Novel “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” karya Masterpiece Dr Muhammad Najib ini terinspirasi dari kisah Jalur Sutra atau Tiongkok Silk Road, yang kini muncul kembali dalam bentuk baru: One Belt One Road (OBOR) atau Belt and Road Initiative (BRI).
Penulis yang saat ini menjabat sebagai Duta Besar RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO ini meyakini, Indonesia sebagai Jamrud Katulistiwa ini sebenarnya juga memiliki warisan sejarah yang bernilai. Sayangnya, kita belum mampu mengapitalisasi warisan leluhur yang dimiliki, seperti yang dilakukan Tiongkok, meski peluang Indonesia sama besarnya.
Novel ini sendiri merupakan fiksi murni. Di sini, penulis mencoba mengangkat fakta-fakta sejarah, diramu dengan pemahaman subjektif penulis sendiri terhadap situasi terkait.
Ada berbagai peristiwa sejarah di masa lalu, yang seakan terjadi sendiri-sendiri dan tidak saling berkaitan. Maka dalam novel ini, penulis berupaya merangkai semua dengan menggunakan hubungan sebab-akibat. Sehingga Novel ini menjadi sangat menarik. Ceritanya mengalir, kaya informasi, dan enak dibaca. Selamat membaca dan menikmati.
Foto Ilustrasi: Jalur Sutra (garis merah), jalur Rempah (garis biru)
**********************************************************
SERI-25
Persaingan di antara Para Penjajah Nusantara
Sesuai permintaan Usted, Aku menyiapkan tulisan tentang pertarungan Belanda melawan Kerajaan Portugal di Nusantara. Aku lalu memaparkannya di hadapan Usted.
“Permusuhan antara Belanda dengan Kerajaan Portugal sedikit banyak merupakan kelanjutan dari konflik mereka di daratan Eropa, meski kali ini motivasinya berbeda. Pada tahun 1602, Belanda menyerang koloni Portugal di Amerika, Afrika, India dan Timur Jauh, untuk kepentingan hegemoni perniagaan. Portugal menang di Amerika Selatan dan Afrika, sementara Belanda menang di Timur Jauh dan Asia Selatan. Di wilayah Nusantara, Portugal hanya mampu bertahan di ujung tenggara Nusantara, yakni Pulau Timor,” ujarku.
“Bisa diberikan beberapa contoh tentang pertarungan Belanda dan Portugal ini?”pinta Usted.
“Pada tahun 1575, bangsa Belanda, yang saat itu masih berupaya memerdekakan diri dari Spanyol, mulai menduduki Maluku dan menggeser kekuasaan bangsa Portugis. Pada tahun 1579 masih terdapat empat gereja Katolik di Ambon yang dibangun Portugis, di antaranya Gereja Santiago dan Sao Tomas. Satu terletak di dalam benteng dan tiga lainnya di luar. Gereja-gereja ini diampu oleh Ordo Jesuit. Namun kemudian, semua gereja itu dihancurkan Belanda. Contoh lainnya, pada tahun 1605 terbentuk aliansi di Ambon antara Belanda dengan Suku Hitu yang beragama Islam. Mereka bekerja sama menyerang benteng Portugis di Ambon, yang berdiri sejak 1575. Portugis hengkang dan Belanda mengambil alih benteng itu. Nama benteng tersebut diubah menjadi Victoria. Di Pulau Timor, sisa-sisa pasukan Portugis terus dikejar Belanda sehingga mereka harus bersembunyi di hutan dan harus meminta perlindungan masyarakat setempat,” paparku agak panjang.
“Apakah sekarang Anda bisa melihat bahwa permusuhan Belanda dengan Portugal jauh lebih keras dibandingkan permusuhan mereka dengan masyarakat setempat?” tanya Usted.
Pertanyaan ini membuatku harus berpikir sesaat.
“Apakah ini ada hubungannya dengan pertentangan antara Katolik dengan Protestan di daratan Eropa?” ujarku menjawab pertanyaan Usted.
“Si!”, katanya tegas dalam Bahasa Spanyol yang berarti: “Ya”.
Lalu beliau melanjutkan: “Motif ekonomi tentu saja menjadi alasan mereka untuk memperebutkan wilayah-wilayah strategis. Tetapi itu bukan satu-satunya alasan,” tegas Usted.
“Apakah Usted ingat sesuatu? Saya jadi teringat cerita Filipina dari Anda dulu,” ujarku memancing ingatannya tentang Filipina.
“Ya… Di dekat Kota Manila ada tempat bernama Ternate, yang sampai kini dihuni banyak keturunan Maluku Utara. Kampung Ternate ini terletak di Cavite, di sebelah Selatan pantai Manila. Tempat ini didirikan oleh orang-orang Mardica, Mardika atau Mardijker, salah satu puak Melayu yang berasal dari Ternate dan Tidore. Saat Spanyol berjaya di Maluku Utara, mereka diangkut ke Filipina untuk melawan bajak laut. Ketika Spanyol diruntuhkan VOC Belanda, Katolik pribumi beserta orang Spanyol asli maupun turunan yang bermukim di Maluku, mengungsi ke Manila. Hingga kini keturunan Maluku tersebut berkomunikasi dengan dialek berbeda dari komunitas lain di sini. Mereka juga telah berasimilasi dengan budaya dan bahasa Portugis. Orang Filipina menyebut mereka Caviteno atau Ternateno Chavacano. Kisah komunitas ini juga disinggung oleh Pigafetta, seorang penulis yang berlayar bersama Magellan,” kata Usted dengan mimik murung. Ia diam sejenak seperti berpikir keras, kemudian menarik napas panjang dan melanjutkan diskusi Kami.
Baca Juga:
- Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-22): Awal Kejayaan Bangsa Belanda
- Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-23): Awal Kejayaan Bangsa Belanda
- Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-24): Awal Kejayaan Bangsa Belanda
“Menurut Anda, apa yang menyebabkan Belanda lebih berhasil menguasai Nusantara dibanding Portugal?” tanyanya kepadaku.
“Setelah mengambil alih Maluku, VOC Belanda hanya meninggalkan pasukan kecil untuk mengendalikan wilayah ini dan mengawasi lalu-lintas kapal dagang. Sementara, armada utamanya diarahkan ke Jayakarta. Tahun 1619 Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal yang memimpin VOC, merebut Jayakarta dan mengubah nama kota ini menjadi Batavia. Kemudian, VOC berhasil mengendalikan hampir seluruh wilayah yang kini dikenal sebagai Indonesia. Jadi keberhasilan bangsa Belanda sebenarnya karena kiprah VOC, Vereenigde Oostindische Compagnie, selaku persekutuan perusahaan Belanda yang dibentuk tahun 1602. VOC-lah yang melicinkan jalan bagi Pemerintah Belanda. VOC menggunakan pendekatan perniagaan yang lebih halus. Kongsi dagang Belanda ini menjalin interaksi dengan para pedagang yang menguasai pasar, misalnya pedagang Arab dan China yang sudah lebih dahulu menguasai pasar. Sembari berdagang, VOC juga memperkenalkan agama Protestan. Jadi cara Belanda menyebarkan ajaran Protestan bisa dikatakan lebih halus dan berhati-hati sehingga tidak menimbulkan keresahan penganut Islam,” kataku mengajukan hipotesis.
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:
Judul Novel: Di Beranda Istana Alhambra https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ Judul Novel: Safari https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ Judul Novel: Bersujud Diatas Bara https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ
Related Posts
Api di Ujung Agustus (Seri 31) – Bayangan Kudeta Makin Nyata
Api di Ujung Agustus (Seri 30) – Jejak Jaringan Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Api di Ujung Agustus (Seri 26) – Bayangan Dalam Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 25) – Garuda Hitam Membara
Api di Ujung Agustus (Seri 24) – Kartu As Gema
Api di Ujung Agustus (Seri 23) – Dua Api, Satu Malam
Api di Ujung Agustus (Seri 22) – Duel Senyap di Rumah Sakit
No Responses