Jilal Mardhani: Pikir Sebelum Mencoblos

Jilal Mardhani: Pikir Sebelum Mencoblos
Ilustrasi

Oleh: Jilal Mardhani

 

Rabu besok, rakyat Indonesia tak hanya memilih presiden dan wakil presiden yang bakal memimpin republik ini hingga 5 tahun kemudian. Tapi juga anggota legislatif di tingkat pusat hingga daerah mereka berdomisili.

Inilah kali pertama pelaksanaan serentak 2 proses pemilihan yang dijanjikan kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia, bakal berlangsung demokratis dan lebih baik. Sebab, kita memang tak sekedar ingin menghemat biaya, waktu, dan sumberdaya lain yang harus dikorbankan untuk menyelenggarakannya. Hal yang jauh lebih penting adalah, kualitas proses maupun hasil ‘pesta’ demokrasi itu sendiri.

* * *

Demokrasi terselenggara jika kita menempatkan hukum yang adil tapi bijaksana sebagai panglima kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentu saja berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang sejalan dengan konstitusi bangsa, UUD 1945. Pada hal inilah sesungguhnya peran strategis yang teramat penting dari para calon wakil-wakil rakyat yang besok akan kita pilih untuk mengisi kursi lembaga legislatif yang disediakan.

Kehadiran mereka nanti, bukanlah sekedar pelengkap bagi penyelenggaraan Negara ini. Sebab setiap undang-undang sejatinya merupakan produk legislasi yang mereka gagas, rumuskan, hingga tetapkan bersama-sama dengan lembaga eksekutif yang dipimpin Presiden. Yakni undang-undang yang seharusnya jadi pedoman, panduan, bahkan inspirasi bagi seluruh kerja maupun proses demokratisasi kita.

Jika demikian maka merekalah yang mestinya berada di baris paling depan. Untuk mrmpertanggung-jawabkan berbagai kemunduran, ketidak-berdayaan, ketidak-jelasan, bahkan kekacauan yang kita saksikan belakangan.

Bukankah penghakiman atas sikap lancung paman Usman yang kemudian diberhentikan MKMK dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi — terkait putusan yang menyebabkan ponakannya bisa jadi calon wakil Prabowo — bermula dari ketidak berdayaan undang-undang yang menaunginya?

Bukanlah para legislator yang saat kampanye berjanji mewakili dan menjaga kepentingan masyarakat pemilihnya kemarin, juga meloloskan revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, UU Minerba, UU Ibukota Negara, dan lain-lain yang penuh kontroversi itu?

Begitu pula soal batasan bagi yang boleh mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Peraturan perundang-undangan yqng hanya memberi hak istimewa kepada partai atau gabungan partai yang menempati setidaknya 20 persen kursi DPR, merupakan buah karya bersama lembaga legislatif dan eksekutif yang ada.

* * *

Politisasi bantuan sosial, pengerahan aparat yang ditengarai mencurangi proses pemilihan besok, sampai parodi sanksi ‘peringatan keras untuk terakhir kali’ yang dijatuhkan berkali-kali oleh DKPP kepada Ketua KPU, tak mungkin pula dilepaskan dari pertanggung jawaban para legislator yang terpilih kemarin.

Bukankah triliunan rupiah anggaran yang setiap tahun digelontorkan dari pajak-pajak yang kita bayarkan kepada Negara, sesungguhnya untuk mengongkosi 575 anggota DPR dan 136 anggota DPD, agar mereka menjalankan salah satu tugasnya untuk mengawasi kerja dan kinerja Presiden dan Wakil Presiden?

Tahun 2020 kemarin, realisasi bagian dari pajak kita yang digunakan untuk membiayai 711 anggota MPR/DPR/DPD rata-rata adalah Rp 7,8 miliar per orang, tahun 2021 naik jadi Rp 8,6 miliar per orang, lalu 2022 sebesar Rp 8,9 miliar per orang.

Silahkan renungkan sebelum menentukan pilihan Anda besok.

Pantaskah dana yang kini jumlahnya semakin mendekati Rp 10 triliun per tahun itu, dihambur-hamburkan untuk kerja dan kinerja wakil-wakil rakyat di Senayan yang ‘badai’-nya harus turut kita tuai sekarang ini?

Pret!

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K