Muhammad Chirzin: Turbulensi Politik Negeri

Muhammad Chirzin: Turbulensi Politik Negeri
Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijogo Yogyakarta

Oleh: Muhammad Chirzin

Kondisi riil bangsa Indonesia saat ini masuk dalam kategori negara setengah gagal. Meminjam istilah A. Syafii Maarif, Negara salah urus. Menurut Rocky Gerung telah terjadi perselingkuhan antara kuasa lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Istilah turbulensi mengandung makna gejolak, kekacauan, dan pergolakan. Perpolitikan negeri ini mengalami perubahan signifikan pasca amandemen UUD 1945. Beberapa perubahan yang dimaksud antara lain menyangkut kedudukan dan kewenangan MPR, DPR, DPD, dan Presiden, serta pemilihan Presiden secara langsung.

Isu-isu kebangsaan krusial antara lain, korupsi di segala lini, penegakan hukum secara tebang pilih, lemahnya wibawa pemerintah, KKN meraja lela, minimnya keteladanan, komunikasi pemerintah-rakyat tidak nyambung, utang Luar Negeri massif dengan dan sumber dana yang terbatas, UU IKN dan rencana revisinya, serta kontroversi Perppu Cipta Kerja.

Negara maju jika pemerintahan berjalan dengan baik dan benar, keamanan terjaga, kebebasan berpendapat terpelihara, dan rakyat sejahtera, makmur, serta bahagia. Hal itu merupakan amanat konstitusi. Jika negara dibangun dari kebohongan, penipuan, dan rekayasa, akibatnya adalah korupsi, kolusi, manipulasi, dan nepotisme.

Pemimpin sejati tampak ketika terjadi krisis. Pemimpin sejati bukan pribadi yang alergi kritik. Sebaliknya, kritik menjadi umpan balik dan kesempatan berbenah diri. Pemimpin tak boleh kirim ratapan; pemimpin harus kirim harapan. Pemimpin yang baik melahirkan pemimpin-pemimpin yang turun tangan dan terus menggelorakan semangat untuk kejayaan.

Salah satu tuntutan reformasi ialah Amandemen UUD 1945, yakni pembatasan masa jabatan presiden secara eksplisit. Presiden yang telah habis masa jabatannya bisa dipilih kembali satu kali lagi. Sungguhpun demikian, ada pihak-pihak yang menyerukan amandemen UUD 1945 kembali, supaya seseorang bisa menjadi Presiden RI tiga periode.
Perubahan mendasar UUD 1945 lainnya ialah tatacara pemilihan presiden, yang semula dilakukan oleh wakil-wakil rakyat, kini semua rakyat berhak memilih presiden, di mana setiap kepala mempunyai satu suatu suara. Hal ini melenceng dari sila keempat Pancasila: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawartan/perwakilan. Pemilihan Presiden langsung oleh rakyat membuahkan UU Pemilu no 7 Tahun 2017 Pasal 222 tentang presidential threshold yang merepresentasikan monopoli kekuasaan oleh Partai Politik.

Perubahan mendasar UUD 1945 lainnya ialah tentang kedudukan Presiden yang bukan lagi menjadi mandataris MPR dengan segala implikasi dan konsekuensinya. MPR tidak dapat meminta pertanggungjawaban kepada Presiden atas segala kinerjanya.
UUD 1945 dan Undang-Undang serta Peraturan-peraturan turunannya niscaya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Sementara ini keadilan sosial tidak benar-benar diperjuang bagi seluruh rakyat Indonesia. Negeri ini dimerdekakan oleh rakyat semesta, tetapi kini dikuasai oleh oligarki ekonomi dan politik.

Keputusan pindah Ibu Kota Negara dilakukan tidak melalui musyawarah, melainkan melalui otoritas Presiden RI dengan meminta izin kepada DPR dalam Sidang Paripurna DPR RI 2019. DPR lalu menyusun RUU IKN dan membawanya ke sidang untuk disahkan menjadi UU IKN. Tercatat hanya Fraksi PKS saja yang menolak RUU IKN untuk disahkan menjadi UU IKN. Presiden RI Jokowi pun telah mengajukan usulan revisi UU IKN demi memenuhi tuntutan investor yang menghendaki agar bukan sekadar hak guna tanah dan bangunan serta fasilitas lainnya saja, tetapi hak untuk memilikinya.

Banyak pakar dari berbagai bidang keahlian yang telah memberikan saran penundaan pindah Ibu Kota Negara dari Jakarta ke kawasan Sepaku Penajam Paser Utara Kalimantan Timur. Di samping aspek geologi, politik, dan ekonomi, terutama karena krisis keuangan negara dengan utang yang menggunung. Bahkan untuk membayar bunga utangnya pun harus berhutang.

Tepat satu hari sebelum tahun 2022 berakhir, Presiden Jokowi menerbitkan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Penerbitan Perppu tersebut dengan dalil untuk mengisi kekosongan hukum bagi investor dalam dan luar di tengah himpitan risiko ketidakpastian global. Padahal sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan bahwa produk legislasi itu inkonstitusional, karena dinilai mengingkari aspirasi demokrasi. Karena itu, MK juga memerintahkan Pemerintah untuk memperbaikinya dan menangguhkan segala kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.

Sejumlah pakar hukum menilai tindakan Presiden Joko Widodo menerbitkan Perauturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) terkait Cipta Kerja sebagai pelanggaran hukum dan inkonstitusional. Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute, Sayyidatul Insiyah, menyatakan bahwa praktik yang dilakukan oleh Presiden semakin menunjukkan kegagalan sistem legislasi dalam sistem presidensial. Presiden Jokowi mengambil jalan pintas dengan membentuk Perppu tanpa perubahan berarti. Akumulasi kekuasaan yang dipupuk dalam sistem presidensial, dan sistem legislasi yang rapuh telah memberikan kekuasaan absolut kepada Presiden.

Menurut Feri Amsari, Universitas Andalas, tindakan Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu terkait Cipta Kerja, inkonstitusional. Pasalnya, UU Cipta Kerja telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi, dan MK mengamanatkan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun hingga 25 November 2023 mendatang. Feri menilai, tidak ada kegentingan memaksa sebagaimana ketentuan Pasal 22 ayat 1 UUD 1945 yang bisa dijadikan dalih Presiden mengeluarkan Perppu. Alasan dampak perang Rusia-Ukraina yang disampaikan Pemerintah juga tidak relevan.

Menurut Refly Harun, DPR RI harus menolak Perppu tentang Cipta Kerja, sebab MK mengamanatkan UU Cipta Kerja itu agar diperbaiki. Walaupun Perppu merupakan subjektivitas presiden, tetapi harus ada ukuran objektif di DPR untuk menolak dan menerima. Demikian pula ukuran konstitusionalitas MK untuk membatalkan.

Anang Zubaidy, pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia, menyatakan bahwa penerbitan Perppu ini tidak relevan untuk menyelesaikan problem yuridis yang sudah diputuskan oleh MK. Perppu tidak menyelesaikan persoalan formal pada UU Cipta Kerja sebagaimana yang diputuskan MK.

Menurut Bivitri Susanti, Jokowi melakukan dua kesalahan dalam menerbitkan Perppu Cipta Kerja dari sisi hukum yang menggambarkan pola pikir yang benar-benar pro pengusaha dengan menabrak hal-hal prinsipil. Tak ada urgensi untuk menerbitkan Perppu tersebut. Pada masa sidang setelah reses DPR harus membahas dan menolak penerbitan Perppu tersebut. Bivitri Susanti menulis, hukum seharusnya dibuat untuk menyeimbangkan situasi antara penguasa dan warga biasa. Namun, konsepsi awal tentang negara hukum itu buyar dengan adanya fakta-fakta politik tentang pembuatan hukum.

Amanat Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, apabila dalam dua tahun atau sampai dengan 25 November 2023 tidak diperbaiki, maka UU tersebut akan inkonstitusional secara permanen. Namun, ternyata pemerintah bukannya memanfaatkan dua tahun ini untuk memperbaiki tapi malah mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perppu.
Menurut Jimly Asshiddiqie, kalau ada niat dan tulus untuk bangsa dan negara, tindak lanjut putusan MK soal uji formil pembentukan UU Ciptaker, tidak sulit untuk dikerjakan dalam waktu 2 tahun. Jokowi sudah memenuhi syarat untuk diimpeach, dimakzulkan, dilengserkan akibat lahirnya Perppu ini.

Menko Polhukam Machfud MD

Menkopolhukam Mahfud MD mengaku senang dengan banyaknya kritik terhadap penerbitan Perppu Cipta Kerja. Namun, menurut dia, yang bisa diperdebatkan dari beleid tersebut adalah isinya, bukan prosedur penerbitannya. “Saya melihat memang reaksinya datang dari akademisi, ya, bagus. Saya juga akademisi, mungkin saya kalau tidak jadi Menteri ngeritik kayak gitu…”

Menurut Rizal Ramli Perppu Cipta Kerja merupakan pelecehan terhadap putusan MK. Sebagai mantan Ketua Hakim MK Mahfud MD bukannya mencegah, tapi malah bersekongkol memperlemah konstitusi. Pasalnya, bobot intelektual seseorang luntur ketika berhadapan dengan kekuasaan.

Ubedilah Badrun menulis, sepertinya Mahfud MD adalah otak di balik pembuatan Perppu itu. Presiden Jokowi dan Mahfud MD tidak berpihak kepada rakyat banyak, tetapi berpihak kepada oligarki. Negara ini sangat berbahaya jika dikelola dengan cara-cara seperti ini. “Sudah waktunya kaum intelektual, mahasiswa, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan partai yang masih lurus untuk berpikir mengakhiri pemerintahan yang model begini.” Salah seorang Guru Besar bertanya, “Cara mengakhirinya bagaimana ya?” Jawab saya, “Referendum!”

Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun/Net

Kamis, 05 Januari 2023 Viktor Santoso Tandiasa, Koordinator Tim Kuasa Hukum Penggugat mendaftarkan Permohonan Pengujian Formil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Menurut Viktor Santoso Tandiasa Presiden Joko Widodo telah melakukan tindakan melawan hukum, dan pembangkangan terhadap konstitusi dengan menerbitkan Perppu Cipta Kerja. Bahkan, dapat dikatakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi.

Demi kepentingan oligarki hukum diputarbalikkan. Semua ini tidak lepas dari kondisi anggota DPR dan MPR yang sudah dikuasai para oligarki, sehingga berbagai produk UU yang menguntungkan mereka berjalan mulus. Kritik tajam akademisi dan aktivis tak dianggap. Satu-satunya harapan adalah terselenggaranya Pemilu yang Jurdil pada 2024, meskipun harapan itu masih tanda tanya. Namun demikian, dalam sejarah bangsa kita, setiap ada kesulitan besar, selalu mendapat pertolongan dari Allah swt Yang Maha Kuasa. Semoga kali ini itu pun terjadi, amin.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

3 Responses

  1. nutritional supplementsDecember 4, 2024 at 1:09 am

    … [Trackback]

    […] There you will find 54003 additional Info to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/muhammad-chirzin-turbulensi-politik-negeri/ […]

  2. CryptocurrencyDecember 15, 2024 at 9:56 pm

    … [Trackback]

    […] Read More on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/muhammad-chirzin-turbulensi-politik-negeri/ […]

  3. เน็ตบ้าน aisJanuary 4, 2025 at 5:14 am

    … [Trackback]

    […] Read More Information here to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/muhammad-chirzin-turbulensi-politik-negeri/ […]

Leave a Reply