Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Saya menulis artikel ini di hari libur Isra’ Mi’raj tanggal 8 Februari 2024 dimana ummat Islam seluruh dunia memperingatinya. Peristiwa Isra’ Mi’raj ini merupakan peristiwa yang harus diterima dengan iman, percaya penuh pada keagungan Allah SWT. Memang pada saat Rasullah menceritakan perjalanan beliau Isra’ dari Masjidil Haram di Makkah keMasjidil Aqsa di Palestina, lalu melakukan perjalanan mi’raj ke langit yang paling tinggi dan kembali ke bumi dalam waktu semalam – agak sulit para sahabat Nabi maupun masyarakat 1400 tahun lalu mempercayai kisah beliau. In the absence of science atau ketika ilmu pengetahuan belum ada maka tentu orang ragu menerima kisah perjalanan Nabi yang super super super kilat itu. Hanya satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang langsung percaya dengan landasan iman yaitu sahabat Abu Bakar Siddiq ra. Sami’na watho’na atau kami mendengar dan kami taat.
Sekarang ini dunia ilmu pengetahuan semakin maju terutama dibidang astronomi, maka manusia memperoleh pengetahuan bagaimana luasnya alam semesta ini yang dari satu titik ke titik berikutnya ditempuh dalam waktu ribuan bahkan jutaan tahun cahaya, namun jarak itu bisa ditempuh dengan kecepatan sinar atau cahaya. Ilmuwan sudah lama menghitung bahwa kecepatan cahaya itu sekitar 300.000 km/detik atau 300 kalinya jarak Surabaya-Jakarta per detik. Karena itu kepercayaan peristiwa Isra’ Mi’raj itu bisa diterima dengan iman namun juga bisa diterima dengan akal manusia-meskipun terbatas. Almarhum Buya Hamka pernah bercerita tentang lalat yang menempel di gelas susu seorang penumpang di bandara, lalu ketika penumpang ini boarding masuk pesawat – lalat itu menempel di baju sang penumpang dan ikut terbang ke Singapura dari Jakarta. Setelah balik ke Jakarta si lalat ini bercerita kepada teman lalat-lalat lainnya bahwa dia barusan terbang dari Jakarta ke Singapura dan balik lagi ke Jakarta dalam waktu singkat. Memang masyarakat lalat itu meragukan cerita itu karena kecepatan terbang lalat sangat terbatas. Almarhum Buya Hamka berusaha menjelaskan secara logis peristiwa Isra’ Mi’raj itu.
Menurut ahli tasawuf kita bisa mengetahui sesuatu itu tidak menggunakan akal, atau panca indera namun lewat Riyadhah– atau mendekatkan diri kepada Allah. Demikian pula memahami peristiwa Isra’ Mi’raj itu harus juga menggunakan Riyadhah itu. Hal itu berarti bahwa peristiwa perjalanan Nabi Muhammad SAW ke Palestina lalu ke langit paling tinggi dan kembali ke bumi dalam waktu singkat tidak cukup kita percaya lewat akal namun harus juga lewat Riyadhah itu sehingga bisa menghayati betul peristiwa Isra’ Mi’raj itu. Dengan pendekatan Riyadh itu maka perjalanan Rasulullah itu bermakna bahwa manusia itu meninggalkan dunianya yang rendah menuju tujuan yang paling tinggi untuk menghadap Allah SWT.
Untuk menggambarkan begitu dahsyatnya perjalanan Rasul itu, ketika beliau akan masuk ke langit yang lebih tinggi, malaikat Jibril yang mendampingi beliau mengtatakan bahwa dia tidak bisa ikut karena nanti sayap-sayapnya yang megah dan raksasa itu bisa terbakar. Untuk gambaran situasi sekarang, apabila seorang astronot ke ruang angkasa dan kembali ke bumi maka dia akan keluar dari atmosfer dan masuk bumi melewati atmosfer yang mengeliling bumi pesawat ruang angkasa terasa panas yang sangat karena seperti melewati bara api. Padahal bumi yang kita tinggali ini besarnya seperti titik di padang pasir bila dibandingkan dengan luasnya alam semesta ini.
Kita bisa melakukan Mi’raj seperti rasulullah Muhammad SAW dengan cara lewat shalat. Beliau bersabda “shalat lah kamu seperti kamu meninggalkan dunia ini”, Ya ketika kita shalat dengan khusu’ maka kita sudah tidak ada lagi di Surabaya, Bandung atau Jakarta namun sudah berada di tempat yang paling tinggi menghadap Allah SWT.
Editor : Reyna
Artikel sama dimuat di Optika.id
Related Posts

Komisi Reformasi Polri Dan Bayang-Bayang Listyo Syndrome

Dusta Yang Ingin Dimediasi

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (4): Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional Yang Menyelamatkan Indonesia

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Negara Yang Terperosok Dalam Jaring Gelap Kekuasaan

Rakyat Setengah Mati, Kekuasaan Setengah Hati

Kolonel (PURN) Sri Radjasa: Jokowo Titip Nama Jaksa Agung, Prabowo Tak Respons

Novel “Imperium Tiga Samudra” (14) – Perang Melawan Asia

Menjaga Dinasti Juara: Menakar Figur Suksesi KONI Surabaya

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (1): Mewarisi Ekonomi Bangkrut, Inflasi 600%



No Responses