Oleh: Budi Puryanto
Pemimpin Redaksi
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco bersama Menteri BUMN Erick Tohir, COO Danantara Doni Oscaria, Mensesneg Prasetyo Hadi, Menseskab Mayor Teddy Indra Wijaya, dan berbagai pihak melakkan pertemuan untuk mencari solusi atas kebangkrutan perusahaan tektil besar PT Sritex, yang berlokasi di Sukaharjo Solo. Sebanyak 50.000 pekerja terancam PHK
Kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, telah menimbulkan kekhawatiran serius terkait nasib ribuan karyawan yang terancam pemutusan hubungan kerja (PHK). Dalam situasi krisis ini, berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga terkait, berupaya mencari solusi untuk mencegah dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas.
Raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) tutup permanen mulai hari ini, Sabtu 1 Maret 2025. Lebih dari 10 ribu pekerja terkena PHK. Foto: dok. Sritex
Latar Belakang Kebangkrutan Sritex
Pada Desember 2024, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh Sritex terhadap putusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang. Penolakan ini membuat status pailit perusahaan menjadi inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Akibatnya, Sritex menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan operasionalnya dan menjaga keberlangsungan pekerjaan bagi sekitar 50.000 karyawan.
Menanggapi putusan MA, Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menyatakan niat perusahaan untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). Langkah ini ditempuh sebagai upaya terakhir untuk menyelamatkan perusahaan dan melindungi lapangan pekerjaan ribuan karyawan yang telah bekerja bersama Sritex selama puluhan tahun.
Selama proses hukum berlangsung, Sritex berupaya mempertahankan operasionalnya dan menghindari PHK massal. Namun, status pailit membatasi ruang gerak perusahaan, termasuk dalam hal akses terhadap bahan baku dan kegiatan ekspor-impor. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya PHK besar-besaran jika tidak ada solusi cepat.
Peran Pemerintah dan Lembaga Terkait
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyatakan akan terus memantau nasib 50.000 pekerja Sritex pasca-putusan pailit inkrah. Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, menekankan bahwa perusahaan yang dinyatakan pailit tetap memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak pekerja sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Pemerintah berharap tidak terjadi PHK dan berkomitmen melindungi hak-hak pekerja, termasuk pembayaran pesangon, upah tertunda, dan program jaminan sosial.
Selain itu, Ombudsman RI mendesak pemerintah untuk mempercepat upaya penyelamatan terhadap Sritex guna mencegah PHK massal. Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, menyoroti bahwa status pailit telah berdampak pada pemblokiran oleh bea cukai, sehingga tidak ada transaksi barang masuk maupun keluar. Kondisi ini mengakibatkan 2.500 karyawan dirumahkan sementara, dan jumlah tersebut berpotensi meningkat jika izin usaha tidak segera diberikan.
Tantangan dan Ancaman PHK
Salah satu tantangan utama yang dihadapi Sritex adalah menipisnya persediaan bahan baku, yang diperkirakan akan habis dalam beberapa minggu ke depan. Jika tidak ada intervensi cepat, perusahaan mungkin terpaksa melakukan PHK besar-besaran karena ketiadaan pekerjaan bagi karyawan.
Situasi ini tidak hanya berdampak pada karyawan dan keluarga mereka, tetapi juga dapat menimbulkan efek domino pada industri tekstil nasional dan perekonomian secara keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis dan kolaboratif antara pemerintah, manajemen perusahaan, dan pemangku kepentingan lainnya untuk menemukan solusi terbaik.
Langkah-Langkah Solutif yang Dapat Ditempuh
Penyelesaian Hukum yang Cepat dan Adil: Proses PK yang diajukan oleh Sritex perlu mendapatkan perhatian serius dari Mahkamah Agung. Keputusan yang cepat dan adil akan memberikan kepastian hukum bagi perusahaan dan karyawan, serta memungkinkan perencanaan langkah selanjutnya.
Fasilitasi Akses terhadap Bahan Baku dan Ekspor-Impor: Pemerintah dapat memberikan dispensasi atau kemudahan bagi Sritex untuk mengakses bahan baku dan melanjutkan kegiatan ekspor-impor selama proses hukum berlangsung. Hal ini penting untuk menjaga kelangsungan operasional perusahaan dan mencegah PHK.
Restrukturisasi Utang dan Dukungan Finansial: Negosiasi dengan kreditur untuk restrukturisasi utang dapat menjadi solusi untuk meringankan beban finansial perusahaan. Selain itu, pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian stimulus atau insentif untuk mendukung pemulihan Sritex.
Pelatihan dan Penempatan Kerja bagi Karyawan: Jika PHK tidak dapat dihindari, program pelatihan ulang dan penempatan kerja perlu disiapkan untuk membantu karyawan yang terdampak. Kolaborasi dengan industri lain dan penyedia pelatihan dapat menjadi alternatif solusi.
Pengawasan dan Regulasi Industri Tekstil: Pemerintah perlu memperkuat pengawasan terhadap industri tekstil, termasuk penanggulangan impor ilegal yang dapat merugikan produsen lokal. Kebijakan yang mendukung daya saing produk dalam negeri harus diimplementasikan secara efektif.
Apresiasi
Gerak cepat Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco dan pemerintah pantas diapresiasi, dan diharapkan dapat mencari terobosan guna menyelamatkan industri tekstil terbesar di Indonesia itu. Disamping akan menopang perekonomi nasional, ancaman PHK 50.000 karyawan dapat dihindari.
Kebangkrutan Sritex merupakan tantangan besar bagi industri tekstil Indonesia dan menuntut respons cepat serta terkoordinasi dari berbagai pihak. Upaya hukum, dukungan pemerintah, dan kolaborasi antara pemangku kepentingan menjadi kunci untuk menjaga keberlangsungan perusahaan dan melindungi ribuan karyawan dari ancaman PHK
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Baca juga artikel terkait:
Related Posts

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 3) – Penjajahan Tanpa Senjata

Perang Dunia III di Ambang Pintu: Dr. Anton Permana Ingatkan Indonesia Belum Siap Menghadapi Guncangan Global

Dr. Anton Permana: 5 Seruan Untuk Presiden Prabowo, Saat Rakyat Mulai Resah dan Hati Mulai Luka

Menyikapi UUD 18/8/1945

Rocky Gerung: 3 Rim Karatan di Kabinet Prabowo

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Api di Ujung Agustus (Seri 34) – Gelombang Balik

Api di Ujung Agustus (Seri 33) – Pengkhianat Didalam Istana



No Responses