Modus Ala Jokowi

Modus Ala Jokowi
Joko Widodo

Oleh: Muhammad Chirzin

Beredar kabar bahwa Jokowi mau istirahat total sampai tahun 2027. Di tengah santernya tuntutan pembuktian ijazah Jokowi, bukankah itu modus untuk menghindar dari perkara ijazah palsu?

Istilah “modus” sering digunakan untuk menggambarkan cara atau metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks ini, beberapa pihak menyuarakan kekhawatiran bahwa keputusan Jokowi untuk beristirahat total sampai tahun 2027 mungkin merupakan upaya untuk menghindar dari perkara ijazah palsu yang sedang berlangsung.

Dokter Tifa, misalnya, menyatakan bahwa klaim Jokowi tentang istirahat total untuk memulihkan kesehatannya sampai tahun 2027 mungkin hanya alasan untuk menghindari pemeriksaan lebih lanjut terkait kasus ijazah palsu.

Pengamat politik Hersubeno Arief juga menyoroti kemungkinan bahwa Jokowi ingin menghindari pertemuan dengan Roy Suryo dan timnya yang sedang menangani kasus tersebut.

Selama masa pemerintahannya, Jokowi sering kali mengeluarkan pernyataan yang kemudian tidak sesuai dengan kebijakan yang diambil. Contohnya, ia pernah mengatakan bahwa dana IKN tidak akan berasal dari APBN, namun kenyataannya justru sebaliknya. Selain itu, janji Jokowi bahwa keluarganya tidak akan terjun ke politik juga dilanggar. Ketidaksesuaian antara ucapan dan tindakan ini menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap integritas kepemimpinan Jokowi.

Menurut data yang dihimpun, ada 66 janji Jokowi yang belum tertunaikan hingga saat ini.

Beberapa contoh kasus yang disebutkan menunjukkan bahwa ada ketidaksesuaian antara ucapan dan tindakan Jokowi. Misalnya, ia pernah mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 8%, namun kenyataannya hanya mencapai 5%. Selain itu, janji-janji seperti swasembada pangan, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan kualitas pendidikan juga belum sepenuhnya terpenuhi.

Contoh mutakhir, Whoosh. Dugaan mark up pembiayaan besar-besaran; janjinya projek B to B, tapi pakai APBN; sejumlah pembebasan tanah belum kelar; Negara membeli tanah milik Negara, dll. Apa mungkin semua itu terjadi tanpa unsur korupsi?

Kemungkinan besar tidak semua itu terjadi tanpa unsur korupsi. Dugaan mark up pembiayaan besar-besaran, penggunaan APBN untuk proyek B to B, pembenahan tanah yang belum kelar, dan negara membeli tanah milik negara sendiri, semua itu mengindikasikan adanya penyimpangan dan korupsi.

KPK telah menyelidiki dugaan korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh, termasuk dugaan penjualan kembali tanah milik negara kepada negara sendiri dalam proses pengadaan lahan. Selain itu, ada juga dugaan mark up biaya proyek yang membengkak dari estimasi semula.

Faktor-faktor seperti perubahan kebijakan, kurangnya transparansi, dan lemahnya pengawasan juga dapat menjadi indikator adanya korupsi. Perlu dilakukan investigasi dan audit yang lebih lanjut untuk memastikan apakah ada unsur korupsi dalam proyek Whoosh ini.

Prabowo Subianto buru-buru mengambil alih tanggung jawab proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) karena ingin menunjukkan bahwa pemerintahannya siap menyelesaikan masalah yang ditinggalkan pemerintahan sebelumnya dan menjaga stabilitas proyek strategis nasional. Dengan mengambil alih tanggung jawab, Prabowo juga ingin menunjukkan bahwa dia memiliki kontrol penuh atas proyek tersebut dan dapat memastikan bahwa proyek tersebut berjalan sesuai dengan rencana dan memberikan manfaat bagi rakyat.

Prabowo ingin menunjukkan bahwa dia memiliki kekuatan politik yang cukup untuk menyelesaikan masalah yang kompleks dan kontroversial.

Dengan mengambil alih tanggung jawab, Prabowo ingin menunjukkan komitmennya untuk menyelesaikan proyek Whoosh dan memberikan manfaat bagi rakyat.

Beberapa pengamat politik memiliki pandangan yang berbeda. Mereka menganggap bahwa Prabowo mengambil alih tanggung jawab Whoosh karena ingin menutupi masalah yang lebih besar, seperti korupsi atau penyimpangan dalam proyek tersebut. Selain itu, ada juga yang menganggap bahwa Prabowo ingin menggunakan proyek Whoosh sebagai alat politik untuk meningkatkan citra dirinya dan pemerintahannya.

Pihak-pihak yang mungkin dimintai pertanggungjawaban.

Selain Presiden Jokowi, beberapa pihak yang kerap disebut bertanggung jawab dalam kasus Kereta Cepat Whoosh adalah sebagai berikut.

PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) – sebagai badan usaha yang mengelola proyek, menjadi fokus utama penyelidikan kerugian dan pembengkakan biaya.

PT Kereta Api Indonesia (KAI) – memiliki saham mayoritas di KCIC (60%) dan menerima suntikan dana PMN dari APBN, sehingga ikut bertanggung jawab atas penggunaan dana negara.

PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) – anak usaha KAI yang menggantikan peran BUMN lain dalam proyek, menjadi sumber kerugian besar bagi WIKA dan entitas lain.

Wijaya Karya (WIKA) – sebagai pemegang saham PSBI (38%) dan kontraktor, mengalami kerugian Rp 7,12 triliun dan membengkak akibat beban bunga serta sengketa pembayaran.

Komisi VI DPR RI – melakukan pengawasan dan meminta klarifikasi, sehingga menjadi salah satu lembaga yang mengawal akuntabilitas proyek.

Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) – melakukan review pembengkakan biaya hingga Rp 21,74 triliun, menjadi dasar audit lebih lanjut.

Pemeriksaan lebih lanjut bisa melibatkan Menteri Perhubungan, BUMN terkait, dan lembaga anti-korupsi jika ditemukan indikasi penyimpangan.

Pembentukan Komisi Percepatan Reformasi Polri diduga mengandung unsur pengalihan isu tanggung jawab Whoosh.

Pembentukan Komisi Percepatan Reformasi Polri oleh Presiden Prabowo Subianto memang menjadi sorotan karena bertepatan dengan momen di mana ia juga menyatakan akan bertanggung jawab penuh atas proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh). Banyak pihak yang menilai bahwa langkah ini bisa jadi upaya pengalihan isu dari masalah besar yang sedang dihadapi, yaitu dugaan korupsi dan pembengkakan biaya proyek Whoosh.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menegaskan bahwa penyelidikan kasus Whoosh tetap berlanjut dan tidak akan dihentikan, meskipun Presiden Prabowo sudah menyatakan siap bertanggung jawab atas utang proyek tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ada upaya untuk memastikan bahwa proses hukum tetap berjalan tanpa terpengaruh oleh pernyataan politik.

Pembentukan Komisi Percepatan Reformasi Polri juga memiliki alasan dan tujuan yang jelas, yaitu untuk melakukan kajian menyeluruh dan berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara terhadap institusi Polri. Komisi ini dibentuk dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 122/P Tahun 2025 dan memiliki 10 anggota dengan latar belakang mantan dan pejabat aktif pemerintah maupun petinggi kepolisian.

Beberapa pengamat politik juga memiliki pandangan bahwa pembentukan komisi ini bisa jadi upaya untuk mengalihkan perhatian publik dari masalah Whoosh. Mereka menganggap bahwa Prabowo ingin menunjukkan bahwa pemerintahannya fokus pada reformasi Polri dan bukan pada masalah korupsi proyek Whoosh.

Namun, tanpa bukti yang cukup, sulit memastikan apakah pembentukan Komisi Percepatan Reformasi Polri memang mengandung unsur pengalihan isu atau tidak. Yang pasti, proses penyelidikan kasus Whoosh masih berlanjut dan KPK telah menegaskan komitmennya untuk mengungkap kebenaran dan memastikan bahwa tidak ada penyimpangan dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K