Kedua, tidak menjadikan Tap MPRS XXV 1966 sebagai Pertimbangan dalam Pembentukan RUU HIP pada tahun 2020.
Untuk apa sebenarnya RUU HIP dan RUU BPIP ini dibuat? Kecurigaan saya ternyata terbukti ketika fraksi-fraksi pengusungnya sengaja menolak dimasukkannya Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan larangan menganut ideologi komunisme dan marxisme-leninisme.
Protes umat Islam menggema menolak RUU HIP karena penolakan Tap MPRS tersebut sebagai politik hukumnya.
Perkembangan terakhir, inisiator RUU HIP setuju memasukan Tap MPRS tersebut dengan syarat agar paham lain yang mengancam dan bertentangan dengan Pancasila dicantumkan juga sebagai ideologi terlarang.
Sekjen PDIP menyebut ada dua ideologi yang dimaksud, yaitu Khilafahisme dan Radikalisme.
Ketiga, hak dipilih Diberikan Kembali, Putusan MK Perkara Nomor 011-017/PUU-I/2003.
Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota telah mengingkari hak warga negara untuk menyatakan keyakinan politiknya dan bertentangan Hak Asasi Manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Mahkamah Konstitusi, dalam putusan akhirnya yang disampaikan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (24/2/2003) petang, menyatakan bahwa pasal tersebut tak lagi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sehingga bekas tahanan politik dari partai terlarang seperti Partai Komunis Indonesia juga berhak dipilih dalam Pemilu.
Pasal 60 huruf g UU Pemilu itu menyebutkan bahwa mereka tak diberikan hak politiknya adalah “Bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam G30S/PKI atau organisasi terlarang lainnya.”
Telah terjadi PELONGGARAN untuk konsolidasi faham komunisme sedangkan patut diduga kegiatan mereka makin berani dan terang-terangan.
Apakah negara lain yg demokratis dan menjunjung tinggi HAM juga melakukan pembatasan hak politik? Ya! Jerman (de-Nazi-sasi), Amerika Serikat (terkait Al Qaeda).
Saya sependapat dengan dissenting opinion Hakim MK Achmad Roestandi tentang pembatasan hak dipilih eks anggota PKI dan yang terlibat itu konstitusional.
Di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pembatasan seperti itu bisa dilakukan oleh pembuat undang-undang terhadap semua hak asasi manusia, yang tercantum dalam keseluruhan Bab XV HAK ASASI MANUSIA, kecuali terhadap hak-hak yang tercantum dalam pasal 28 I, yaitu :
a. hak hidup.
b. hak untuk tidak disiksa.
c. hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani.
d. hak beragama.
e. hak untuk tidak diperbudak.
f. hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum.
g. hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
Pembatasan yang diatur dalam Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak termasuk dalam salah satu hak yang disebut dalam Pasal 28 I ayat (1).
Oleh karena itu pembatasan dalam Pasal 60 huruf g tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dari keterangan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah terungkap bahwa ketika Pasal 60 huruf g dibahas telah secara mendalam dipertimbangkan alasan-alasan pembatasan tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 I ayat (1) dan Pasal 28 J ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut Hakim Achmad Roestandi, pembatasan yang ditentukan oleh pembuat undang-undang sebagaimana tercantum dalam Pasal 60 huruf g bukanlah pembatasan yang bersifat permanen, melainkan pembatasan yang bersifat situasional, dikaitkan dengan intensitas peluang penyebaran kembali faham (ideologi) Komunisme/ Marxisme-Leninisme dan konsolidasi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sebagaimana diketahui penyebaran ideologi komunisme dan konsolidasi PKI tidak dikehendaki oleh rakyat Indonesia, dengan tetap diberlakukannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 oleh MPR hingga saat ini.
Menurut keterangan ahli, Dr. Thamrin Amal Tomagola, TAP MPR itu secara formal adalah sah, karena dibuat oleh lembaga negara yang berwenang.
Bahwasannya pembatasan ini bersifat situasional, dapat ditelusuri dengan semakin longgarnya perlakuan terhadap bekas anggota PKI dan lain-lain dari undang-undang Pemilu yang terdahulu ke undang-undang Pemilu berikutnya.
Dalam undang-undang Pemilu sebelumnya bekas anggota PKI dan lain-lain, bukan saja dibatasi hak pilih pasif (hak untuk dipilih), tetapi juga hak pilih aktif (hak untuk memilih).
Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dibatasi hanya hak pilih pasif saja.
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (5) : Pelopor Swasembada Pangan Yang Diakui Dunia

Komisi Reformasi Polri Dan Bayang-Bayang Listyo Syndrome

Dusta Yang Ingin Dimediasi

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (4): Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional Yang Menyelamatkan Indonesia

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Negara Yang Terperosok Dalam Jaring Gelap Kekuasaan

Rakyat Setengah Mati, Kekuasaan Setengah Hati

Kolonel (PURN) Sri Radjasa: Jokowo Titip Nama Jaksa Agung, Prabowo Tak Respons

Novel “Imperium Tiga Samudra” (14) – Perang Melawan Asia

Menjaga Dinasti Juara: Menakar Figur Suksesi KONI Surabaya



kado bar blueberry cakeOctober 26, 2024 at 5:50 pm
… [Trackback]
[…] Find More Info here to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/suteki-waspada-keturunan-pki-dapat-menjadi-anggota-tni-inikah-strategi-moderasi-komunisme-dalam-kebijakan-publik/ […]
massage near meOctober 26, 2024 at 5:53 pm
… [Trackback]
[…] Here you can find 78272 more Info to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/suteki-waspada-keturunan-pki-dapat-menjadi-anggota-tni-inikah-strategi-moderasi-komunisme-dalam-kebijakan-publik/ […]
Bassetti Bettwäsche im SaleNovember 16, 2024 at 9:29 pm
… [Trackback]
[…] Info on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/suteki-waspada-keturunan-pki-dapat-menjadi-anggota-tni-inikah-strategi-moderasi-komunisme-dalam-kebijakan-publik/ […]