Oleh: Daniel Mohammad Rosyid
@Rosyid College of Arts
Serangan fajar, bansos dll itu memudahkan langkah orang untuk mendatangi TPS. Sebagai responsible citizens, dorongan nggolput (sengaja golput, red) itu besar sekali bagi banyak pemilih. Mereka berpikir bahwa 1 suaranya tidak terlalu berarti dibanding 150 juta suara lainnya. Insentif untuk hadir di TPS itu hampir tidak ada. Pilihan lainnya yang jauh lebih menarik adalah diam di rumah atau cari duit. Ini namanya nggolput. Bansos dan serangan fajar itu menjelaskan mengapa partisipasi pemilih sangat tinggi.
Setelah tiba di dalam bilik suara TPS, siapa yang dipilih itu terserah mereka. Tapi memilih presiden dan wakilnya itu sama sekali tidak mudah. Tidak semudah memilih mobil atau bahkan istri. Ini sebuah multi-criteria, fuzzy selection problem. Kesulitan yang dihadapi kebanyakan pemilih ini luput dari banyak analis dan pengamat. Bias intelektual banyak meremehkan kesulitan nyata yang dihadapi banyak pemilih.
Lagi pula banyak diantara pemilih itu tidak kenal para paslon dengan cukup dekat. Info tentang para paslon itu banyak opo jare. Ada yang mengatakan ambil duitnya pilih sak karepmu. Memang yang banyak terjadi adalah asal pilih massal. Ini boleh disebut sebagai efek Olson.
Namun karena Gambar 02 berada di tengah kartu suara pilpres, maka kemungkinan tercoblos bagi 01/02/03 itu bagi 150 juta pemilih mengarah ke 25/50/25. Jadi, siapapun yang terundi di no urut 2, akan menang. Ini disebut Efek Tengah.
Jadi, 02 menang 1 putaran karena baik 01 mau pun 03 salah strategi ( terlalu agresif menyerang 02. Strategi yang tidak njawani), kalah logistik dan kurang beruntung. Bukan karena 02 curang. Apalagi menyalahkan 1 orang untuk kecurangan TSM. Ini tidak realistis dan grusa grusu dan kurang memahami peristiwa yang terjadi di level akar rumput.
Perilaku asal pilih 150 juta pemilih, lalu salah pilih, salah hitung, serta opo jare Timses, aparat, dan birokrat itu cacat bawaan model Pilpres ala UUD2002 ini. Itu semua akan jauh berkurang jika Pilpres kita serahkan pada wakil-wakil terpilih kita berjumlah kecil di MPR melalui musyawarah bil hikmah untuk memilih presiden mandataris MPR, bukan presiden petugas partai sesuai amanat UUD45.
Sementara itu prosiding Angket atau Pansus kecurangan Pemilu untuk memakzulkan Presiden kemungkinan besar akan menemui jalan buntu karena memang telah dirancang sulit oleh UUD2002 agar rekrutmen presiden yang mahal sekali ini tidak sia-sia.
Sebagai muslim, kita dilarang buang-buang waktu dan bersikap mubadzir. Ada sains, ada juga keberuntungan. Life is damn too short. Saatnya untuk legowo dan move on. Episode Pemilu ini segera berakhir. Tantangan ke depan masih banyak.
Kita akan desak agar presiden terpilih memimpin bangsa ini untuk Kembali ke UUD45 amanah para pendiri Republik ini.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Pertemuan “Rahasia” di PTIK (Bagian 2): Guncangan di Ruang Reformasi dan Bayang-Bayang Operasi Garis Dalam

Pertemuan “Rahasia” di PTIK (Bagian 1) : Walkout, Ketegangan, dan Polemik Komisi Reformasi Polri

Sikap Arogan Ketua Tim Reformasi Polri Justru Tak Hendak Mendengarkan Suara Rakyar

Sutoyo Abadi: Memusingkan

Tantangan Transformasi Prabowo

Kementerian PKP Tertinggi Prestasi Penyerapan Anggaran dari Seluruh Mitra Komisi V

Kejati Sumut Sita Rp150 Miliar dari Kasus Korupsi Penjualan Aset PTPN I: Babak Baru Pengungkapan Skandal Pertanahan 8.077 Hektare

Dipimpin Pramono Anung Jakarta Makin Aman dan Nyaman, Ketua Umum APKLI-P: Grand Opening WARKOBI Januari 2026 Diresmikan Gubernur DKI

Refly Harun Dan RRT Walkout saat Audiensi Dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri



No Responses