JAKARTA – Dalam beberapa tahun terakhir, “thrifting” menjadi tren kuat di kalangan anak muda Indonesia. Ia bukan sekadar gaya hidup hemat, tetapi telah berkembang menjadi industri besar yang menyentuh isu ekonomi, sosial, hingga aturan perdagangan. Tak heran, praktik thrifting kini menjadi pembahasan serius di DPR dan Kementerian Keuangan, terutama terkait masuknya pakaian bekas impor.
Berikut penjelasan lengkap dalam bentuk artikel populer:
Apa Itu Thrifting?
Thrifting berasal dari kata thrift, yang berarti hemat. Dalam konteks gaya hidup dan fesyen, thrifting merujuk pada aktivitas membeli barang bekas yang masih layak pakai, terutama pakaian, tas, sepatu, atau aksesori.
Bentuknya bisa berupa:
Thrift shop fisik (toko barang bekas yang dikurasi)
Lapak online di media sosial atau marketplace
Pasar loak seperti Pasar Baru, Gedebage Bandung, Senen, atau Pasar Tanjung Karang
Thrifting menawarkan dua hal sekaligus: harga murah dan pilihan fesyen unik yang tidak diproduksi ulang.
Mengapa Thrifting Meledak di Indonesia?
1. Harga Terjangkau
Banyak anak muda bisa mendapatkan pakaian berkualitas premium dengan harga Rp20.000–Rp80.000, bahkan brand internasional bisa didapat di bawah Rp200.000.
2. Fesyen yang Unik dan Personal
Barang bekas biasanya tidak tersedia massal, sehingga memberi kesan eksklusif bagi pemakainya.
3. Kesadaran Lingkungan
Thrifting mengurangi fast fashion waste, limbah tekstil, dan produksi pakaian berlebih. Gerakan ini sejalan dengan sustainable fashion.
4. Potensi Bisnis
Banyak anak muda memulai usaha thrift shop rumahan yang kemudian berkembang menjadi sumber pendapatan utama.
Lalu, Mengapa DPR dan Menteri Keuangan Membahas Thrifting?
Masalah muncul ketika sebagian besar pakaian thrift di Indonesia ternyata berasal dari impor pakaian bekas ilegal. Undang-undang perdagangan Indonesia melarang impor barang bekas, terutama pakaian, karena berpotensi:
1. Merusak Industri Tekstil Lokal
Pakaian bekas impor dijual sangat murah, membuat pabrik tekstil dan konveksi lokal kesulitan bersaing. Banyak pabrik TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) melaporkan penurunan pesanan akibat lonjakan pakaian impor bekas.
2. Mengurangi Penerimaan Negara
Karena banyak masuk melalui jalur ilegal, negara kehilangan potensi pajak dan bea masuk.
3. Risiko Sanitasi dan Kesehatan
Beberapa pakaian impor bekas tidak melewati proses sterilisasi yang jelas, berpotensi membawa bakteri, jamur, atau tungau.
4. Menguatnya Jaringan Penyundupan
Permintaan besar terhadap thrift impor membuat aktivitas penyelundupan meningkat, yang kemudian menjadi perhatian serius aparat dan pembuat kebijakan.
Oleh sebab itu, Menteri Keuangan dan DPR membahas:
Penegakan bea cukai
Perlindungan industri lokal
Pengaturan ulang impor barang bekas
Pengembangan pasar pakaian murah legal dalam negeri
Thrifting Lokal vs Thrifting Impor: Perbedaan Penting
Thrifting Lokal
–Barang bekas dari masyarakat dalam negeri
–Legal
–Mendukung ekonomi lokal
–Lebih aman dari sisi higienitas
–Mengurangi limbah dalam negeri
Thrifting Impor
-Barang bekas dari luar negeri
-Dilarang’ilegal
-Menggerus industri lokal
-Risiko kesehatan
– Menambah beban limbah tekstil
Pemerintah tidak melarang thrifting, yang dilarang adalah pakaian bekas impor.
Thrifting lokal justru didukung sebagai bentuk ekonomi sirkular.
Masa Depan Thrifting di Indonesia: Bertahan atau Terhimpit Regulasi?
Jika pemerintah menertibkan impor ilegal tanpa menyediakan solusi, jutaan pelaku usaha thrift shop bisa terdampak. Karena itu muncul wacana agar negara:
Membuka industri daur ulang tekstil lokal
Mendorong bazar second-hand legal
Mengembangkan platform re-commerce lokal
Membuat standar higienitas produk bekas
Dengan pendekatan ini, thrifting tetap hidup, industri lokal terlindungi, dan aktivitas ilegal dapat ditekan.
Fenomena unik
Thrifting adalah fenomena unik: ia menggabungkan kreativitas anak muda, gaya hidup ramah lingkungan, dan peluang bisnis. Namun ketika praktik ini melibatkan impor ilegal, isu tersebut naik ke tingkat nasional dan menjadi perhatian DPR serta Menteri Keuangan.
Indonesia kini berada pada momen penting: bagaimana menata thrifting agar tetap bermanfaat tanpa merusak industri lokal dan tanpa membuka ruang penyelundupan?
Tren ini belum akan hilang—yang berubah adalah cara pemerintah mengaturnya.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Komisi Reformasi Polri Dan Bayang-Bayang Listyo Syndrome

Sri Radjasa: Reformasi Polri Setengah hati, Sekadar Perbaikan Kosmetik

Modus Ala Jokowi

Trump: “Bukan Masalah Pertanyaanmu, Tapi Sikapmu, Kamu Adalah Wartawan Yang Parah”

Teguran Presiden di Ruang Tertutup: Mahfud MD Ungkap Instruksi Keras kepada Kapolri dan Panglima TNI

Orang Jawa Sebagai “Bani Jawi” Adalah Keturunan Nabi Ismail: Perspektif Prof. Menachem Ali

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (4): Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional Yang Menyelamatkan Indonesia

Novel “Imperium Tiga Samudara” (15) – Operation Floodgate

Habib Umar Alhamid: Prabowo Sebaiknya Dukung Habis Gerakan Purbaya, Biarkan Beliau Bekerja!

Keberpihakan Komisi Reformasi POLRI


No Responses