Urgensi Utusan Golongan Dan Daerah di MPR RI Serta Rekonsiliasi Konstitusi Negara Indonesia

Urgensi Utusan Golongan Dan Daerah di MPR RI Serta Rekonsiliasi Konstitusi Negara Indonesia
Gedung DPR, MPR, Dan DPD RI

Oleh: Eko Sriyanto Galgendu
Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI)

“Bangsa yang sudah menghapus dan menghilangkan jaman ke jaman dari bangsanya sendiri, maka bangsa tersebut akan dihapus dan dihilangkan oleh jaman itu sendiri.”

Konstitusi Republik Indonesia sebelum perubahan UUD 1945 menganut prinsip semua harus terwaklli dalam parlemen. Oleh karenanya para founding fathers melembagakan ketiga pronsip keterwakilan, yaitu: political representation, territorial representation dan functional representation sekaligus dalam kenggotaan lembaga permusyawaratan rakyat.

Hal ini sesuai dengan kontruksi Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan berbunyi:

“MPR terdiri dari anggota-anggota DPR, ditambah utusan-utusan dari daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan oleh undang-undang.”

Prinsip para founding fathers yang mengakui, menghormati perjuangan para ningrat, pemuka agama, cedikiawan, pedagang, wartawan, profesional dari berbagai kelompok serta para tokoh masyarakat dan pemuda (Jong Jawa, Jong Ambon, Jong Sumatranean, Jong Batak dll) dari bebagai daerah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Para pendiri republik memberi pengakuan dan kehormatan bagi para pejuang kemerdekaan tempat duduk bersama di MPR-RI. Inilah cermin jiwa negarawan dari para pendiri republik ini. Yang mestinya terus menjadi amanat perjuangan kepemimpinan Bangsa Indonesia sampai kapanpun.

Amandemen Konstitusi pada suatu bangsa negara, membutuhkan kejernihan pola pikir, cakrawala pandangan yang luas nan bijak serta tidak lupa dengan sejarah bersama bumi pertiwi yang kita pijak.

Kita hidup untuk membangun, tetapi sebelum bangun selalu dimulai dengan mata terbuka, bersamaan dengan hadirnya kesadaran.

Apakah kita sudah membuka mata? Membuka mata dan sadar bagi seorang pemimpin pastinya berbeda dengan membuka mata sebagai rakyat biasa. Membuka mata dan sadar untuk membicarakan konstitusi UUD45. Kontitusi yang berarti menelaah seluruh sistim ketatanegaraan suatu negara, yang berupa kumpulan pengaturan yang membentuk dan mengatur/memerintah dalam pemerintahan suatu negara.

Merubah satu bagian, berarti berdampak kepada seluruh sistim ketatanegaraan. Memperlemah satu bagian berarti memperlemah seluruh sistim ketatanegaraan. Memperkuat satu bagian berarti memperkuat seluruh sistim ketatanegaraan.

Evaluasi terhadap reformasi secara alami dilakukan oleh masyarakat bawah di lorong- lorong jalan, tempat-tempat warung kopi, pasar dan pos- pos ronda kamtibmas, mereka bergunjing, diskusi, saling mencemooh, berdebat, membeci, sewaktu membicarakan politik di Indonesia. Setiap hari, sepanjang bulan, sepanjang tahun dari 1998-2023. Masyarakat mendapat mainan pembicaraan, tontonan, hoak dan lain sebagainya.

Keasyikan dan sejenak lupa terhadap ekonomi yang menghimpit, cari pangan serta lapangan pekerjaan semakin sulit, harga barang melangit, susah mencari duit. Sampai kapan mereka akan bertahan?

Dihapus dan dihilangkannya peran UG dan UD dari MPR-RI merupakan bentuk dari mereka yang mengatas namakan reformis. Tetapi tidak mengakui dan menghormati jasa kepahlawanan para pejuang kemerdekaan Indonesia. Para pahlawan dan pejuang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Tetapi tujuan dan cita-cita perjuangan dikebiri dan dianeksasi

Para politikus siap untuk bertopeng cendikiawan, bertopeng agama, bertopeng nasionalis, bertopeng pancasila, bertopeng budaya bangsa. Padahal lirik mata mereka adalah penguasa sekaligus pengusaha. Lengkap sudah oligarki kekuasaan dan uang. Menjadi dalang dan bandar.

Ada bunyi tokek yang menyanyikan keasyikan para politikus mulai menyelewengkan tanggung jawab. Serta mulai mengetrapkan ilmu sihir kemiskinan dan pembodohan, sebagai tempat pendulang suara dukungan paling gampang. Bagaimana rakyat akan tetap dibuat miskin dan bodoh. Karena suara murah, mudah dibeli dan dipoles dengan janji-janji dan mimpi.

Apalagi jika para elite politikusnya sudah berpikir dan melaksanakan politik memecah belah dan mengadu domba (devide et impera), sebagai cara yang juga paling murah dan murahan untuk meraih kekuasaan. Nuansa Kadrun dan cebong terus digulirkan sebagai sarana intimidasi sesama anak negeri. Lengkap sudah, kemiskinan, kebodohan dan adu domba.

Ini semua bagian bagian dampak kekuasaan yang hanya dapat dilalui dari jalur politik. Maka, semua berebut, menyikut, menghantam dan tak peduli, semuanya demi mimpi duniawi.

Mengapa dikatakan murahan? Karena para politikus tidak perlu banyak belajar untuk membuat rencana program, tidak perlu banyak belajar menyesuaikan pengetahuan dengam profesi para pendukung, tidak perlu banyak belajar tentang problem masyarakat dan cara menyelesaikannya.

“Politikus hanya perlu belajar, untuk mengadu domba bangsanya sendiri.”

Saudara-saudara. “Kuatkanlah kebhinekaan bangsamu dan wujudkan dalam konstitusi. Kahadirannya akan menjadi penguat dari kesejatian kepemimpinan negara.”

Bhineka Tunggal Ika menjadi salah satu pilar kebangsaan negara Indonesia. Wujud nyata dari kebhinekaan ada pada UG dan UD yang masuk kembali menjadi anggota MPR-RI. UG dan UD akan menjadi penguat dan mitra hikmah kebijaksanaan dari DPR- RI. UG dan UD yang mewakili berbagai macam profesi dan ketokohan dapat menjadi patner musyawarah para politikus di DPR- RI yang duduk bersama di MPR-RI.

Sungguh. Jiwa keberagaman dan kebhinekaan akan menjadi kekuatan untuk menjadikan cakrawala berpikir yang semakin luas dan jernih.

Pancasila sebagai pandangan hidup; Pancasila sebagai dasar landasan filosofi berbangsa dan bernegara; Pancasila sebagai bintang penjuru di langit harapan bangsa Indonesia. Pada sila ke-4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Maka Sila ke-4 menjelaskan bahwa permusyawaratan/perwakilan tidak dapat diwakili dan didominasi oleh golongan politik saja (partai politik). Maka jika permusyawaratan/perwakilan hanya didominasi oleh kepentingan golongan politik, maka kemudian tidak akan terjadi hikmah kebijaksanaan dan kebijakan kenegaraan. Maka sebenarnya Pancasila sudah dengan sendirinya diingkari.

Pengingkaran dan penghapusan terhadap keberhasilan jaman yang dibelakang menjadi hal yang up to date bagi kepemimpinan di jaman sekarang ini. Kepongahan dan kesombongan sewaktu mejadi pimpinan di lembaga lembaga negara membuncah bahkan kadang tak terkendali, ego serta kemauan semau gue. Merasa paling hebat dan tidak ada pengganti di republik ini.

Kalau sudah merasa paling hebat, pemimpin enggan meneruskan kebijakan yang baik dari pemimpin sebelumnya. Dampaknya adalah konsep pembangunan yang tidak berkesinambungan. Bahkan ada daerah yang dengan sengaja, pejabat terpilih memangkrakkan program yang baik dari pemimpin sebelumnya. Kejadian ini hampir terjadi di banyak lembaga negara, instansi pemerintahan, BUMN dll. Maka morat maritlah APBN.

Rekonsiliasi Konstitusi

Rekonsiliasi adalah memperkuat kembali seluruh sistim, cara, upaya guna menuju jalan tujuan serta cita-cita bersama.

Konsitusi (K.C. Wheare) adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk dan mengatur/memerintah dalam pemerintah suatu negara

Rekonsiliasi konstitusi UUD 1945 Negara Indonesia tujuannya adalah: Memperkuat kembali keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, guna menuju jalan tujuan serta cita-cita Proklamasi kemerdekaan Negara Indonesia.

Semoga semakin banyak negarawan yang terus maju dan berjuang kembali, membangun, menjaga, melaksanakan, memperkuat, bertanggung-jawab terhadap konstitusi negara Indonesia: Rekonsiliasi Konstitusi.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K