Novel “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” karya Masterpiece Dr Muhammad Najib ini terinspirasi dari kisah Jalur Sutra atau Tiongkok Silk Road, yang kini muncul kembali dalam bentuk baru: One Belt One Road (OBOR) atau Belt and Road Initiative (BRI).
Penulis yang saat ini menjabat sebagai Duta Besar RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO ini meyakini, Indonesia sebagai Jamrud Katulistiwa ini sebenarnya juga memiliki warisan sejarah yang bernilai. Sayangnya, kita belum mampu mengapitalisasi warisan leluhur yang dimiliki, seperti yang dilakukan Tiongkok, meski peluang Indonesia sama besarnya.
Novel ini sendiri merupakan fiksi murni. Di sini, penulis mencoba mengangkat fakta-fakta sejarah, diramu dengan pemahaman subjektif penulis sendiri terhadap situasi terkait.
Ada berbagai peristiwa sejarah di masa lalu, yang seakan terjadi sendiri-sendiri dan tidak saling berkaitan. Maka dalam novel ini, penulis berupaya merangkai semua dengan menggunakan hubungan sebab-akibat. Sehingga Novel ini menjadi sangat menarik. Ceritanya mengalir, kaya informasi, dan enak dibaca. Selamat membaca dan menikmati.
**********************************************************
SERI-26
Persaingan Diantara Para Penjajah Nusantara
“Perlu diketahui bahwa pemicu Belanda datang ke Indonesia adalah Perang Delapan Puluh Tahun (1568 – 1648). Perang ini terjadi antara Belanda dan Spanyol. Perang bermula ketika wilayah Utara Belanda memberontak terhadap Kerajaan Spanyol. Karena perang ini, pasokan rempah-rempah ke para pedagang Belanda – yang biasanya berasal dari pedagang Spanyol dan Portugal – menjadi terhambat. Saat itu, pedagang Belanda berperan sebagai penyalur komoditas. Kemudian Pemerintah Belanda memutuskan untuk mencari dan membuka langsung perdagangannya dengan sumber rempah-rempah. Belanda pun memulai ekspedisi ke belahan Timur. Tahun 1596 di bawah kepemimpinan Cornelis de Houtman, ekspedisi pertama Belanda tiba di Banten, salah satu pelabuhan besar rempah-rempah di Jawa saat itu. Belanda kemudian menggelar ekspedisi keduanya, yang terdiri dari beberapa armada dagang. Melihat keuntungan yang berlipat-lipat, Belanda lalu membentuk kongsi dagang VOC tahun 1602, yang menyatukan berbagai perusahaan-perusahaan Belanda. Tahun 1605 VOC menundukkan Portugis di Ternate. Portugis terpaksa mundur ke Timor Leste. Kemenangan VOC mendepak Portugis ini menjadi jalan masuk bagi kolonialisme Belanda di Indonesia, yang berlangsung selama ratusan tahun,” ujarku.
“VOC yang pernah sangat berjaya bangkrut pada akhir tahun 1799. Kongsi dagang ini tidak mampu bersaing dengan kongsi-kongsi dagang besar lain seperti Prancis, Inggris dan beberapa negara Asia lainnya. Lebih dari itu, ada faktor penting lain yang sangat memukul. Tahun 1795 Willem V digulingkan oleh Napoleon Bonaparte. Belanda pun dikuasai Prancis. Rakyat Belanda tidak tinggal diam dan menggerakkan perlawanan untuk membebaskan diri. Di pihak Belanda, biaya perang banyak dibebankan ke VOC. Lama-kelamaan kongsi dagang ini terbelit utang besar. Korupsi dan masalah-masalah internal lainnya makin melumpuhkan VOC. Akhirnya VOC ambruk dan dibubarkan jelang akhir abad ke-18. Indonesia, yang waktu itu disebut Hindia Belanda, resmi diambil alih Pemerintah Belanda (Republik Bataaf). Pegawai-pegawai VOC dijadikan pegawai Pemerintah Belanda. Utang VOC juga menjadi tanggungan pemerintah. Maka jelas, sejak 1 Januari 1800 Hindia Belanda resmi dikendalikan langsung oleh Pemerintah Belanda, bukan VOC.”
Baca Juga:
- Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-25): Persaingan Diantara Para Penjajah Nusantara
- Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-24): Awal Kejayaan Bangsa Belanda
- Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-23): Awal Kejayaan Bangsa Belanda
Usted masih menyimak dengan serius. Tiba gilirannya menambahkan.
“Tahun 1815, bentuk pemerintahan Belanda menjadi Kerajaan. Willem Frederik menjadi Raja Willem I. Ia merupakan putra stadhouder atau gubernur terakhir dari Republik Belanda. Maka, Hindia Belanda otomatis menjadi koloni Kerajaan Belanda. Gerakan perlawanan rakyat Hindia Belanda untuk membebaskan diri terjadi di banyak tempat. Di Jawa, meletus Perang Diponegoro atau Perang Jawa, 1825 – 1830. Juga ada Perang Padri di Sumatra Barat, 1821 – 1837. Selain itu, Belanda juga menghadapi persoalan di Eropa, yakni perlawanan Belgia untuk merdeka dari Belanda pada 1830. Belanda membutuhkan dana tidak sedikit untuk menghadapi berbagai pergolakan ini. Akibatnya, kas kerajaan terkuras habis. Untuk mengatasi krisis keuangan, Gubernur Jenderal Johannes Van den Bosch mengeluarkan kebijakan Tanam Paksa atau Cultuur Stelsel tahun 1830. Tanam Paksa menimbulkan derita baru bagi rakyat Hindia Belanda. Penduduk dipaksa menanam jenis komoditas yang laku di pasaran dunia, seperti kopi, tebu, teh, kakao, nila, tembakau dan kina. Tanam Paksa mewajibkan rakyat untuk menanami seperlima dari tanah garapannya dengan berbagai tanaman ekspor tadi. Hasil panen ini wajib dijual ke Belanda dengan harga yang sudah ditentukan. Mereka yang tidak memiliki lahan harus bekerja di kebun-kebun kolonial Belanda sekitar 70 hari per tahun. Kebijakan ini membuat rakyat tidak punya waktu cukup untuk mengolah lahan. Akibatnya, kelaparan terjadi di mana-mana. Penderitaan, kemiskinan dan ketakutan menghantui rakyat jelata. Keadaan ini menimbulkan kritik, bahkan dari pihak Belanda sendiri. Pada 1870 kebijakan Tanam Paksa dihentikan.” Usted memberi penjelasan panjang lebar.
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:
Judul Novel: Di Beranda Istana Alhambra https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ Judul Novel: Safari https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ Judul Novel: Bersujud Diatas Bara https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ
Related Posts
Api di Ujung Agustus (Seri 31) – Bayangan Kudeta Makin Nyata
Api di Ujung Agustus (Seri 30) – Jejak Jaringan Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Api di Ujung Agustus (Seri 26) – Bayangan Dalam Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 25) – Garuda Hitam Membara
Api di Ujung Agustus (Seri 24) – Kartu As Gema
Api di Ujung Agustus (Seri 23) – Dua Api, Satu Malam
Api di Ujung Agustus (Seri 22) – Duel Senyap di Rumah Sakit
No Responses