Pemilihan Presiden Oleh MPR, Mungkinkah…?

Pemilihan Presiden Oleh MPR, Mungkinkah…?
Gedung DPR, MPR, Dan DPD RI

Oleh: Erwin Chairuman

 

Belakangan ini cukup ramai dibicarakan di tengah masyarakat tentang tata cara pemilihan presiden secara gotong royong oleh MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)

Diskursus ini muncul karena ditengarai Pilpres yang sudah diselenggarakan oleh KPU selama 5 kali sarat dengan kecurangan. Kita bisa lihat dalam Pilpres 2024 lalu dengan kasat mata, penuh dengan kecurangan.

Pemilihan presiden oleh MPR sangat layak dan sangat memenuhi sarat untuk dilakukan, dengan catatan sistem Pemilu “Proporsional” harus dirubah dulu menjadi sistem Pemilu Distrik sehingga bisa dihasilkan anggota-anggota DPR yang sungguh-sungguh merepresentasikan dan mengaspirasikan rakyat dari distriknya.

Apa itu “distrik”…?

Distrik adalah sebuah wilayah yang memenuhi syarat untuk mewakili rakyat di distrik yang bersangkutan untuk duduk di DPR. Distrik bisa disebut juga “kabupaten” sepanjang memiliki penduduk, misal 100 ribu jiwa.

Sitem Distrik banyak memiliki keunggulan dan kelebihan dalam berbagai hal seperti di bawah ini;

1. Proses rekrutmen caleg dilakukan dari bawah dengan membawa gagasan dan ide dari caleg yang bersangkutan di distrik tersebut.

2. ⁠Caleg harus berdomisili di distrik yang diwakilinya, tdk boleh ada caleg berasal dari luar distriknya.

3. ⁠Hanya ada 1 caleg dari masing-masing parpol, setelah melalui proses kompetisi di internal partai, yang disebut dengan istilah “by election”, yang nantinya akan dibawa ke pemilu nasional.

4. ⁠Penghitungan suara pemilu dan pemenang pemilu bisa diketahui hasilnya dalam waktu relatif singkat paling lama 3 hari, dan penghitungan suara bisa dikatakan akurat karena “catchment votes” hanya mencakup distrik atau wilayah yang relatif kecil.

5. ⁠Boleh dikatakan tidak ada “money politics”, karena yang dinilai publik adalah gagasan dan ide dari caleg yang bersangkutan, yang diperuntukan bagi kemajuan bangsa dan negara.

6. ⁠Fungsi ketum parpol hanya memfasilitasi dinamika yang berkembang di tengah masyarakat. Tidak seperti sekarang ini, ketum parpol ditakuti dan disegani oleh anggota partai bak bawahan terhadap atasan di suatu perusahaan.

7. Akan tercipta nantinya suara dan aspirasi dari masyarakat yg ditangkap oleh anggota DPR, atau terjalin “bottom up communication” dengan rakyat.

Nantinya, di hari pencoblosan akan ada hanya 1 caleg dari masing-masing partai peserta pemilu. Tidak seperti sekarang ini, ada sekitar 10 caleg dari tiap partai, yang perhitungan suaranya ruwet dan rumit serta rawan dicurangi.

Di negara-negara tetangga seperti Australia, Selandia Baru, Timor Leste, Singapura, Malaysia, Thaliland, India dan lain-lain sudah sejak lama mengadopsi sistem distrik.

“It’s a must” kalau kita ingin menghasilkan elit-elit calon pemimpin bangsa yg bermutu dan berintegritas.

Kedua hak recall (PAW / Pergantian Antar Waktu) yang dimiliki ketua parpol harus diabolisir atau dihapus karena PAW merupakan momok yang menakutkan bagi anggota DPR. Mereka dipilih langsung oleh rakyat dan tidak bisa dipecat oleh ketum parpol.

Anggota DPR hanya boleh diganti atau diberhentikan di tengah jalan jika;

1. Meninggal dunia.

2. ⁠Berhenti secara suka rela.

3. ⁠Melakukan tindakan kriminal, yang sudah diputus “inkracht” oleh pengadilan.

4. ⁠Terlibat dalam spionase asing yang membahayakan negara.

Kedua poin pokok di atas, yaitu sistem pemilu distrik dan peniadaan PAW harus dilakukan terlebih dahulu, jika pemilihan presiden akan dilakukan oleh MPR, yang anggota-anggotanya terdiri dari;

1. 575 anggota DPR
2. ⁠100 anggota DPD
3. ⁠15 anggota Utusan Daerah
4. ⁠10 anggota Golongan

Total keseluruhan anggota MPR berjumlah 700 orang, dan yang dipilih secara langsung oleh rakyat dalam Pemilu sebanyak 675 orang (DPR & DPD). Selebihnya 25 orang merupakan Utusan Daerah dan Utusan Golongan, yang terdiri cendekiawan, suku, agama dan lain-lain.

Pemilu distrik dan pemilihan presiden oleh MPR, akan menghemat biaya pemilu yang ratusan trilyun itu, dan bisa direalokasikan untuk pembangunan sekolah dan jembatan untuk kepentingan rakyat banyak.

Sebagai tambahan, pemilu di tingkat Propinsi dan Kabupaten wajib juga memakai sistem distrik, sehingga akan semakin demokratis dan sekaligus adanya “meritocracy system” di tengah masyarakat.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K