Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara”(Seri-56): Menerima Lamaran

Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara”(Seri-56): Menerima Lamaran
Dr Muhammad Najib, Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

Tulisan berseri ini diambil dari Novel “Bersujud di Atas Bara” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, lihat linknya dibawah tulisan ini.

Novel “Bersujud Ditas Bara” ini merupakan fiksi murni yang diangkat dari kisah nyata, dengan latar belakang Perang Afghanistan tahun 1979- 1989. Pada saat itu, di tingkat global bertarung antara dua super power, Amerika dan sekutunya NATO didukung oleh sejumlah negara Muslim, bertempur melawan Uni Soviet yang didukung Pakta Warsawa. Sementara di medan laga terjadi pertarungan antara Rezim Boneka Afghanistan dukungan Uni Soviet melawan Mujahidin yang didukung oleh Amerika dan sekutunya.

Karya: Muhammad Najib
Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

SERI-56

Malam itu rumah Mujahid tampak lebih terang dari biasanya. Banyak orang lalu-lalang keluar dan masuk rumah itu. Nur nampak sibuk dan lelah, tapi wajahnya cerah dan penuh gairah. Tampak juga Pak Bisri dan Istrinya yang khusus datang dari kampungnya.

“Wah, senengnya sebentar lagi punya mantu, nih!”, sapa menggoda salah seorang tetangga yang baru datang.

“Alhamdulillah, doain, ya..! Semoga semuanya berjalan lancar!”, jawab Nur merendah.

Sebuah sedan Mercy seri E 200 warna hitam mengkilat berhenti di depan rumah Nur. Orang-orang yang berkerumun di situ mengarahkan pandangannya ke arah mobil yang sangat mewah itu. Obrolan mereka terhenti seketika.

“Ooo, Pak Idrus”, celetuk Pak Bisri sambil berdiri yang mengenali pemilik mobil tersebut.

“Mana Ibu?”, tanyanya sambil menoleh ke Kiri dan ke Kanan mencari istrinya. Bu Bisri yang santai tidak jauh dari tempat duduknya segera berdiri.

“Tolong panggil Nur di belakang! Bilang calon besannya sudah datang!”, pinta Pak Bisri. Tamu-tamu yang hadir kemudian memberikan jalan. Bu Bisri nampak menggandeng tangan Suaminya, diikuti Nur di belakangnya.

Pintu depan sebelah Kiri mobil itu terbuka perlahan. Seorang laki-laki bertubuh kekar keluar bergerak cepat ke pintu belakang. Dengan cekatan Ia membukakan pintu belakang mobil itu dengan perlahan sembari membungkukkan badannya penuh hormat. Seorang laki-laki bertubuh tinggi besar, berkulit putih bersih, turun perlahan. Ia mengenakan sarung pelekat Biru, baju Putih kerah sanghai yang dibalut dengan jas Hitam. Di sebelahnya menyusul sang Istri yang memakai baju panjang dengan kerudung Biru muda. Laki-laki itu kemudian mengulurkan tangan Kirinya yang disambut oleh sang Istri. Ia mengangkat tangannya berkali-kali sembari memberi salam kepada mereka yang berkerumun di sekitarnya. Di bawah sorotan kamera dan lampu blitz yang menyala berkali-kali, pasangan ini memasuki pintu depan rumah.

Cover Novel “Bersujud di Atas Bara” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store. Ikuti linknya dibawah

“Selamat datang, Pak Idrus!”, sapa Pak Bisri.

“Waalaikum Salam!”, jawab Pak Idrus.

Pak Idrus merapatkan kedua tangannya ke dada saat berhadapan dengan Bu Bisri. Begitu juga sikap Istrinya saat berhadapan dengan Pak Bisri. Saat Bu Idrus berhadapan dengan Bu Bisri, mereka saling menempelkan pipi Kiri dan pipi Kanan, sembari tetap berjabatan tangan.

“Ini Anak menantu saya”, kata Pak Bisri sambil memberi kesempatan pada Nur untuk bersalaman dengan calon besannya.

Pak Bisri kemudian mempersilahkan Pak Idrus mengambil tempat di ruang bagian depan, dimana tamu laki-laki berkumpul. Sementara Bu Bisri dan Nur membawa Bu Idrus ke bagian belakang, dimana tamutamu perempuan duduk. Ruangan antara tamu laki-laki dan perempuan terpisah, tetapi tidak dibatasi dinding, sehingga mereka satu-sama lain bisa saling menatap dan mendengar pembicaraan. Setelah semua tamu kembali ke tempat duduknya masing-masing, Pak Bisri dengan menggunakan pengeras suara yang hanya terdengar di dalam ruangan itu mulai memberikan sambutan secara formal. Dimulai dengan membaca doa dan puji syukur kepada Allah yang diucapkan dalam bahasa Arab, lalu ucapan selamat datang dan terimakasih kepada yang hadir, diikuti dengan sambutan singkat sebagai tuan rumah. Pak Bisri kemudian menyerahkan mikrofon yang dipegangnya kepada Pak Idrus untuk menyampaikan maksud kedatangannya. Pak Idrus memulai dengan
mengucapkan salam, lalu membaca beberapa doa yang dikutip dari Al-Quran, kemudian menyampaikan maksud kedatangannya, yaitu untuk melamar Sabira binti Mujahid untuk Anak tunggalnya, Firman bin Idrus. Pak Bisri lalu memberi jawaban atas nama keluarga Mujahid.

Setelah prosesi meminang secara formal selesai, Pak Bisri mempersilahkan kepada Pak Idrus dan Bu Idrus menuju kamar calon mempelai wanita. Mereka lalu bergerak diikuti Bu Bisri dan Nur. Di kamar yang dihias khusus dengan bunga-bunga nan semerbak mewangi, seorang dara duduk dengan anggun. Ira dihias dengan make up sederhana, sehingga nampak alami, dipadu dengan kerudung putih yang dibingkai dengan untaian kembang melati. Ira nampak sangat anggun dan lebih cantik dari biasanya. Nur lalu mempersilahkannya untuk menyalami kedua calon mertuanya,

“Ira, ini Ayah dan Ibunya Firman”, katanya memperkenalkan.

Ira lalu berdiri menyalami sang Ayah terlebih dahulu, lalu mencium punggung tangannya. Hal serupa juga dilakukannya kepada Ibu Firman. Bu Idrus membalasnya dengan mencium kedua pipi Ira di bawah sorotan lampu kamera dan blitz yang menyala berkali-kali. Tanpa terasa air mata Nur berlinang menyaksikan peristiwa itu. Pak Bisri kemudian menggandeng tangan Pak Idrus untuk mengajaknya kembali ke depan.

“Apakah Pak Idrus sudah ada usulan, kapan baiknya akad nikah dilaksAnakan?”, tanya Pak Bisri pelan.

“Lebih cepat lebih baik”, jawab Pak Idrus singkat.

“Apakah Pak Bisri ada saran?”, tanya Pak Idrus balik.

“Belum”, jawabnya singkat.

“Kalau begitu Saya ada usul. Kalau Pak Idrus tidak keberatan, Saya akan minta saran Ayahnya Ira”, kata Pak Bisri lagi

“Saya kira itu lebih baik”, jawab Pak Idrus kembali.

“Bapak bermalam di mana?”, tanya Pak Bisri.

“Di Grand Hyatt, Sanur”.

“Sampai kapan?”.

“Saya tidak buru-buru, karena Saya sekalian mengajak ibunya Firman berlibur. Maklum, Pak, sebagai pengusaha, Saya jarang punya waktu untuk berkumpul dengan keluarga lengkap seperti sekarang”.

“Kalau begitu, Insyaallah besok malam Saya datang menemui Bapak dan Ibu”.

Keesokan harinya Pak Bisri didampingi Bu Bisri dan Nur menemui Mujahid di selnya. Ia melaporkan semua proses melamar secara detail, sampai akhirnya pada masalah penetapan waktu pernikahan.

“Apa Kamu ada saran?”, tanya Pak Bisri.

Mujahid tidak menjawab pertanyaan Ayahnya secara langsung, tapi Ia balik melontarkan pertanyaan,

“Siapa saja yang datang?”, dengan nada menyelidik.

Ayahnya kemudian menyebutkan nama tamu yang hadir satu persatu. Wajah Mujahid yang semula agak tegang, berubah rileks. la merasa lega, nama-nama yang disebut Ayahnya beberapa di antaranya sangat terpandang dalam komunitas Islam di kota Denpasar. Beberapa nama yang semula sangat membencinya dan sering mencemoohnya saat memberi ceramah atau pengajian, bahkan menuduhnya sebagai pembuat onar. Dirinya bahkan dianggap sebagai penyebab rusaknya hubungan harmoni antara umat Islam dan Hindu di Bali. Maklum, sejak peristiwa itu, hubungan yang semula baik tiba-tiba menjadi rusak. Orang Bali yang semula sangat ramah dan toleran pada umat Islam, sampai-sampai menyebutnya dengan istilah: nyame selam yang berarti saudara Islam dalam bahasa Bali. Istilah “Nyame Selam” kemudian berubah menjadi “Nak Jawe”, atau “Orang Jawa”, istilah yang mengindikasikan ketidak sukaan. Mereka penuh curiga setiap kali ada pendatang Muslim di lingkungannya. Berbagai peraturan daerah kemudian dibuat untuk membatasi, bahkan mempersulit Umat Islam. Karena itu kehadiran mereka dapat disimpulkan sebagai perubahan sikapnya.

“Kamu belum menjawab pertanyaan Bapak, Nak. Apakah Kamu ada saran?”, tanya Pak Bisri mengulangi.

“Kalau Bapak tidak keberatan, Saya ingin menghadiri pernikahan Ira, sekaligus menjadi wali yang akan menikahkannya”.

“Apakah mungkin untuk mendapatkan ijin keluar dari tahanan?”.

“Insyaallah lima bulan lagi Saya akan bebas”, jawabnya mantap.

“Menurut perhitungan Bapak, bukankah masa tahanan yang harus Kamu jalani masih beberapa tahun lagi ?”.

“Bapak mungkin belum tahu, bahwa setiap tahun saat peringatan hari kemerdekaan ada yang disebut remisi, semacam hadiah berupa pemotongan masa tahanan. Bahkan, bagi mereka yang dianggap berperilaku baik akan mendapat potongan tambahan”.

Pak Bisri tersentak kaget, “Alhamdulillah. Sungguh Allah maha pemurah”, katanya sambil menengadahkan kedua tangannya.

“Saya akan berusaha meyakinkan Pak Idrus agar Ia tidak tergesa-gesa dan bisa menerima harapanmu”, kata Pak Bisri mengakhiri.

Malam harinya, sesudah shalat Isya, Pak Bisri didampingi Bu Bisri dan Nur, dengan mobil Kijang meluncur menuju kawasan wisata Sanur, tempat Pak Idrus bermalam. Mobil lalu berhenti di depan pintu masuk. Pak Bisri, Bu Bisri dan Nur menaiki tangga menuju Lobi hotel yang didesain dengan menggunakan arsitektur Bali tradisional. Lobinya cukup tinggi dari permukaan tanah, dan di seberangnya ada kolam renang dengan latar belakang pantai Sanur yang Indah. Walaupun tanpa AC, angin pantai Sanur yang bergerak bebas sepoi-sepoi membuat tempat itu begitu nyaman.

“Tunggu di sini!”, saran Pak Bisri.

Ia lalu bergerak menuju resepsionis menanyakan kamar Pak Idrus. Petugas itu tidak menjawab, Ia hanya menoleh dan meminta seorang pelayan perempuan berpakaian khas Bali dengan bunga Kamboja putih di telinga Kiri yang berdiri di sebelahnya untuk mengantarnya. Pak Bisri, Bu Bisri dan Nur lalu bergerak mengikuti pelayan itu. Mereka dipandu menuruni anak tangga melewati kolam yang disinari lampu dari bawah permukaan air, sehingga kolam itu nampak seperti aquarium besar. Tampak bunga Teratai atau Tunjung dalam Bahasa lokal berwarna Merah, Kuning dan Putih merekah menyembul di atas permukaan air, dipadu dengan pohon Kamboja yang menjuntai indah di atasnya.

“Rupanya ada tempat sebagus ini yang tidak Aku ketahui selama ini.
Bayarnya pasti mahal bermalam di sini!”, pikir Nur dalam hati sembari terus memandangi apa saja yang dilihatnya dengan perasaan takjub.

Baca Juga:

Mereka terus bergerak ke arah pantai menuju tempat khusus VVIP yang terpisah dengan tempat makan umum. Di sana telah menunggu Pak Idrus, Istrinya dan Firman. Setelah menyalami Pak Bisri, Pak Idrus meminta Firman untuk menyalami calon mertuanya.

“Wah, mewah sekali, Pak!”, komentar Pak Bisri.

Tempat itu berada di ruang terbuka di atas rumput alami yang ditata sedemikian rupa, sehingga tampak seperti karpet hijau. Di sebelah Kiri terdapat kolam renang yang cukup besar, bersih dan terang. Beberapa anak kecil nampak berenang riang sambil bercanda dan diawasi kakek mereka. Temperatur airnya dapat diatur sehingga memungkinkan untuk digunakan walaupun pada malam hari. Sementara itu, di sebelah Kanannya membentang pantai Sanur yang berpasir putih. Lampu besar yang ditembakkan ke arah pantai menyebabkan gulungan ombak yang pecah berbuih putih nampak jelas bagai lukisan besar yang bergerak

“Sekali-sekali nggak apa-apa, kan?”, jawab Pak Idrus merendah sambil mempersilahkan duduk dengan isyarat tangannya.

Dua orang gadis yang berdiri di pojok lalu mendekat, mengambil kain putih dari atas meja yang dibentuk seperti topi tradisional udeng yang biasa digunakan oleh laki-laki Bali saat beribadah. Setelah diurai hingga menjadi semacam saputangan lebar, lantas diletakkan di pangkuan masing-masing untuk melindungi pakaian dari tetesan makanan.

“Silahkan pesan minumnya dulu”, pinta Pak Idrus.

Pelayan itu lalu menyodorkan menu minuman kepada Mereka bertiga.

“Makanannya sudah Saya pesan. Saya pilih seafood bakar. Di samping untuk mengurangi kolesterol, Saya pikir agar Kita tidak ragu akan kehalalannya”, komentar Pak Idrus.

Pak Bisri, Bu Bisri dan Nur hanya tersenyum.

“Nak Firman tidak pernah bercerita kalau Ayahnya seorang pengusaha sukses!”, celetuk Nur dengan nada memuji.

“Kami memang selalu mengingatkannya bahwa Ia tidak boleh bangga dengan prestasi orang lain, termasuk hasil kerja orangtuanya. Ia harus menggapai dan bangga dengan prestasi dirinya sendiri”, balas Pak Idrus.

“Bapak memang sangat keras dalam mendidik Anak”, tambah Bu Idrus.

“Harap maklum, Firman adalah Anak Kami satu-satunya. Tidak ada pilihan, Kami ingin Ia sukses dan dapat meneruskan usaha Kami”.

Firman yang menjadi topik pembicaraan hanya tersipu-sipu malu. Hidangan pembuka berupa sup ikan asal Thailand yang disebut Tom Yam diletakkan di atas meja panjang yang dibungkus kain berwarna putih bersih. Di tengahnya diletakkan bunga hidup warna-warni yang dirangkai apik guna menambah gairah makan. Empat tiang sebagai pembatas area juga dibungkus dengan kain putih yang bagian atasnya diikatkan bunga hidup. Mereka menikmati santap malam diiringi dengan suara gamelan Bali yang ditabuh pelan, dipadu dengan suara sayup-sayup deburan ombak Pantai Sanur. Hidangan disuguhkan satu-satu. Sementara Pak Bisri
mengobrol dengan Pak Idrus, Bu Bisri dengan Bu Idrus, Nur memperhatikan cara menghidangkan dan tempat yang digunakannya yang dirasa aneh. Piring-piring besi yang menyerupai berbagai bentuk hewan laut membuat hidangan di atasnya tetap panas.

“Hati-hati, Bu…! Jangan tersentuh bagian ini!”, kata salah seorang pelayan mengingatkan sambil menunjuk ke piring besi itu. Mungkin pelayan itu memperhatikan tingkah-laku Nur yang tampak canggung. Setelah semua hidangan disuguhkan, para pelayan itu lalu memberi isyarat kepada Pak Idrus.

“Mari Kita mulai, biar nggak keburu dingin”, kata Pak Idrus mempersilahkan. Sementara Mereka menikmati makan malam, dua orang pelayan tetap berdiri mengawasi. Mereka dengan sigap menambah air minum yang berkurang, atau mengganti piring yang telah dipakai dengan piring baru. Tiba-tiba garpu di tangan Kiri Nur terpelanting. Dua orang pelayan itu seolah berlomba memberi garpu baru sebagai pengganti, sambil berkomentar, “Nggak apa-apa. Bu!”.

Semua mata tertuju ke arahnya. Nur salah tingkah dan merasa malu sekali. Ia tidak terbiasa makan pakai sendok dan garpu. Sehari-hari Ia makan pakai tangan langsung. Malam itu Ia memaksakan diri menggunakannya di hadapan calon besannya dengan harapan tidak kelihatan udik.

Saat dirasa sudah kondusif, Pak Bisri lalu mulai menyampaikan hasil musyawarahnya dengan Mujahid. Dengan santai Pak Idrus berkomentar,

“Insyaallah Firman masih sabar menanti, Pak”, sambil melirik ke arah Anaknya yang lebih sering merunduk.

“Saya kira, itu lebih baik dan perkawinan yang dihadiri lengkap oleh kedua orangtua akan lebih berkah”, kata Bu Idrus menimpali.

“Tadi sebelum Bapak dan Ibu datang, Kami sekeluarga sudah rundingan masalah tempat. Dan kami sudah memutuskan untuk pakai Bali Beach Hotel; aulanya besar dan makanan bisa dIsajikan di luar ruangan, sehingga saat tamu-tamu makan bisa menikmati suasana pantai”, lanjut
Pak Idrus.

“Apa tidak terlalu mewah, Pak….?”, komentar Pak Bisri dengan nada keberatan.

“Mohon dipahami, Pak. Saya banyak teman di sini. Saat ini Saya dipercaya sebagai Ketua Real Estate Jawa Timur. Sehingga banyak kawan disini. Semuanya sumbangan kawan-kawan, termasuk Wedding Organizer-nya. Kata mereka, Saya kan cuma satu kali mantu. Jadi kapan lagi? Semula teman-teman menawarkan tempat di salah satu hotel berbintang di Nusa Dua, tapi Kami menolak. Nusa Dua merupakan kawasan yang paling eksklusif dimana hotel-hotel bertaraf internasional berada. Kasihan nanti kawan-kawan yang tidak punya kendaraan pribadi, karena kendaraan umum tidak boleh lewat di kompleks itu. Jadi komprominya di Bali Beach”.

(Bersambung…..)

EDITOR: REYNA

Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:

Judul Novel: Di Beranda Istana 
Alhambra
https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ

Judul Novel: Safari
https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ

Judul Novel: Bersujud Diatas Bara
https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ
Last Day Views: 26,55 K

8 Responses

  1. คาสิโนออนไลน์เว็บไหนดี ต้อง LSM99 บาคาร่าเว็บตรงไม่ผ่านเอเย่นต์October 4, 2023 at 5:20 am

    … [Trackback]

    […] Find More on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-bersujud-diatas-baraseri-56-menerima-lamaran/ […]

  2. check my sourceNovember 18, 2023 at 7:29 am

    … [Trackback]

    […] Read More Information here on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-bersujud-diatas-baraseri-56-menerima-lamaran/ […]

  3. วิ่งแล้วคันยิบๆMarch 8, 2024 at 9:04 am

    … [Trackback]

    […] Info to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-bersujud-diatas-baraseri-56-menerima-lamaran/ […]

  4. ufa1913 เว็บแทงบอล เชื่อถือได้April 12, 2024 at 5:42 am

    … [Trackback]

    […] Info to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-bersujud-diatas-baraseri-56-menerima-lamaran/ […]

  5. Laundry ServicesAugust 12, 2024 at 5:40 am

    … [Trackback]

    […] Find More Information here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-bersujud-diatas-baraseri-56-menerima-lamaran/ […]

  6. about meOctober 25, 2024 at 8:43 pm

    … [Trackback]

    […] Find More to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-bersujud-diatas-baraseri-56-menerima-lamaran/ […]

  7. nude women camsNovember 20, 2024 at 5:41 am

    … [Trackback]

    […] Here you will find 76243 more Info to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-bersujud-diatas-baraseri-56-menerima-lamaran/ […]

  8. Polka Dot Mushroom BarsDecember 29, 2024 at 1:41 am

    … [Trackback]

    […] Find More on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-bersujud-diatas-baraseri-56-menerima-lamaran/ […]

Leave a Reply