Catatan Oleh: M.Hatta Taliwang
Pertama, Diturunkannya derajat MPR RI secara struktural dari Lembaga Tertinggi menjadi Lembaga Tinggi. berakibat kontrol thdp Presiden praktis tak ada. Padahal Kepala Desa saja ada Lembaga yg kontrol. Itu menjelaskan mengapa Presiden seakan suka suka dan dampaknya seperti yg kita rasakan akibat lemah atau tiadanya kontrol terhadap Presiden,negara seolah cuma milik Presiden.
Presiden dapat mengeluarkan PERPU meskipun tak ada kegentingan memaksa, Presiden dapat menggunakan kewenangan memanfaatkan atau mengexploitasi koalisi besar dengan menggunakan kewenangannya di KPK dengan menjadikan pimpinan partai yang memiliki masalah hukum untuk disandera lalu di expolitasi demi kepentingan subyektif Presiden seperti untuk kepentingan membangun dinasti atau menggolkan UU orderan para pemodal. Bahkan utk membangun dinasti.
Kedua, Hilangnya GBHN sbg dampak turunnya derajat MPR. Itu menjelaskan mengapa arah pembangunan suka suka, ujug ujug Infrastruktur jd primadona dan seolah mengikuti arah jalur sutra China. Dan terjebak hutang besar,investasi ugal ugalan di Rempang, IKN, KA cepat dll. Dampak berikutnya hutang negara demi investasi menjadi membumbung melampaui kemampuan rasional untuk membayar cicilan dan bunga secara rasional.
Misbakhun anggota Komisi XI dan lulusan terbaik Sekolah Akuntansi Negara ( STAN) menghitung Utang Negara Tembus Rp 20.750 Triliun, sampai pertengahan tahun 2023. Utang itu terdiri dari Rp 7.900 triliun adalah utang Negara+ Rp 8.350 utang BUMN + Rp 4.500 triliun kewajiban membayar pensiun para ASN dan TNI-Polri sehingga estimasi totalnya ialah Rp 20.750 triliun.
Sementara dari utang negara saja kewajiban mencicil dan bunganya setiap tahun lk 1000 trilyun kata pak Jusuf Kalla. Ini menimbulkan resiko kebangkrutan negara. Sehingga bila kita tidak kembali ke sistim pengelolaan negara menurut UUD 45 asli khususnya pasal 33 maka dikawatirkan Indonesia akan berantakan oleh beban hutang yg berat melebihi 100% dari PDB.
Ketiga, Berubahnya sistem politik dari sistem demokrasi perwakilan ke sistem demokrasi langsung dg segala dampaknya kita saksikan saat Pilpres. Sistem Pilpres Langsung yg sdh kita kupas tuntas kelemahan dan keburukannya dimana terjadi kecurangan masif, saling fitnah, pemborosan,penyogokan ,perpecahan dll. Menghilangkan sistem PERWAKILAN MUSYAWARAH dlm Pilpres berarti melenceng dari Sila ke 4 Pancasila.
Hanya partai politik yg boleh mencalonkan Presiden/ Cawapres, tak melibatkan (Utusan Daerah dan Utusan Golongan menurut UUD 45 Asli). Sementara Partai cenderung transaksional sehingga melahirkan capres/ cawapres hasil transaksi.
Dampak berikutnya tokoh tokoh bangsa yg berkualitas tak ikut terjaring. Calon yg baik pun bisa dijegal oleh kekuatan pemodal
Besarnya biaya pilpres langsung bukan hanya ditanggung negara tapi ditanggung oleh partai pengusung dan pribadi capres. Ini yg membuat capres harus tergantung kepada investor politik dg segala resiko dan akibatnya.
Biaya sosial, psikologis juga mahal. Suasana kampanye merusak hubungan sosial psikologis masyarakat karena banyak hoaks hingga fitnah, hubungan antar warga kurang harmonis dan saling prasangka dll. Rakyat terbelah berkepanjangan merusak kerukunan nasional dan sosial. Menghancurkan Sila ketiga Pacasila. Daftar pemilih bisa direkayasa dg KTP Palsu, dlm jumlah yang fantastik.
Sistem pilpres langsung ini sangat mudah diintervensi dg berbagai instrumen yg potensial dikendalikan penguasa apalagi jika berkonspirasi dg oligarki kapital utk menggolkan oknum yg mereka inginkan. Instrumen seperti : lembaga survei, akademisi, intelijen resmi atau partikelir, aparat keamanan, birokrat, parpol, aparat hukum, LSM, Ormas, media massa mainstream, KPU , buzzer dll dengan uang , janji jabatan, permainan pajak, permainan hukum dll bisa dilibatkan dalam konspirasi.
Aparat keamanan, hukum dan birokrat yang mestinya netral tanpa sadar atau dg sadar sering terbawa arus oleh godaan godaan diatas. Dan masih banyak lagi hal hal yg merusak seperti penyogokan massif terhadap rakyat, balas budi kepada cukong yg membiayai dlm bentuk kebijakan2 setelah berkuasa dll
Keempat, Masuknya azas kapitalisme liberalisme ( azas efesiensi) dlm pasal 33 UUD45 sehingga ekonomi jd kapitalis brutal dilegalisir dan dipraktekkan seperti privatisasi BUMN , kesenjangan ekonomi meningkat, penguasaan SDA pd segelintir cukong, pribumi terpuruk, UU Omnibuslaw disahkankan dll.
Kelima, Amandemen UUD45 dilakukan tergesa gesa disaat krisis ekonomi politik sedang memuncak 1999 hingga 2002 sehingga terkesan dibuat asal asalan tanpa naskah akademik.
Bertentangan dg Pembukaan UUD45 yg merupakan abstraksi dari cita cita kemerdekaan. Dan amandemen dilakukan tanpa Grand Design. Mengingkari frasa Indonesia memiliki “sistem demokrasi sendiri” dan frasa yg dirumuskan pendiri negara Prof Soepomo yg menyatakan ” MPR itu adalah PENJELMAAN RAKYAT.
Menurut Prof Jimly perubahan ayat pd UUD45 Asli sampai 300% saat diamandemen artinya telah dibuat konstitusi baru dan menurut Prof Kaelan perubahan UUD45 hingga 97% artinya sama dengan penggantian UUD45. Sementara Prof Dr Maria Farida menyatakan sesungguhnya Indonesia telah membuat Konstitusi baru yg bertentangan dg pemikiran para founding fathers and mothers. Lalu sekarang orang bertanya benarkah pejabat dan aparat saat pelantikan bersumpah atas nama UUD45?
Keenam, Tumbuh kembang nya nilai budaya liberal( individualis, materialis,konsumtif, hedonis,pamerisme/ exibithionisme) dll membuat budaya Indonesia terguncang sehingga terjadi pengabaian atas nilai nasionalisme, ketahanan nasional, nilai kekeluargaan, nilai gotong royong dll. Manusia Indonesia kehilangan jati dirinya.
Ketujuh, Banyak bibit bibit bangsa kita yg cemerlang. Bibit bibit yg bagus ini sayangnya sering tak terurus dg baik di dalam KEBUN INDONESIA.Banyak orang pintar tidak pada tempatnya, banyak kader bangsa tak pada posisi yg benar. Banyak orang kurang bermutu justru menempati posisi penting. Itulah urgensi mengapa selalu disuarakan agar sistem kenegaraan kita dibenahi , sistem kepartaian di revolusi, sistem birokrasi kita di beres kan.
Output perorangan banyak yg bagus, bahkan sampai jadi kaya raya bahkan super kaya raya, jadi Profesor, Doktor, Jendral dll.Tapi output kita sebagai bangsa dan negara ( output kolektif sebagai bangsa/negara kita pertanyakan). CUkup bandingkan dengan Malaysia saja dari berbagai segi. Padahal dlm banyak hal Malaysia belajar dari Indonesia tadinya.
Semua itu diduga bukan semata karena pemimpin yg buruk tapi juga sistem kenegaraan kita yang buruk Padahal potensi kita untuk menjadi bangsa terhormat dan hebat sangat mungkin mengingat potensi SDA dan Manusia Indonesia yg luar biasa.
Bibit bangsa banyak yg bagus, hanya berkontribusi maksimal utk diri, keluarga atau perusahaan tapi untuk negara ???
Malah banyak yang berkontribusi negatif dengan melakukan korupsi berjamaah,melakukan kolusi dan nepotisme bahkan menjadi agen kepentingan asing. Karena itulah menjadi urgen kita kembali ke sistem yg diwariskan pendiri negara, UUD45 yg asli.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Sri Radjasa: Reformasi Polri Setengah hati, Sekadar Perbaikan Kosmetik

Modus Ala Jokowi

Trump: “Bukan Masalah Pertanyaanmu, Tapi Sikapmu, Kamu Adalah Wartawan Yang Parah”

Teguran Presiden di Ruang Tertutup: Mahfud MD Ungkap Instruksi Keras kepada Kapolri dan Panglima TNI

Orang Jawa Sebagai “Bani Jawi” Adalah Keturunan Nabi Ismail: Perspektif Prof. Menachem Ali

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (4): Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional Yang Menyelamatkan Indonesia

Novel “Imperium Tiga Samudara” (15) – Operation Floodgate

Habib Umar Alhamid: Prabowo Sebaiknya Dukung Habis Gerakan Purbaya, Biarkan Beliau Bekerja!

Keberpihakan Komisi Reformasi POLRI

RRT Tolak Usul Mediasi Dengan Jokowi di Kasus Tuduhan Ijazah Palsu



No Responses