Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-20): Ternate dan Tidore sebagai Pulau Rempah-Rempah yang Diperebutkan

Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-20): Ternate dan Tidore sebagai Pulau Rempah-Rempah yang Diperebutkan
Dr Muhammad Najib, Duta Besar RI untuk Kerajaan Spanyol dan UN Tourism

Novel “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” karya Masterpiece Dr Muhammad Najib ini terinspirasi dari kisah Jalur Sutra atau Tiongkok Silk Road, yang kini muncul kembali dalam bentuk baru: One Belt One Road (OBOR) atau Belt and Road Initiative (BRI).

Penulis yang saat ini menjabat sebagai Duta Besar RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO ini meyakini, Indonesia sebagai Jamrud Katulistiwa ini sebenarnya juga memiliki warisan sejarah yang bernilai. Sayangnya, kita belum mampu mengapitalisasi warisan leluhur yang dimiliki, seperti yang dilakukan Tiongkok, meski peluang Indonesia sama besarnya.

Novel ini sendiri merupakan fiksi murni. Di sini, penulis mencoba mengangkat fakta-fakta sejarah, diramu dengan pemahaman subjektif penulis sendiri terhadap situasi terkait.

Ada berbagai peristiwa sejarah di masa lalu, yang seakan terjadi sendiri-sendiri dan tidak saling berkaitan. Maka dalam novel ini, penulis berupaya merangkai semua dengan menggunakan hubungan sebab-akibat. Sehingga Novel ini menjadi sangat menarik. Ceritanya mengalir, kaya informasi, dan enak dibaca. Selamat membaca dan menikmati.

Foto Ilustrasi: Jalur Sutra (garis merah), jalur Rempah (garis biru)

**********************************************************

SERI-20

Ternate Dan Tidore Sebagai Pulau Rempah-Rempah Yang Diperebutkan

“Dunia di luar Eropa pada akhir abad ke-15 dibagi dua oleh Spanyol dan Portugal melalui Perjanjian Tordesillas. Hal ini tak terlepas dari keberhasilan dua bangsa ini menjadi penjelajah pertama dunia. Perjanjian Tordesillas ditandatangani pada tahun 1494. Garis lurus ditarik dari Kutub Utara ke Kutub Selatan sekitar 300 mil dari barat Kepulauan Tanjung Verde atau Cape Verde, yang terletak di lepas pantai barat Benua Afrika. Maka, sebelah Timur kepulauan ini menjadi hak Portugal, sedangkan sebelah barat milik Spanyol. Brazil pun menjadi milik Portugal dan wilayah Amerika Latin lainnya menjadi kepunyaan Spanyol. Kemudian Spanyol terus menjelajah dunia ke arah barat sampai di Fiilipina. Sementara Portugal merangsek ke Timur sampai ke Malaka, lalu lanjut ke Ternate dan seterusnya. Ternate tentu saja diincar karena kekayaan rempah-rempahnya. Ternate sendiri didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257. Kesultanan ini menikmati masa gemilang di abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah, khususnya di masa pemerintahan Sultan Babullah. Penduduk Ternate mulanya merupakan warga eksodus dari Halmahera akibat konflik di Jailolo. Ada empat komunitas atau klan awal yang pindah secara bertahap, yang dipimpin oleh momole atau pemimpin marga. Pertama adalah komunitas Tobona yang dipimpin Momole Guna pada 1250. Lalu tiga klan lain datang berturut-turut dalam beberapa tahun berikutnya. Empat komunitas inilah yang mula-mula menjalin hubungan niaga dengan para pedagang antarbangsa. Kemudian, penduduk Ternate semakin heterogen dengan kedatangan para pemukim baru, yang umumnya juga pedagang. Mereka dari Arab, Jawa, Melayu, Tionghoa dan sebagainya. Sejalan dengan makin berkembangnya aktivitas perdagangan, muncul ancaman dari para perompak. Atas prakarsa para momole diadakan musyawarah adat untuk membentuk suatu aliansi yang tangguh serta mengangkat seorang pemimpin sebagai raja. Tahun 1257 Momole Ciko, pemimpin marga Sampala, terpilih sebagai kolano atau raja yang pertama. Ia bergelar Baab Mashur Malamo. Pemerintahannya berlangsung dari 1257-1272. Kerajaan baru ini berpusat di bagian barat Ternate atau Gapi. Ibu kota kerajaan disebut Gam Lamo, yang artinya perkampungan besar. Nama ini kemudian berubah menjadi Gamalama. Kerajaan Gapi atau Ternate tercatat dalam sejarah sebagai salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara. Sejalan dengan perkembangan kesultanan ini, orang makin melupakan Gapi dan terus menggunakan nama Ternate hingga sekarang.”

Baca Juga:

Aku diam sejenak, menarik napas lalu meneruskan paparanku.

“Selain Ternate, di Maluku ada tiga kerajaan lain yang memiliki pengaruh besar, yaitu Tidore, Jailolo dan Bacan. Mereka kerap berebut hegemoni dan kekuasaan. Berkat rempah-rempah, mereka menikmati pertumbuhan ekonomi. Tetapi, mereka juga bersaing untuk meraih keuntungan terbaik. Namun, yang paling menunjukkan rivalitas adalah Ternate dan Tidore, baik terkait perdagangan maupun perluasan pengaruh kekuasaan. Di masa jayanya, wilayah Ternate mampu mencakup Kepulauan Maluku sampai Sulawesi bagian Utara, timur dan tengah. Ternate juga menguasai Mindanao, di bagian selatan Filipina, hingga Kepulauan Marshall di Pasifik. Sementara Tidore pernah memiliki sebagian besar Halmahera bagian selatan, Pulau Buru dan Seram serta pulau-pulau di pesisir barat Papua, termasuk Raja Ampat. Pada abad ke-14, timbul kesadaran untuk menghentikan konflik. Sultan Ternate ke-7, Kolano Cili Aiya – disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) – pada tahun 1322 mengundang raja–raja Maluku lain untuk berdamai dan bermusyawarah serta membentuk persekutuan. Kumpulan ini dikenal sebagai Persekutuan Moti atau Motir Verbond. Karena dihadiri empat raja Maluku terkuat maka persekutuan ini disebut juga Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku). Sejak Moti lahir, seluruh penduduk dapat hidup damai berdampingan dan bebas dari berbagai intrik politik dan permusuhan. Sayangnya, kesepakatan ini hanya mampu bertahan 20 tahun.”

Aku melirik sejenak ke arah Usted dan kolegaku yang tampak masih asyik menyimak.

“Kedatangan para pedagang Islam, seperti Arab, sangat memengaruhi Ternate. Beberapa raja Ternate di masa-masa awal mulai menggunakan nama Islam. Kerajaan Ternate lalu resmi menjadi Kesultanan Islam pada pertengahan abad ke-15. Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18, memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Kolano Marhum digantikan putranya, Zainal Abidin. Zainal mengganti gelar Kolano dengan Sultan. Islam ditetapkannya sebagai agama resmi negara dan syariat Islam diberlakukan di kesultanannya. Keputusan Sultan Zainal ini diikuti kerajaan-kerajaan Maluku lainnya.”

BERSAMBUNG

EDITOR: REYNA

Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:

Judul Novel: Di Beranda Istana Alhambra
https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ

Judul Novel: Safari
https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ

Judul Novel: Bersujud Diatas Bara
https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ

Buku-buku novel karya Dr Muhammad Najib juga bisa dibeli di Shopee melalui link: https://shopee/ks65np4
Last Day Views: 26,55 K