Oleh: Budi Puryanto
“Aku seperti macan ompong. Di kerangkeng dalam istana. Aku boleh tetap ada, tapi tak punya kuasa. Aku tidak diganti oleh siapapun, tetapi tujuannya bukan untuk menghormatiku. Agar mudah mengawasi segala gerakku. Tegasnya, di Jenggala aku sudah tidak bisa bebuat apa-apa,” kata Ki Patih.
“Dahulu aku yang menghadapi para adipati timur yang bergejolak diawal berdirinya Jenggala. Aku menjamin mereka bahwa pemerintahan pusat di Jenggala akan berlaku adil. Aku menjamin tidak akan ada upeti diluar kemampuan, apalagi dalam kondisi masyarakat susah, paceklik, dan gagal dalam panen,” kata Ki Patih.
“Maka dari itu, aku tidak bisa menyalahkan begitu saja sikap yang diambil oleh para Adipati di wilayah timur. Karena sikap itu dipicu oleh kebijakan pemerintah pusat di Kerajaan Jenggala sendiri. Mau menangnya sendiri, tanpa melihat kondisi rakyat dibawah,” lanjut Ki Patih.
“Bagaimana dengan raja, Kanjeng Patih,” tanya Kiageng Pandan Alas.
“Raja sudah tersandera. Dia mirip denganku. Dia dibutuhkan untuk simbul saja. Kekuasaannya sesungguhnya sudah tidaka ada. Dia benar-benar seperti burung dalam sangkar,” jelas Ki Patih.
“Lantas, siapakah orang memiliki kekuasaan diatas raja itu, Kanjeng Patih,” tanya Ki Pandan Alas.
“Permaisuri. Perempuan cantik, cerdas, berani, licik, dan haus kekuasaan,” jawab Ki Patih.
“Bagaimana dia bisa mendaki tangga kekuasaan hingga setinggi itu, Kanjeng Patih,” kejar Ki Pandan Alas.
“Awalnya seorang selir biasa. Dengan kelicikannya, dia berhasil menyingkirkan permaisuri. Lalu dia naik posisinya sebagai permaisuri baru. Apalagi berhasil memiliki anak laki-laki yang saat ini sebagai Pangeran Anom calon pengganti raja,” kata Ki Patih.
“Raja sudah dibutakan oleh kecantikannya. Seperti terkena sihir, raja menurut saja apa yang dimau oleh permaisuri. Termasuk untuk membunuh permaisuri yang lama. Tidak masuk diakal. Padahal permaisuri sedang mengandung anaknya,” jawab Ki Patih.
“Kasihan permaisuri yang lama. Cantik, baik hati, cerdas dan bijaksana, apalagi mengalir darah Daha ditubuhnya. Darah raja-raja di tanah Jawa,” kata Ki Pandan Alas.
Ki Patih sudah tidak bisa menahan diri untuk menyimpan segala rahasia. Dia berpikir sudah tua, saatnya kebenaran dibuka. Ki Pandan Alas merupakan salah seorang yang dia percaya.
“Tapi permasuri lama belum mati. Memang dia sudah tidak ada di istana. Tapi dia masih hidup,” kata Ki Patih hati-hati.
Baca Juga:
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 13)
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 14)
Kedua orang didepannya tidak bisa menutupi rasa kagetnya.
“Bagimana bisa Kanjeng Patih, dimana permaisuri sekarang berada,” tanya Ki Pandan Alas.
“Ada disuatu wilayah yang masih masuk wilayah Jenggala, diujung selatan mendekati pantai. Di sebuah hutan yang aku kira cukup aman dari penciuman istana Jenggala. Kau tahu dimana Dewi Kilisuci bertapa? Tidak jauh dari tempat itu dia tinggal,” jawab Ki Patih.
“Bagaimana Ki Patih tahu pasti kalau permaisuri masih hidup.”
“Ya, karena aku yang disuruh raja membunuhnya. Tapi aku biarkan permaisuri hidup, hatiku tidak tega melakukan perintah gila itu. Dia aku buatkan rumah didalam hutan, lalu saya carikan teman perempuan sebagaia abdi untuk menamaninya. Dia berasal dari kerabatku sendiri.”
“Bagaimana dengan anaknya.”
“Sudah lahir, dia melahirkan anak laki-laki, dan sudah besar. Seumuran pangeran Anom.”
“Dia seorang pemuda yang ganteng dan terkenal namanya di Jenggala saat ini.”
“Siapa dia, Kanjeng Patih”
“Cindelaras.”
“Ooohhh…….Sang Hyang Taya, Gusti Ingkang Moho Agung,” kata Ki Pandan Alas.
“Bukan hanya di Jenggala. Dari Daha ini saja aku mendengar nama itu. Tidak kuduga, ternyata dia putra permaisuri lama. Pewaris tahta yang sesungguhnya…,” kata Ki Pandan Alas.
“Tinggal dimana dia, Kanjeng Patih,” tanya Ki Pandan Alas.
“Terakhir aku tahu dia menuntut ilmu di padepokan Ki Ronggo, di kaki Gunung Arjuno.”
Tidak tahan menahan gejolak hatinya, Citro Menggolo ahirnya berbicara.
“Mohon ijin. Beberapa hari lalu saya bertemu dengnya Kiageng. Bahkan saya dikalahkan olehnya dalam adu jago. Tidak hanya jagonya yang hebat, tapi dia memiliki kemampuan oleh batin yang hebat,” kata Citro Menggolo.
“Jadi dia sudah keluar dari padepokan rupanya,” kata Ki Patih.
“Ya Kanjeng Patih. Ditemani dua orang, yang satu ganteng sekali, kuning bersih. Yang satunya kurus tinggi.”
“Saya benar-benar mengagumi anak muda bernama Cindelaras itu. Sejujurnya, saya ingin dia yang menggantikan jadi raja di Jenggala nantinya. Pangeran Anom yang sekarang tidak layak. Perilakunya buruk. Tidak mencerminkan sebagai putra seorang raja,” kata Citro Menggolo.
“Aku mendengar pangeran anom sering mengambil paksa gadis-gadis cantik dari desa dibawa ke istana,” lanjut Citro Menggolo.
Baca Juga:
Kedua orang yang mendengar menghela nafas dalam-dalam, tanda prihatin sekali.
“Aku sudah tua, Ki Pandan Alas. Jadi sudah saatnya aku buka kepadamu rahasia ini. Bukankah engkau masih berkerabat dengan Ibu Permaisuri yang lama itu.”
“Ya, dia masih kerabatku. Kami sama-sama keturunan dari Prabu Airlangga di Kahuripan dulu,” jawab Ki Pandan Alas.
“Aku berjanji pada diriku. Sebelum mati, aku ingin melihat Cindelaras duduk di istana yang menjadi haknya. Aku juga ingin permaisuri mendampingi anaknya. Sudah saatnya dia keluar dari hutan dan kembali ke istana. Negeri Jenggala memanggilnya,”kata Ki Patih dengan tenang dan percaya diri.
Lalu, suasana hening. Ketiga orang itu sibuk dengan pikirannya sendiri. Hingga terdengar ayam jago bersautan. Fajar merah di timur telah merekah terang. Ketiga orang itu menuju kamar tamu yang telah disediakan. Mereka tidur dengan membawa bayangan kekalutan yang terjadi di negeri Jenggala.
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Related Posts

Novel “Imperium Tiga Samudra” (14) – Perang Melawan Asia

Novel “Imperium Tiga Samudra” (12) – Meja Baru Asia

Novel “Imperium Tiga Samudra” (11) – Dialog Dibawah Menara Asap

Novel “Imperium Tiga Samudra” (10) – Perang Para Dewa

Novel “Imperium Tiga Samudra” (9) – Prometheus

Novel Imperium Tiga Samudra (8) – Horizon 3

Novel Imperium Tiga Samudara (7)- Kapal Tanker di Samudra Hindia

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Imperium Tiga Samudra (5) — Ratu Gelombang

Seri Novel “Imperium Tiga Samudra” (4) – Pertemuan di Lisbon



cam2camJanuary 2, 2025 at 8:46 pm
… [Trackback]
[…] Info to that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-15/ […]
หวยลาว ออนไลน์ คืออะไร ?February 10, 2025 at 6:50 am
… [Trackback]
[…] Find More on that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-15/ […]
pgslotFebruary 14, 2025 at 8:19 am
… [Trackback]
[…] Find More on that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-15/ […]