Barisan Indonesia Maju vs Pasukan Nusantara Makmur

Barisan Indonesia Maju vs Pasukan Nusantara Makmur
Agus Mualif Rohadi

Oleh : Agus Mualif Rohadi

 

Pilpres 2024 ini menjadi pilpres yang kontroversial karena Presiden yang akan habis masa jabatannya memutuskan ikut cawe cawe menentukan menang dan kalahnya pasangan calon.

Cawe cawe secara total karena Presiden menyertakan anaknya menjadi kontestan pilpres yang berakibat adanya pelanggaran Etika oleh Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemilihan Umum yang mendukung cawe cawe Presiden.

Tidak cukup dengan pelanggaran etika namun juga diduga sangat kuat memanfaatkan anggaran negara melalui bansos, blt dan pengerahan aparat penegak hukum serta pejabat negara mulai dari menteri, pejabat kepala daerah hingga kepala desa secara kasat mata.

Muncul kondisi politik yang mengoyak demokrasi, ketidak setaraan, dan dugaan kuat kecurangan akibat cawe cawe. Akibatnya terjadi gugatan hasil pilpres ke MK oleh kontestan pilpres dan Penggunaan Hak Angket DPR oleh partai pengusung capres/cawapres yang merasa dicurangi dan dirugikan. Protes publik juga cukup kuat ikut mendorong dilkasanakannya hak hukum dan hak konstitusional.

Oleh karena itu jangan sampai ada muncul lagi aroma busuk intimidasi dan intervensi pada penegak hukum, tokoh politik maupun pada masyarakat dalam proses pelaksaan hak hukum dan hak konstitusional tersebut. Hal itu bisa merubah situasi semakin tidak terkendali yang dapat memunculkan krisis politik. Apalagi saat ini negara juga sedang dibayang bayangi krisis ekonomi global yang setiap saat bisa ikut menerkam Indonesia.

Terlepas dari siapa yang akan memenangkan kontestasi yang belum mecapai final ini, latar belakang pilpres seperti itu, bisa menjadi momentum munculnya format politik nasional baru yang dapat menjadi fondament munculnya dua kekuatan politik secara lebih tegas dan jelas sejak pemerintahan dimulai usai keputusan final kontestasi pilpres.

Format politik baru berupa koalisi pemerintah vs oposisi pemerintah yang mempunyai kekuatan politik nyaris berimbang. Format seperti ini sebenarnya hampir saja muncul pada tahun 2014, namun latar belakang problem politiknya tidak sekuat pada pilpres 2024 ini yang diwarnai gugatan ke MK dan Penggunaan Hak Angket. Munculnya oposisi pada tahun 2014 masih sangat rapuh karena kepentingan bersama untuk pembentukan oposisi tidak terlampau kuat, sehingga dalam waktu relatif singkat bubar karena perbedaan kepentingan partai pembentuk oposisi.

Jalannya pilpres 2014 tidak memunculkan adanya gangguan atas keadilan dan kesetaraan berpolitik dan berdemokrasi, sehingga tidak ada momentum yang cukup kuat untuk munculnya tema perjuangan bersama bagi pihak yang dicurangi dan dirugikan.

2024 ini, dengan latar belakang kontroversi pilpres yang terang benderang, yang memunculkan pro kontra yang kuat pada masyarakat, sudah saatnya dijadikan format demokrasi yang lebih kuat, paling tidak untuk 5 atau10 tahun kedepan.

Kekuatan politik yang hampir berimbang yang terbentuk akibat cawe cawe presiden pada pilpres 2024 ini sudah sepantasnya lebih dipermanenkan dalam sistem politik pemerintahan sehingga dapat mengkanalisasi partisipasi publik sekaligus kepentingan partai.

Perasaan publik harus dijaga sekaligus difasilitasi penyalurannya agar tidak semakin terluka perasaannya. Apabila perasaan tersebut dibiarkan dan diabaikan akan dapat merugikan semuanya. Dapat mengakibatkan munculnya anarkisme baik oleh pemerintah maupun masyarakat, dan dalam jangka panjang dapat menggerus partisipasi politik rakyat karena berkembangnya apatisme rakyat.

Kekuatan politik yang relatif berimbang ini dapat dipermanenkan menjadi koalisi dan oposisi pemerintah.

Sesuai dengan fakta pengelompokan partai pengusung capres cawapres, maka dapat muncul dua koalisi besar, yang agar mudah membedakan kelompoknya digunakan identifikasi nama kelompok politik yang cukup familier ditelinga publik namun tidak berbenturan dengan nama partai pembentuknya sekaligus menjaga kesetaraan hak politik dan identitas partai yang sudah terbentuk, yaitu

Koalisi Barisan Indonesia Maju, yang merupakan bentukan dari partai Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PSI dan partai kecil lainnya. Dalam koalisi ini ada tokoh politik yang kuat yaitu Jokowi, SBY, Prabowo, Erlangga Hartarto dan Zulhas.

Koalisi Pasukan Nusantara Makmur, yang merupakan bentukan dari PDIP, PPP, Nadem, PKB, PPP dan partai partai kecil pendukung lainnya. Dalam koalisi ini ada tokoh politik yang kuat, yaitu Megawati, JK, Surya Paloh, Muhaimin Iskandar, Salim Segaf al Jufri, Romahurmuzi dan Anies Baswedan.

Anies Baswedan, meskipun tokoh individual yang tidak mewakili partai, namun ketokohoannya punya basis kuat di publik. Demikian pula JK, meskipun dia mantan ketum Golkar, dia mempunyai kapasitas ketokohan publik yang dapat menjadi modal melepaskan diri dari identitas kepartaian.

Dua nama koalisi ini tentu nama imajinasi untuk memudahkan penyebutannya saja.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K