Cinta, Kuasa, dan Kejatuhan: Kisah Gelap Yang Menyapu Ponorogo

Cinta, Kuasa, dan Kejatuhan: Kisah Gelap Yang Menyapu Ponorogo

Cerita fiktif-imajinatif dibalik OTT KPK di Kota Reog Ponorogo, di jantung istana Bethoro Katong

PONOROGO – Malam itu, Ponorogo terasa seperti dihembus kabut yang terlalu lembut untuk disebut bahaya. Lampu jalan meredup, angin bergerak pelan, seakan menyimpan rahasia yang menekan di balik tembok-tembok gedung pemerintahan.

Di tengah kesunyian itu, ada tiga denyut yang saling berkejaran: denyar cinta yang tak pernah diberi nama, denyut kuasa yang ingin tetap berkuasa, dan denyut uang gelap yang mengalir seperti darah dari luka yang tak pernah sembuh.

KPK tak datang ke kota yang mati. Ia datang ke kota yang terlalu hidup—terlalu panas di balik keheningannya.

Sugiri dan ambisi yang dibangun dari suara dan tatapan

Puluhan tahun lalu, Sugiri adalah lelaki muda yang berdiri di ujung panggung wayang, menembang dengan suara rendah yang membuat perempuan-perempuan desa tak bisa tidur sampai pagi.

Suaranya punya daya sentuh. Tatapannya punya daya tarik. Aura tubuhnya—cara ia berdiri, cara ia menunduk, cara ia tersenyum simpul, cara ia berbicara — membuat orang merasa sedang melihat masa depan Ponorogo.

Ia merayu bukan dengan kata-kata, tapi dengan kehadiran. Dengan harapan yang tersimpan rapi dalam lipatan jiwa orang-orang Ponorogo.

Dan ambisinya, sejak awal, bukan rahasia.

Ia ingin Istana Bethoro Katong.Ia ingin mengisinya dengan tubuhnya sendiri, suaranya sendiri, bayangannya sendiri. Kata-katanya sendiri.

Ketika saya pernah berkata kepadanya, “Anda punya semua syarat menjadi politisi hebat. Hanya satu yang tidak punya: uang…..”

Dia tertawa, tawa yang mengalir dari dada dan naik ke mata.Tawa seorang lelaki yang tahu bahwa pada akhirnya dunia akan menyerah kepadanya.

Seperti halnya orang-orang tertentu yang kemudian menyerah.

Indah: Perempuan yang auranya mendahului tubuhnya

Indah Bekti Pratiwi tidak masuk ruangan, ia mengisi ruangan. Ada sesuatu pada dirinya yang datang duluan sebelum langkah kakinya: semacam kehangatan yang menipu, semacam pesona yang terasa seperti sentuhan sebelum benar-benar disentuh.

Ia tidak hanya cantik. Ia berbahaya dengan cara yang tak bisa dijelaskan.

Di banyak cerita gelap tentang kekuasaan, selalu ada satu perempuan yang membuat lelaki kehilangan kemampuan berpikir. Dalam narasi ini, Indah adalah perempuan itu.

Ia tahu kapan harus menatap. Ia tahu kapan harus tersenyum samar. Ia tahu kapan harus diam sehingga diamnya sendiri menjadi tekanan.

Ia memikat Yum bukan dengan kecantikan, tapi dengan rasa ingin tahu. Dan rasa ingin tahu adalah pintu paling berbahaya.

Yum: lelaki yang tak pernah siap menghadapi diri sendiri

Yum selama ini hidup lurus, bersih, disiplin. Ia bekerja seperti seseorang yang menghindari bayangannya sendiri.

Tapi ketika Indah hadir, dunianya bergeser.

Sentuhan-sentuhan halus yang tak pernah terjadi—tapi terasa. Jarak duduk yang terlalu dekat—tapi tidak melanggar batas. Nada suara rendah Indah ketika bicara, membuat udara di antara mereka mengental.

Yum mulai mengalami hal-hal yang dulu asing: detak jantung yang tak sesuai situasi, tangan yang sedikit gemetar ketika menerima map dari Indah, mata yang mencari-cari sosok perempuan itu di keramaian, mimpi-mimpi samar yang membuatnya terbangun dengan napas berat.

Hubungan mereka bukan hubungan fisik. Justru karena tidak fisik, ia menjadi jauh lebih erotik dan jauh lebih menghancurkan.

Ketika uang menjadi bahasa tubuh baru

Dalam narasi ini, uang tidak sekadar alat. Ia menjadi perpanjangan emosi.

Uang mengisi kekosongan. Uang menggantikan kata-kata yang tak pernah terucap. Uang mengalir mengikuti arus perasaan yang tak pernah boleh diakui.

Indah membuka jalur. Yum memastikan pintu-pintu tertentu tetap terbuka. Dan dari kejauhan, istana Sugiri ikut bergantung pada harmoni gelap itu.

Uang yang bergerak cepat membawa sensasi tersendiri: seperti hubungan rahasia yang bergetar di bawah permukaan.

Lebih diam dari cinta. Lebih panas dari nafsu.

Elly dan Ninik: Bayangan-bayangan di belakang tirai

Setiap kekuasaan punya lingkar batinnya sendiri. Elly dan Ninik bergerak seperti dua penjaga mimpi Sugiri—diam tapi sensitif, patuh tapi cemas.

Mereka mungkin tidak tahu sepenuhnya apa yang terjadi. Tapi mereka merasakan ada sesuatu yang bergerak di balik dinding istana.

Sesuatu yang lembut, gelap, dan memabukkan.

Dan seperti semua aroma mabuk, ia bisa memancing kehancuran.

Malam ketika semua sentuhan menjadi bukti

Ketika mobil KPK tiba, bukan hanya administrasi yang terbongkar. Yang terbongkar adalah: aroma parfum yang tertinggal di ruang kerja, pesan-pesan pendek yang terlalu hangat, tatapan yang tak seharusnya tertangkap kamera, dan hubungan emosional yang begitu dalam sampai bisa merusak tiga karier sekaligus.

KPK tidak merusak mereka. Merekalah yang merusak diri sendiri, jauh sebelum KPK datang.

OTT hanya mematikan lampu panggung.

Istana Pasir pun runtuh

Sugiri berdiri di halaman istana, memandang gedung itu dengan perasaan yang tak pernah ia bayangkan.

Ia bukan kalah sebagai politisi. Ia kalah sebagai lelaki yang terlalu percaya pada daya tarik dan ambisinya sendiri.

Seluruh Ponorogo merasa seolah mendengar reruntuhan itu: cinta  yang tak pernah selesai, uang yang terlalu panas, keluarga yang terperangkap, dan ambisi puluhan tahun yang meleleh begitu saja.

Istana Bethoro Katong yang ia impikan sejak muda…jatuh bukan karena musuh politik. Jatuh karena api kecil yang ia kira bisa ia kendalikan.

Tidak ada gending Jawa dilantunkan malam itu. Tidak ada “bowo” gending Nyidam Sari. Tidak ada tawa lembut Sugiri.

Hanya hening—hening yang terlalu dalam untuk disebut sunyi.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K