Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat
(Catatan Pengantar Kedua, Deklarasi Bersama Advokat, Tokoh, Ulama, Aktivis & Elemen Masyarakat Sipil/Civil Society)
Ternyata, antusiasme Advokat, Tokoh, Ulama & Aktivis yang ingin berpartisipasi dalam Agenda Deklarasi Bersama Advokat, Tokoh, Ulama, Aktivis & Elemen Masyarakat Sipil/Civil Society, begitu besar. Terbukti, hingga saat ini sudah ada 116 tokoh yang ikut membubuhkan nama, tanda persetujuan atas isi deklarasi.
Sejumlah tokoh memang penulis tawari untuk terlibat. Ada yang bersedia, ada yang mendiamkan, ada yang tidak bersedia/keberatan. Sebagai bentuk penghormatan, penulis hanya menuliskan nama tokoh yang bersedia. Sementara yang mendiamkan dan yang keberatan, tidak penulis cantumkan.
Namun menariknya, ada sejumlah tokoh yang penulis lupa tawari justru menghubungi penulis dan meminta nama beliau untuk dicantumkan. Sebut saja, Prof. Dr. Muhammad Chirzin M.Ag. beliau malah menghubungi penulis, dan berkenan namanya dituliskan dalam dokumen deklarasi. Beliau di urutan nomor 103.
Beliau adalah Dosen di Universitas Ahmad Dahlan. Tentu saja, partisipasi beliau secara pribadi, tak mewakili institusi. Nama beliau juga penulis tulis tanpa gelar, sebagai bentuk komitmen egaliter dengan tokoh lainnya.
Bang Refly Harun, yang punya saran agar nama tokoh tak perlu ditulis lengkap dengan gelar. Dengan alasan, agar egaliter dan lebih akrab.
Prof Widi Pratikto, juga penulis libatkan dan ditulis tanpa gelar di urutan ke-19. Beliau lebih awal dan langsung menyatakan berkenan namanya dituliskan dalam dokumen.
Yang juga penulis lupa hubungi, tetapi malah menghubungi penulis untuk terlibat adalah Ustadz Rahmat Mahmudi dari Kediri (Ketua PUI Jatim). Beliau ada di urutan ke-92.
Antusiasme terlibat dalam dokumen Deklarasi Bersama ini dapat dipahami, jika kita tinjau beberapa fakta sebagai berikut:
Pertama, upaya merapatnya sejumlah Parpol ke lingkaran Prabowo Gibran, yang sebelumnya bersebrangan (sebut saja MasDem, PKB dan PKS), sangat mengkhawatirkan. Sebab, tindakan parpol ini mengkonfirmasi tidak ada value perjuangan dalam politik yang mereka jalankan selain pragmatisme.
Sikap parpol ini tentu saja sangat mengecewakan relawan dan pendukung. Apalagi bagi rakyat, sikap parpol ini mengkhawatirkan karena fungsi parlemen menjadi mati.
Parpol yang kalah Pilpres, idealnya mengambil peran oposisi. Parlemen sendiri, tabiatnya semestinya beroposisi dengan eksekutif karena fungsi legislatif adalah mengontrol eksekutif.
Dengan berhimpunnya sejumlah parpol dalam koalisi tambun Prabowo Gibran, nasib rakyat makin terpinggirkan. Terbukti, DPR saat ini justru sibuk merevisi UU Kementrian Negara demi tujuan bagi-bagi menteri, yang tidak ada hubungannya dengan kesejahteraan rakyat.
DPR bukan lagi wakil rakyat yang mengontrol kinerja eksekutif, tetapi DPR telah berubah menjadi stempel politik eksekutif. DPR hanya alat legitimasi kekuasan Eksekutif.
Kedua, diksi ‘jangan ganggu’ yang dilontarkan Prabowo, melengkapi diksi ‘Toxic’ yang sebelumnya dilontarkan Luhut, sangat mengkhawatirkan bagi hak konstitusional kemerdekaan menyatakan pendapat. Beda pendapat bisa dituduh menggangu, beda pendapat bisa dianggap racun.
Akhirnya, pembungkaman suara rakyat dengan dalih menggangu, dengan dalih racun, akan menjadi ancaman serius bagi segenap warga negara di Republik ini. Tentu saja, narasi seperti ini tidak bisa didiamkan.
Ketiga, ditengah ketidakberdayaan dan yatimnya rakyat (karena ditinggalkan Parpol), elemen masyarakat sipil harus melakukan konsolidasi untuk melindungi diri, karena dapat diduga DPR tidak akan bisa menjadi tempat mengadu dan tepat berlindung rakyat. Ancaman pembungkaman dengan modus kriminalisasi bisa saja diadopsi oleh Prabowo, mencontek dan melanjutkan legacy politik yang selama ini dijalankan Jokowi.
Semoga, agenda yang akan dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 18 Mei 2024 nanti berjalan lancar. Semoga, ikhtiar yang kecil ini mendapat ridlo dari Allah SWT, dan mendapat dukungan dan kepercayaan rakyat, dengan selalu membersamai agenda yang kami gulirkan.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (5) : Pelopor Swasembada Pangan Yang Diakui Dunia

Komisi Reformasi Polri Dan Bayang-Bayang Listyo Syndrome

Dusta Yang Ingin Dimediasi

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (4): Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional Yang Menyelamatkan Indonesia

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Negara Yang Terperosok Dalam Jaring Gelap Kekuasaan

Rakyat Setengah Mati, Kekuasaan Setengah Hati

Kolonel (PURN) Sri Radjasa: Jokowo Titip Nama Jaksa Agung, Prabowo Tak Respons

Novel “Imperium Tiga Samudra” (14) – Perang Melawan Asia

Menjaga Dinasti Juara: Menakar Figur Suksesi KONI Surabaya



No Responses