Koalisi Perubahan Plus Melawan Koalisi Oligarki

Koalisi Perubahan Plus Melawan Koalisi Oligarki
Isa Ansori

Oleh: Isa Ansori Kolumnis

Dinamika perubahan menuju deklarasi capres dan cawapres 2024 mulai memanaskan mesin politik partai – partai politik peserta pemilu 2024.

Bakal koalisi perubahan yang digagas oleh tiga partai, satu partai dari koalisi pemerintah, yaitu Partai Nasdem dan dua adalah partai non penguasa, Partai Demokrat dan PKS. Sementara itu disatu sisi ada koalisi istana yang selama ini cenderung distigma sebagai koalisi yang berusaha melanggengkan kekuasaan oligarki, minus Partai Nasdem.

Meski masih menjadi bagian dari pemerintahan saat ini, nampaknya Nasdem sudah mulai berancang – ancang dan mengambil sikap dengan mendeklarasikan Anies Baswedan menjadi bakal calon presiden sambil menunggu momentum dari Partai Demokrat dan PKS.

Ketiga partai nampaknya sudah bersepakat bahwa calon presiden yang diajukan adalah Anies Baswedan. Tinggal menentukan siapakah yang akan mendampingi Anies. Pertimbangannya bukan hanya siapa, tapi tentu siapa yang akan bisa melengkapi Anies kelak bila menjalankan tugas – tugasnya.

Bagi koalisi perubahan plus, tugas wakil presiden bukan hanya sekedar menggunting pita, tapi harus menjadi pasangan yang saling melengkapi. Dinamakan koalisi perubahan plus, karena bisa jadi koalisi ini akan bertambah jumlahnya, konon kabarnya akan disusul PKB, Gerindra dan partai – partai lain yang berharap Indonesia lebih baik lagi dan mampu mewujudkan keadilan sosial bag seluruh rakyat. Sebagaimana tuntutan dari seluruh masyarakat yang merasakan hilangya rasa keadilan, persatuan dan perdamaian. Rakyat hanya dijadikan legitimasi bagi kepentingan istana dan kekuasaan untuk melempangkan jalan oligarki menjarah ibu pertiwi.

Sinyal Jokowi bahwa ada capres yang akan tidak mendapatkantiket dan kuatir bahwa istana yang kandisalahkan adalah sinyal yang bisa ditebak ditujukan kepada Anies Baswedan. Sehingga upaya – upaya menjadikan Anies gagal mendapatkan tiket akan semakinkeras dan kasar dilakukan.

Belum lagi sikap instrument – instrument kekuasaan lain yang berusaha menjegal Anies dengan caranya masing – masing. Upaya KPK menjegal Anies melalui ajang Formula E yang jelas jelas sukses dan tidak merugikan negara menurut audit BPK, pernyataan ketua KPU Hasyim Asy’ari sebagaimana yang disampaikan Hasna Isnaeni si wanita emas, korban dugaan pelecehan seksual dan skandal politik, bahwa presdien yang akan dimenangkan adalah pasangan Ganjar Pranowo – Eric Tohir.

Yang terbaru upaya menjegal menguatnya dukungan Anies dengan akan bergabungnya partai politik seperti PKB dan Gerindra dalam Koalisi Perubahan. Misalkan melalui lembaga survey kalau Gerindra bergabung dengan Anies, maka Gerindra tak akan mendapatkan efek ekor jass, atau kalau PKB bergabung dengan Koalisi perubahan, Cak Imin tak akan bisa mendapatkan kepastian, tentu ini bisa dipahami sebagai upaya menghadang bergabungnya kekuatan untuk mendukung Anies.

Menguatnya dukungan terhadap Anies dari partai – partai politik Koalisi perubahan plus dan penerimaan masyarakat terhadap kehadiran Anies tentu menjadi sinyal bahwa survey – survey yang ada selama ini yang selalu menempatkan Anies pada posisi buncit tiga besar, lalu partai pengusungnya merosot elektabilitasnya, bisa dimaknai sebagai survey yang masih perlu diuji validatasnya. Karena realitas yang terjadi bertentangan dengan fakta yang ada. Jadi jangan terlalu percaya dengan survey – survey seperti ini, bisa jadi survey seperti hanyalah alat pemuas yang tidak sesungguhnya.

Partai – partai non Koalisi perubahan plus, seharusnya kalau melihat hasil survey pemuas, tak perlu kuatir dan panik, kalau meyakini hasil survey itu. Apalagi berkepentingan menggoalkan calonnya. Kepanikan, kecamasan dan tingginya intensitas serangan terhadap Anies beserta bakal Koalisi perubahan dan partai partai lain yang akan bergabung bisa akan menjadi bias makna dan meragukan. Satu sisi dinyatakan menang dan unggul, tapi mengapa masih cemas dengan Anies. Jangan – jangan hasil survey sesungguhnya, Anies memang benar – benar jauh meninggalkan elektabilitas calon lain dari oligarki.

Akan selalu berlaku hukum politik bahwa semakin kuatnya dukungan terhadap calon tentu akan menyebabkan tingginya tekanan terhadap calon tersebut, apalagi calon itu tak dikehendaki oleh oligarki.

Juga akan berlaku hukum lain, semakin mendekati masa pemilu dan berakhirnya masa jabatan presiden setelah dua periode, maka sinyal meninggalkan Koalisi pemerintah juga akan ada, seperti yang pernah terjadi pada orde baru, Soeharto ditinggalkan oleh para menterinya dan partai politik pendukungnya. Bukan tidak mungkin ini akan terjadi pada Jokowi.

Bukan tidak mungkin garangnya buzzer dan Koalisi oligarki hanyalah alat untuk menutupi kecemasan dan ketakutannya, hari hari semakin mendekati pendaftaran adalah hari – hari mencemaskan bagi mereka. Karena sejatinya Koalisi ini adalah Koalisi rapuh yang kepentingannya pragmatis.

Strategi Koalisi Perubahan dengan belum mengumumkan siapa cawapres Anies bisa jadi bagian dari psywar untuk semakin meningkatkan intensitas kecemasan oligarki dan koalisinya.

Surabaya, 5 Januari 2023

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

2 Responses

  1. Japanese camsNovember 17, 2024 at 1:13 am

    … [Trackback]

    […] Read More on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/koalisi-perubahan-plus-melawan-koalisi-oligarki/ […]

  2. MLM businessDecember 27, 2024 at 9:37 pm

    … [Trackback]

    […] Read More here to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/koalisi-perubahan-plus-melawan-koalisi-oligarki/ […]

Leave a Reply