Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3):  Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Oleh: Budi Puryanto

Setelah negara terselamatkan dari ancaman PKI dan proses pemulihan ekonomi mulai digerakkan, Indonesia memasuki fase yang tak kalah genting: ketidakstabilan politik dan keamanan nasional.

Menurut sejarawan Anhar Gonggong, periode setelah G30S 1965 adalah salah satu momen paling rapuh dalam sejarah modern Indonesia. Bangsa terpecah, ekonomi porak-poranda, pemerintahan kehilangan legitimasi, dan ketegangan ideologis meledak di berbagai daerah.

Dalam situasi inilah Soeharto memainkan peran kunci dalam menata ulang negara agar kembali stabil dan dapat berfungsi.

Kekacauan Setelah 1965: Negara di Ambang Disintegrasi

Anhar menekankan bahwa banyak generasi muda hari ini tidak memahami betapa rapuhnya negara pada masa itu. Setelah G30S, tidak ada garis komando yang jelas, rumor kudeta beredar setiap hari, hubungan sipil–militer memburuk, dan ketakutan masyarakat terhadap konflik horizontal sangat tinggi.

Di beberapa daerah, terjadi aksi balasan, aksi subversi, dan potensi perang saudara. Negara praktis berada dalam kondisi darurat nasional.

Dalam keadaan tersebut, stabilitas menjadi kebutuhan mutlak. Tanpa stabilitas, pembangunan tidak bisa dilakukan; tanpa stabilitas, kepercayaan publik tidak dapat dipulihkan.

Peran Soeharto Mengembalikan Stabilitas Politik

Menurut Anhar, Soeharto melakukan serangkaian langkah strategis untuk mengembalikan ketertiban negara.

Pertama, ia memperkuat struktur keamanan melalui ABRI dan menata ulang komando militer sehingga tidak ada ruang bagi kekuatan-kekuatan liar yang dapat menyalakan kembali konflik bersenjata.

Kedua, ia mengendalikan sentimen politik ekstrem di akar rumput, baik yang pro-Kiri maupun pro-Kanan, agar tidak menimbulkan kekacauan lanjutan.

Ketiga, Soeharto mengembalikan kewibawaan pemerintahan pusat yang saat itu melemah akibat polarisasi politik. Ia merapikan birokrasi, menegaskan aturan hukum, dan menghidupkan kembali lembaga pemerintahan agar mampu bekerja secara efektif.

Transisi Kekuasaan Tanpa Perang Saudara

Salah satu aspek yang ditekankan Anhar adalah bahwa peralihan kekuasaan dari Sukarno ke Soeharto berlangsung tanpa perang saudara. Padahal, kata Anhar, dalam banyak negara lain yang mengalami kudeta dan konflik ideologi tajam, pergantian kekuasaan hampir selalu berakhir dengan pertumpahan darah besar-besaran.

Fakta bahwa Indonesia dapat melalui masa transisi tersebut secara relatif damai merupakan pencapaian politik yang besar.

“Soeharto berhasil membawa bangsa keluar dari potensi perang saudara tanpa kehancuran yang lebih dalam,” ujar Anhar.

Fondasi Stabilitas Nasional untuk Pembangunan

Setelah stabilitas tercipta, Soeharto membangun kerangka politik yang memberikan kepastian jangka panjang bagi pembangunan ekonomi. Ia menata ulang hubungan pusat–daerah, memperkuat kesatuan nasional, dan menciptakan iklim keamanan yang memungkinkan investasi masuk.

Menurut Anhar, stabilitas pada masa awal Orde Baru adalah fondasi yang membuat Indonesia mampu melakukan pembangunan besar-besaran pada dekade 1970-an hingga 1990-an.

Stabilitas adalah syarat dasar peradaban; tanpa stabilitas, tidak ada kemajuan. Dalam perspektif inilah Soeharto dianggap berjasa luar biasa.

Sejarawan tersohor Anhar Gonggong melihat bahwa keberhasilan Soeharto menciptakan stabilitas politik dan keamanan setelah salah satu krisis terbesar bangsa merupakan alasan penting mengapa ia layak mendapat gelar Pahlawan Nasional. Bagi Anhar, keselamatan bangsa adalah ukuran tertinggi dalam menilai seorang tokoh sejarah.

BERSAMBUNG

EDITOR: REYNA

Baca jua:

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (1): Mewarisi Ekonomi Bangkrut, Inflasi 600%

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (2): Menumpas PKI dan Menghindarkan Indonesia dari Negara Komunis

Last Day Views: 26,55 K