Kegelisahan Lama yang Kembali Muncul
JAKARTA – Dalam pertemuan tertutup di PTIK, suasana tegang langsung terasa sejak awal. Sri Radjasa mengulang bahwa persoalan ijazah Jokowi tidak lagi berada pada tahap sekadar keraguan publik, melainkan sudah memasuki zona yang jauh lebih kompleks: tarik-menarik kepentingan, legitimasi, dan operasi kekuasaan.
Ia mengingatkan bahwa lembaga forensik pun sebelumnya sudah menyatakan ijazah itu “identik”—sebuah terminologi yang baginya menandakan kejanggalan. “Identik itu bukan asli-asli amat,” ujarnya. “KW dua lah.”
Kecurigaannya makin kuat ketika ia kembali menelusuri informasi lama tentang keberadaan pabrik pembuatan dokumen di kawasan Pasar Pramuka. Ia pernah menggunakannya di masa muda untuk membuat ID card agar bisa masuk ke area tertentu. Di sana, muncul cerita tentang seorang bernama Paiman yang dituding menerima pesanan pembuatan dokumen, tetapi kabarnya bukan dia yang mengerjakan. “Om Paiman memang yang terima, tapi yang bikin bukan dia,” kata keponakannya, Sungkono.
Bagi Sri Radjasa, semua potongan kecil itu mengarah pada pertanyaan besar: ada sesuatu yang sengaja ditutup.
Bayang Ancaman pada Legitimasi Presiden Prabowo
Menurut Sri, sikap Komisi Percepatan Reformasi Polri terhadap kehadiran Roy Suryo dan para pendukungnya justru menambah ketegangan. Jika kasus ini terus dipaksakan tanpa kejelasan dan akhirnya berujung pada penahanan Roy Suryo maupun Rismon, konsekuensinya akan sangat luas.
“Ini bisa menggerus legitimasi Presiden Prabowo,” tegasnya.
Publik, kata Sri, melihat Prabowo sebagai harapan baru, apalagi setelah ia membentuk tim percepatan reformasi Polri. Namun, ketika komposisi tim justru memasukkan nama-nama yang dianggap bagian dari masalah—Tito, Sigit, dan figur lain dari kepemimpinan Polri sebelumnya—kepercayaan publik langsung jatuh.
“Bagaimana mungkin orang yang merusak institusi justru duduk di tim untuk memperbaikinya?” katanya. “Pasti ditutupi. Mereka akan melindungi nama baik sendiri.”
Baginya, ini bukan sekadar salah urus, melainkan sinyal kompromi besar dalam tubuh tim reformasi.
Walkout yang Memecah dan Mengungkap
Aksi walkout yang dilakukan Refi Harun, Sri, dan sejumlah tokoh purnawirawan menjadi momen puncak yang membongkar kepincangan di tubuh tim. Sri menilai tindakan itu bukan sekadar protes spontan, melainkan bukti bahwa proses reformasi Polri “tidak patut dipercaya”.
Namun tidak semua anggota rombongan keluar. Beberapa tetap bertahan, diduga karena kesalahpahaman informasi. Mereka mendengar ucapan seorang anggota tim, Faisal Asegap, yang mengatakan bahwa mereka “tidak perlu keluar”. Sri menjelaskan bahwa hal itu memicu kemarahan Panarapan Narso—pimpinan Forum Purnawirawan—karena dianggap tidak menghormati keputusan kolektif yang diambil Refi sebagai ketua rombongan.
“Ini bukan sekadar beda pendapat. Ada indikasi upaya memecah-belah,” ujar Sri.
Reformasi Polri: Harapan yang Pudar
Ketika publik berharap kepada figur seperti Mahfud MD atau Jimly Asshiddiqie, Sri Radjasa melihat mereka hanyalah elemen kosmetik.
“Itu cuma untuk menyenangkan publik. Nyatanya implementasi tidak transparan,” katanya.
Ia menilai bahwa arah reformasi sudah “disiapkan” sejak awal—dan bukan untuk menegakkan keadilan. Dari tidak digantinya Kapolri Sigit hingga masuknya figur-figur yang dianggap bagian dari masalah, bagi Sri Radjasa semuanya menunjukkan bahwa proses ini tidak pernah dimaksudkan untuk benar-benar membenahi Polri.
“Ini produk gagal,” tegasnya. “Kalau dari awal sudah rusak, bagaimana mau dibilang baru?”
Ancaman Operasi Garis Dalam Geng Solo
Sri menyebut istilah paling keras sepanjang wawancara: Operasi Garis Dalam Geng Solo. Menurut analisisnya, jaringan kekuasaan yang terbentuk sejak era Jokowi masih bertahan di berbagai titik strategis: kepolisian, TNI, relawan, ormas, hingga lingkaran birokrasi.
Tahap pertama, katanya, adalah memasukkan figur-figur loyalis ke pusat kekuasaan. Tahap kedua—yang menurutnya sedang berjalan—adalah menciptakan kegagalan-kegagalan yang pada akhirnya diarahkan kepada Presiden Prabowo.
“Semua blunder nanti dipertemukan ke Prabowo,” ujarnya. “Lama-lama sasaran tembaknya dia. Itu bahaya.”
Ia bahkan menyebut potensi terjadinya mobilisasi publik yang menuntut penurunan Presiden Prabowo jika krisis kepercayaan terus meluas.
“Ini bukan main-main. Yang dirusak adalah stabilitas negara.”
Roy Suryo CS: Fokus Bertahan
Sri Radjasa menjelaskan bahwa Roy Suryo dan timnya kini lebih memprioritaskan persiapan pembelaan terkait status tersangka. Rencananya, mereka akan bekerja sama dengan pihak independen, termasuk peneliti luar negeri, untuk menuntut proses yang adil dan berbasis sains.
Dalam pertemuan di PTIK, Roy membawa sejumlah dokumen—termasuk white paper dan buku terkait isu ijazah Jokowi—meski tidak semuanya sempat dibuka dan dibahas.
Arah Gerakan Sipil
Saat ditanya apa yang harus dilakukan masyarakat sipil, Sri menjawab satu kata pendek namun menghentak: “Revolusi.”
Baginya, kerusakan sistemik yang terjadi saat ini sudah terlalu dalam untuk diperbaiki dengan mekanisme biasa. Jika kekuasaan berjalan setengah hati, rakyat akan hidup setengah mati.
Negara yang dipenuhi satgas—satgas tambang, satgas hutan, satgas mafia—baginya hanya menandakan bahwa tidak ada perubahan substansial pasca pergantian pemerintahan.
Sinetron Kekuasaan di Negara Bernama Indonesia
Meski penuh kekecewaan, pertemuan di PTIK ditutup dengan tawa getir saat Sri dan kelompoknya makan bersama. “Apa yang terjadi di negeri ini tak lebih dari sinetron atau dagelan,” katanya.
Namun di balik tawa itu, tegangannya nyata. Pertemuan “rahasia” di PTIK bukan hanya tentang walkout, tetapi tentang pertarungan arah kekuasaan—siapa mengendalikan siapa, dan siapa yang akan dikorbankan.
Dan bagi Sri, jawabannya semakin jelas: tarung besar belum selesai.
Sumber: Youtube Forum Keadilan
EDITOR: REYNA
BACA JUGA:
Pertemuan “Rahasia” di PTIK (Bagian 1) : Walkout, Ketegangan, dan Polemik Komisi Reformasi Polri
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Pertemuan “Rahasia” di PTIK (Bagian 1) : Walkout, Ketegangan, dan Polemik Komisi Reformasi Polri

Sikap Arogan Ketua Tim Reformasi Polri Justru Tak Hendak Mendengarkan Suara Rakyar

Sutoyo Abadi: Memusingkan

Tantangan Transformasi Prabowo

Kementerian PKP Tertinggi Prestasi Penyerapan Anggaran dari Seluruh Mitra Komisi V

Kejati Sumut Sita Rp150 Miliar dari Kasus Korupsi Penjualan Aset PTPN I: Babak Baru Pengungkapan Skandal Pertanahan 8.077 Hektare

Dipimpin Pramono Anung Jakarta Makin Aman dan Nyaman, Ketua Umum APKLI-P: Grand Opening WARKOBI Januari 2026 Diresmikan Gubernur DKI

Refly Harun Dan RRT Walkout saat Audiensi Dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri

Subuh, Kolaborasi, Kepedulian, dan Keberkahan



No Responses