Cacat Moral, Mal Fungsi Alat Konstitusi Dan UU Yang Dikutuk

Oleh : Agus Mualif Rohadi

Apakah hikmah besar atas penolakan secara keseluruhan permohonan keadilan atas terjadinya dugaan kecurangan pilpres 2019?

Diseluruh dunia, ada kesamaan maksud dibentuknya suatu lembaga yang disebut Mahkamah yaitu tempat bagi semua orang untuk  menggantungkan tujuan dalam mencari,  menemukan dan memperoleh kebenaran dan keadilan.

Alat untuk memperoleh kebenaran peristiwa hukum adalah alat bukti berupa :
1) fakta lapangan atau tkp.   Banyak macam bukti fakta lapangan baik berupa bukti fisik maupun administratif seperti dokumen tertulis.
2) saksi, yaitu saksi fakta dan saksi ahli. 

Dua alat bukti ini harus ada semua. Hanya satu alat bukti saja maka ada cacat atas kebenarannya.

Untuk menerapkan keadilannya adalah dengan diletakkan kebenaran peristiwa pada nilai dan norma yang berlaku yang didukung moralitas dan integritas para penegak keadilan  mahkamah.

Dalam permohonan dugaan kecurangan, MK telah membatasi jumlah saksi fakta dan saksi ahli untuk mengkonfirmasi sejumlah beberapa truk dokumen dengan berat beberapa ton.  Saksi dan dokumen yang dibawa oleh pemohon adalah untuk membangun konstruksi peristiwa dugaan kecurangan dalam pilpres. 

Dari pembatasan saksi dengan alasan waktu yang terbatas, sebenarnya sudah menunjukkan bahwa konstruksi peristiwa dugaan kecurangan sudah tidak akan bisa terbentuk sempurna.  MK ternyata tidak hanya membatasi jumlah saksi, tapi juga tidak mendalami kesaksian melalui konfirmasi dengan alat bukti dokumen DPT maupun C1 yang diduga telah direkayasa dan dipalsukan yang telah ada analisis forensiknya.

Tanpa pendalaman kesaksian dengan memeriksa dokumen yang sangat banyak apakah MK telah sah membangun kebenaran atas terjadinya kecurangan ?

Secara tak terduga, MK melempar handuk dengan menyatakan bahwa MK tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif dengan menyatakan kecurangan TSM menjadi kewenagan BAWASLU.  Ini bisa menjadi bukti yang membuat MK dapat dinilai telah memperkosa alat bukti dugaan kecurangan dan norma sekaligus.

Bawaslu adalah badan pengawas. Semua orang tahu bahwa produk bawaslu hanyalah rekomendasi kepada KPU yang bisa dilaksanakan atau diabaikan KPU.

Banyak contoh pengabaian rekomendasi bawaslu oleh KPU baik di tingkat daerah maupun pusat.  Contoh pengabaian rekomendasi bawaslu di tingkat pusat adalah tidak memeriksa penyelenggara QC yang telah dinyatakan menggunakan metode yang tidak bisa dipertanggung jawabkan dan tidak menyampaikan laporan kegiatan surveynya, serta tidak memerintahkan penghentian situng yang telah ditemukan banyak cacat dan tidak valid.

Dengan cacat prosedur dalam memperoleh kebenaran kemudian MK lansung melompat dengan cara meletakkan kesaksian pada norma yang tentu hal ini dapat dinilai sebagai langkah pemaksaan oleh MK terhadap kebenaran alat bukti sekaligus normanya.

Terjadinya pemperkosaan atas alat bukti dan norma normanya serta membuang jauh jauh nilai, moralitas dan integritas kelembagaan MK maupun kesakralan hakim MK, maka telah ditontonkan pertunjukan bahwa ada ketidak sempurnaan norma dan integritas MK sehingga terjadi mal praktik atas fungsi MK.

Atas diketahuinya kejadian malfungsi sekaligus cacat moral di MK, menjadi hikmah terbesar atas peristiwa dikalahkannya secara total pengaduan dugaan kecurangan pilpres yang perlu di buat solusinya dimasa depan dengan memperbaiki seluruh norma yang berlaku.

Peristiwa yang menjadi sebab terkuaknya ketidak sempurnaan MK ini dapat ditelusuri  tanda tandanya pada kurun lima tahun ini.

Peristiwa politik pada awal periode pemerintahan ini, ditandai dengan terjadinya perombakan koalisi di parlemen dengan merubah perbedaan orientasi politik pragmatis dalam tubuh partai menjadi pembesaran koalisi pemerintah melalui dukungan kepada salah satu pihak dalam tubuh partai dengan menggunakan alat kekuasan hukum. PPP dan Golkar dipecah, kemudian masuk dalam koalisi pemerintah. 

Koalisi pemerintah menjadi koalisi dominan dengan kursi di parlemen 60 % lebih.

Selanjutnya, dengan memanfaatkan keputusan MK tentang penyelenggaraan pemilu serentak, koalisi pemerintah mengajukan Undang Undang Presidential Treshold. Ada yang mengatakan konstruksi Undang undang ini masuk dalam jenis konstruksi undang undang  yang dikutuk yang dapat menghasilkan perbuatan yang dikutuk pula.

Sejak awal undang undang presidential treshold yang diprakarsai pemerintah koalisi mayoritas partai ini sudah di kecam sebagai undang undang yang dibuat hanya untuk mempertahankan kekuasaan petahana.

Dalam pembahasan di DPR sudah diwarnai walk out dan abstain dari kubu partai oposisi.  Koalisi petahana yang berkekuatan 60 % lebih memaksakan capres diusung oleh minimal 20 % kursi parlemen. Dengan demikian tidak mungkin muncul 3 calon.

Pencapresan dilaksanakan dengan berdasar hasil suara pemilu 2014 yang juga diprotes karena hal itu mengabaikan kemungkinan perubahan pandangan masyarakat disebabkan oleh persepsi atas capaian kinerja petahana dan koalisinya selama 4 tahun. Dengan demikian Undang Undang ini memutasikan dukungan atau pilihan rakyat yang sudah kedaluwarsa. Ada kecenderungan manipulatif terhadap pilhan rakyat yang dimutasikan menjadi kehendak elit politik partai.

Undang undang yang bertolak belakang dengan fakta multi partai ini diprediksi akan menggiring tiga kemungkinan pencapresan yaitu, kemungkinan pertama petahana akan melawan bumbung kosong, kemungkinan kedua akan melawan calon abal abal atau calon boneka. Kemungkinan ketiga, akan muncul calon kuat.

Namun lawan kuat yang muncul dari proses yang dipaksakan dapat mengakibatkan terbelahnya dukungan dalam dua kubu yang kuat.

Pembelahan masyarakat sekaligus pembelahan dukungan ini terbukti dengan produksi isu bersifat ideologis oleh koalisi petahana yang sangat masif yaitu aku Pancasila, aku NKRI, aku bineka tunggal ika, aku toleran.

Semuanya dimulai dengan diksi “aku”, yang otomatis menempatkan lawan politik sebagai “bukan aku” yang merupakan kelompok anti pancasila, anti NKRI, anti kebinekaan, dan anti toleransi. Isu anti Pancasila dan anti toleran bahkan bermutasi menjadi isu pendukung khilafah dan pendukung radikalisme yang dialamatkan pada kubu oposisi. 

Untuk mendukung penguatan isu pembelahan ini, pemerintah membubarkan HTI, sebuah ormas kecil yang cenderung tidak berpolitik yang tidak punya akses politik baik pada pemerintah maupun partai oposisi. HTI distigma sebagai penyokong khilafah yang radikal dan menunggangi oposisi.  Dukungan ulama non mainstreem pada kubu oposisi di stigma sebagai bukti oposisi telah ditunggangi kelompok radikalis dan penyokong khilafah.  Gerakan baru muslim populis juga tidak luput dari stigma tersebut.

Koalisi Petahana yang telah memproduksi isu ideologis dan agama yang membelah masyarakat ini tidak menyisakan tempat bagi oposisi masuk dalam masalah tersebut. Isu ekonomi yang menjadi kelemahan petahana karena kinerja ekonomi yang merosot dibanding kinerja era pemerintahan sebelumnya menjadi terpinggirkan.

Pembelahan masyarakat yang keras dan masif sebagai akibat isu ideologis akan selalu memumculkan fanatisme dukungan yang dapat berbuah perilaku menghalalkan segala cara.  Hasrat perbuatan curang dengan demikian mudah digerakkan cukup dengan pernyataan dan manuver simbolik saja.  Kreasi perbuatan curang bermunculan sesuai kreatifitas pendukung di lapangan tanpa komando langsung.

Ending dari Undang Undang yang dikutuk pada  akhirnya menghasilkan peristiwa yang dikutuk pula.  Muncul kurban nyawa dan luka luka pada demo protes kecurangan.  Kurban nyawa sepertinya akan terabaikan, tidak jelas kelanjutan penanganannya, juga tidak ada tuduhan kongkrit kepada siapa pihak yang menjadi penyulut rusuh.  Namun  ada temuan Amnesty internasional Indonesia yang menyatakan adanya pelanggaran HAM dalam menangani unjuk rasa yang awalnya berlangsung damai namun karena ada campur tangan dari tangan tangan kotor yang terkutuk kemudian berakhir dengan rusuh.

Mengapa kerusuhan yang videonya viral secara luas ini tidak bisa mengungkap aktor intelektualnya ? Banyak penangkapan tapi tidak ada kejelasan proses selanjutnya ? Ada pula pengakuan sebagai bagian perusuh tapi dalam hitungan jam langsung viral kepalsuan pengakuannya sehingga nampak jika hanya rekayasa saja. Ada viral kurban tidak berdosa tertembak peluru tajam, penyiksaan oleh personil aparat keamanan, dan masih banyak video viral penangan kerusuhan lainnya yang menghasilkan temuan pelanggaran HAM oleh Amnesti internasional.

Undang Undang yang dikutuk pada akhirnya telah menghasilkan perbuatan yang dikutuk pula.

Sebagai penutup, perbuatan terkutuk adalah perbuatan setan yang kelanjutan perbuatannya adalah perbuatan yang mencelakakan dan membinasakan. 

Tafsir dari ayat pertama dari surat Al – Fatikhah  ( اعو بالله من الشطان الرجيم ) adalah :
aku (selalu) berlindung kepada Allah tuhanku dan aku (selalu) membentengi diri dari  (perbuatan) setan yang terkutuk yang mengacaukan bacaanku (dan penglihatanku) atau menyesatkan aku sehingga membinasakan dan mencelakakan.

Kedepan Undang Undang yang terkutuk ini perlu dirombak agar tidak selalu membuahkan perbuatan terkutuk.

01072019

Related Posts