Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 16)

Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 16)
Ilustrasi: Cindelaras dan ayam jagonya

Oleh: Budi Puryanto

Pagi hari yang cerah. Tidak jauh dari tempat itu bertengger Gunung Wilis. Pagi itu tampak bersih tanpa awan yang menyelimuti puncaknya. Angin berhembus lembut menyegarkan. Setelah tidur beberapa saat, Ki Patih, Ki Pandan Ala, dan Citro Menggolo, duduk di pendopo sambil minum kopi dan jajanan. Ada ketela goreng, pisang goreng, dan ketan yang diberi parutan kelapa muda.

“Aku tidak bisa lama berada disini, meksipun keinginan untuk itu besar sekali. Aku akan segera kembali ke Jenggala. Aku berharap Citro bisa memberikan gambaran posisiku saat ini. Semoga para Adipati bisa memahami. Tapi aku butuh kabar perkembangan sikap para adipati selanjutnya. Kamu bisa menemuiku setiap saat,” kata Ki Patih.

“Untuk saat ini siapa Cindelaras yang sebenarnya cukup diketahui terbatas dulu. Belum saatnya dibuka secara luas. Karena apabila istana tahu, jiwanya akan terancam. Juga aku tidak luput dari ancaman itu. Sebelum itu terjadi, ada baiknya kita mempersiapkan diri,” ucap Ki Patih.

“Aku yakin kita memiliki keinginan yang sama. Hanya saja keinginan itu belum tersusun dengan rapi. Meskipun keadaan sudah menuntut. Bila terlalu lama keadaan ini dibiarkan, akibatnya akan semakin buruk bagi negeri Jenggala. Kawulo akan semakin menderita,” kata Ki Patih menegaskan.

“Benar Kanjeng Patih, kita tidak boleh terlalu lama menunggu. Harus segera disusun langkah untuk mengubah keadaan negeri Jenggala,” kata Citro Menggolo.

“Soal keadaan diwilayah timur, saya akan melaporkan perkembangannya dari waktu ke waktu. Sekarang saya harap Kanjeng Patih memimpin gerakan ini. Agar langkah kita tidak berjalan sendiri-sendiri,” kata Citro Menggolo.

Kiageng Pandan Alas yang dari tadi diam mendengarkan pembicaraan keduanya, mulai angkat bicara.

“Kanjeng Patih. Perjuangan ini tidak mudah. Tantangannya tidak ringan. Karena itu harus dilandasi niat yang murni. Jangan semata-mata menuruti keinginan untuk berkuasa. Kebenaran harus ditunjukkan. Keruwetan yang terjadi di kerajaan Jenggala disebabkan oleh nafsu angkara Kanjeng Permaisuri yang sekarang. Untuk mencapai keinginannya dia akan melakukan apapun jua. Termasuk memfitnah Kanjeng Permaisuri yang lama. Bahkan tega meminta raja untuk  membunuhnya.”

“Tabir gelap Jenggala ini sudah saatnya dibuka, Kanjeng Patih. Agar keseimbangan kehidupan terjaga,” ujar Ki Pandan Alas.

“Saya sependapat dengan anakmas Citro Menggolo. Tidak ada orang lain yang bisa memimpin gerakan ini selain Kanjeng Patih. Soal bagaimana caranya, Kanjeng Patih lebih tahu,” kata Ki Pandan Alas.

“Aku sudah tidak mempunyai kekuasaan apa-apa lagi di kerajaan Jenggala. Jangankan menggerakkan pasukan, memerintah seorang prajurit rendahan saja, aku sudah tidak ada wewenang lagi,” kata Ki Patih.

“Benar, kekuasaan tidak lagi memegang. Tetapi pengaruh Kanjeng Patih masih besar. Keahlian di pemerintahan. Kebijaksanaan. Kecerdasan. Para adipati dan para raja tetangga, masih mengenal Kanjeng Patih. Karena itu pula, Kanjeng Permaisuri yang sekarang tidak punya keberanian untuk melengserkan Kanjeng Patih,” ujar Ki Pandan Alas.

Baca Juga:

“Dengan segala yang melekat pada diri Kanjeng Patih, saya yakin gerakan ini akan berhasil. Bahkan, tidak perlu menggunakan kekuatan senjata. Karena keahlian Kanjeng Patih dalam soal-soal begini, melebihi kekuatan senjata itu sendiri,” kata Ki Pandan Alas sambil tertawa ringan.

Seperti mendapat guyuran tenaga baru yang menyegarkan, Ki Patih ikut tertawa. Tiba-tiba dia mendapatkan gagasan terang di pikrannya. Ya, tidak perlu menggunakan senjata. Gerakan ini sepenuhnya merupakan perang tanpa senjata.

“Mendengar perkataan Kiageng Pandan Alas, rasanya aku seperti hidup kembali. Seluruh tenagaku kembali pulih. Dan yang terpenting, kita harus segera melancarkan gerakan ini. Tidak ada waktu untuk menundanya. Negeri Jenggala harus segera diselamatkan,” kata Ki Patih pelan namun berkuatan besar. Kedua orang yang mendengarkan bergetar hatinya.

“Citro Menggolo, harus segera kembali ki timur. Berbicaralah dengan para adipati untuk menahan diri. Jangan membuat gerakan apapun yang akan memancing pasukan kerajaan untuk menyerang dengan kekuatan senjata. Yakinkan mereka, kita dalam satu nafas perjuangan. Tetapi hindari angkat senjata, karena hanya akan membawa kerugian bagi para kawulo dan negera,” kata Ki Patih memberi instruksi.

“Setidaknya setiap dua pekan atau paling lama sebulan, Citro Menggolo harus menemuiku ditempat yang nanti akan saya tentukan,” lanjut Ki Patih.

“Aku punya permintaan khusus kepada Kiageng Pandan Alas,” ujar Ki Patih.

“Apapun itu Kanjeng Patih, akan saya penuhi,” jawan Ki Pandan Alas.

“Tolong disiapkan pasukan seniman lengkap dengan gamelannya. Pilih sinden yang muda dan cantik. Pinter tembang, kidung, dan suaranya yang bagus. Juga pinter menari,” kata Ki Patih tiba-tiba.

Ki Pandan Alas tiba-tiba tertawa, sambil mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti apa yang diinginkan Ki Patih.

“Perintah Ki Patih akan saya laksanakan,” jawab Ki Pandan Alas.

Berbeda dengan Ki Pandan Alas yang sudah menangkap rencana Ki Patih, justru Citro Menggolo yang jadi bingung. Mengapa habis berbicara gerakan perubahan besar, tiba-tiba bicara kelompok pengamen. Otaknya benar-benar buntu. Tidak paham langkah Ki Patih.

Ki Patih menangkap kebingungan diwajah Citro Menggolo. Lalu dia jelaskan serba singkat.

“Kita akan meluncurkan pasukan pengamen. Mereka akan mengamen dari desa satu ke desa lainnya. Tapi tidak sekedar mengamen. Melalui tembang, kidung, dan carita, mereka akan menggugah kesadaran rakyat. Pelan-pelan para kawulo harus disadarkan keadaan negerinya. Memberi semangat hidup agar mereka tidak putus asa. Harus punya tekad untuk mengubah kehidupannya menjadi lebih baik. Tentu saja harus tetap menghibur dan menyenangkan untuk ditonton,” jawab Ki Patih.

“Luar biasa Ki Patih. Aku tidak sabar untuk menontonnya,” kata Citro Menggolo.

“Kamu pasti ingin lihat sinden dan penari muda-muda dan cantik itu, ha.ha.ha,” kata Ki Patih.

Citro Menggolo dan Ki Pandan Alas ikut tertawa.

“Pekan depan pasukan pengamen harus sudah mulai diturunkan di desa-desa. Semua kebutuhannya akan aku siapkan. Mereka tidak boleh meminta bayaran kepada penonton. Tapi kalau ada yang memberi atas keinginan sendiri, tidak  apa-apa,” kata Ki Patih.

Baca Juga:

Citro Menggolo tersenyum sendiri. Hatinya merasa senang dan dia diam-diam mengagumi kecerdasan Ki Patih. Benar-benar diluar dugaannya. Gerakan perang tanpa senjata ini baginya merupakan pengalaman baru. Justru itu dia merasa tertantang.

“Tapi aku tetap penasaran, seperti apa tampilan mereka nanti,” bisik hati Citro Menggolo.

BERSAMBUNG

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

5 Responses

  1. bdsmNovember 13, 2024 at 11:03 pm

    … [Trackback]

    […] Information to that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-16/ […]

  2. more informationDecember 2, 2024 at 6:59 pm

    … [Trackback]

    […] Information on that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-16/ […]

  3. Telegram中文December 22, 2024 at 12:37 pm

    … [Trackback]

    […] Here you will find 65410 more Info to that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-16/ […]

  4. live chatJanuary 3, 2025 at 7:51 am

    … [Trackback]

    […] Find More here to that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-16/ […]

  5. แทงบอลออนไลน์January 4, 2025 at 3:54 pm

    … [Trackback]

    […] Here you can find 26127 additional Info on that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-16/ […]

Leave a Reply