Oleh: Daniel Mohammad Rosyid
Sidang sengketa Pilpres di MK berpotensi mengabaikan wawasan bahwa Pilpres bukan peristiwa politik-hukum belaka, tapi juga peristiwa budaya.
Romo Magnis dan YM Todung benar saat menyebut etika dan constitutionalism.
Kompetisi bertentangan dengan budaya musyawarah. Debat unjuk kepintaran dan merendahkan orang lain bukan sikap mikul dhuwur mendhem jero.
Anies dan Ganjar boloan mengeroyok Prabowo. Ini bukan sikap ngluruk tanpo bolo, menang tanpo ngasorake.
Akibatnya sebagian besar pemilih Jokowi menghukum Ganjar dengan memilih Prabowo.
Sebagian pemilih Anies pun berpindah memilih Prabowo.
Popular wisdom 150 juta pemilih awam mengalahkan intellectual arrogance Anies dan Bambang, serta Ganjar dan Todung.
Bahkan para profesor di kampus-kampus pun mendadak demokratis padahal selama ini bersikap feodal.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (5) : Pelopor Swasembada Pangan Yang Diakui Dunia

Komisi Reformasi Polri Dan Bayang-Bayang Listyo Syndrome

Dusta Yang Ingin Dimediasi

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (4): Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional Yang Menyelamatkan Indonesia

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Negara Yang Terperosok Dalam Jaring Gelap Kekuasaan

Rakyat Setengah Mati, Kekuasaan Setengah Hati

Kolonel (PURN) Sri Radjasa: Jokowo Titip Nama Jaksa Agung, Prabowo Tak Respons

Novel “Imperium Tiga Samudra” (14) – Perang Melawan Asia

Menjaga Dinasti Juara: Menakar Figur Suksesi KONI Surabaya



No Responses