jadi ditangani oleh wapres dan ini mirip seperti yang sudah kita lakukan di Papua dibentuk Badan Percepatan Pembangunan Papua yang tugasnya sama, harmonisasi, evaluasi, bukan mengambil alih kewenangan Pemda,” kata Tito,
Akhirnya kita tahu bahwa Pilkada di Jakarta itu bercita rasa Pilpres.
Editor : Reyna
Related Posts

Oligar Hitam Harus Dipenggal Kepalanya

“Whoosh” Cermin Buruknya Duet Kebijakan Luhut–Jokowi

Woosh: Satu dari Banyak Jejak Kejahatan Ekonomi dan Konsitusi Jokowi

Kepala Sekolah SMAN 1 Patianrowo Nganjuk Disinyalir Paksa Murid Ikut Study Tour ke Jogja, Buat Ajang Bisnis

Umat manusia gagal menjaga pemanasan global di bawah 1,5°C, kata Sekjen PBB, desak perubahan arah

Seri Novel “Imperium Tiga Samudra” (4) – Pertemuan di Lisbon

Rudal Nuklir Rusia Yang Baru Jarak Jangkauannya Tidak Terbatas

Misteri Pesta Sabu Perangkat Desa Yang Sunyi di Ngawi: Rizky Diam Membisu Saat Dikonfirmasi

Mantan Aktivis 98 Menilai Restrukturisasi Utang Whoosh Oleh Luhut Janggal

Syahganda: Diplomasi Prabowo Sudah Kelas Dunia, Baru Setahun Tapi Sudah “Superstar”



No Responses