JAKARTA – Pengelolaan pendidikan secara desentralisasi dalam bingkai kebijakan otonomi daerah menyebabkan banyak hal penting dan strategis tidak tercapai. Salah satunya adalah kualitas pendidikan. Desentralisasi selama ini terbukti tidak mampu menyebarkan kualitas pendidikan yang merata di seluruh tanah air. Justru desentralisasi pendidikan dibawah payung “otonomi daerah” itu menimbulkan kesenjangan kualitas, khususnya antara di Pulau Jawa dan diluar Jawa.
Sebagai contoh menurut Asesmen Nasional 2022, rerata pencapaian terbaik sebuah kabupaten/ kota di luar Pulau Jawa menjadi setara dengan pencapaian terburuk sebuah kabupaten/kota di Pulau Jawa.
Hal itu menjadi perhatian dan keprihatinan Junaedi Ketua Umum GIBRAKA (Gerakan Indonesia Maju Bersama Rakyat) yang disampaikan kepada media ini.
“Pengajaran anak didik yang berkualitas setara se-Indonesia akan melahirkan generasi muda calon-calon kader pemimpin bangsa ke depan,” kata mantan Caleg DPR RI dari Partai Gerindra itu.
Junaedi memberikan contoh dalam pengelolaan guru, harus dikembalikan lagi ke pusat, agar mudah dalam proses distribusi guru ke seluruh wilayah Indonesia yang membutuhkan.
Di Pulau Jawa, kata dia, banyak terjadi penumpukan guru sementara diluar Jawa kekurangan guru berkualitas.
“Tetapi dengan sistem manajemen pendidikan sekarang sulit sekali dilakukan penempatan guru untuk mengisi kekurangan atau kekosongan di daerah-daerah diluar Jawa. Karena pengelolaan guru menjadi hak otonomi pemerintah daerah. Sehingga pemerataan pendidikan, dengan demikian akan sulit dilakukan. Di Jawa kelebihan SDM, sementara di luar Jawa, di Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan, dan lain-lain, kekurangan tenaga guru berkualitas,” kata Junedi.
Otonomi pendidikan, kata Junaedi, sangat melemahkan. Terjadi tumpang-tindih data, perbedaan tafsir atas tujuan pendidikan oleh daerah, dan pengelolaan guru yang berdampak buruk bagi sistem pendidikan nasional.
“Maka sentralisasi manajemen pendidikan harus segera dilakukan. Pengelolaan guru harus kembali ditarik ke pusat. Kita jangan malu meniru jaman Orde Baru yang baik. Sistem manajemen saat itu jauh lebih baik dari sekerang, justru pada saat penerapan otonomi daerah,” terangnya.
Dampak positip lainnya dari sentralisasi manajemen pendidikan, selain bertujuan untuk pemerataan kualitas pendidkan, menurut Junaedi akan mendorong terjadinya proses akulturasi budaya secara alamiah.
“Dulu banyak guru-guru dari Jawa yang mengajar di berbagai wilayah Indonesia dan akhirnya menikah dan hidup disana. Terjadi akulturasi budaya secara alamiah. Itu akan menguatkan jiwa ke-Indonesiaan, “ jelasnya.
Sementara itu, lanjutnya Junaedi, sistem yang ada sekarang ini justru memupuk semangat primordial-kedaerahan, yang dapat berujung kepada kebanggaan daerah, yang dalam jangka panjang berpotensi memecah belah persatuan bangsa.
“Kita bisa mencontoh pengelolaan manajemen pendidikan dibawah Kementrian Agama, yang sentralistik. Juga misalnya, pengelolaan sistem pertanahan (Badan Pertanahan Nasional), juga dikelola secara sentralistik. Apalagi ini masalah pendidikan yang sangat penting artinya bagi masa depan bangsa, harus dikelola terpusat dibawah kepala negara,” ujar Junaedi.
Karena itu, katanya, sentralisasi manajemen pendidikan harus segera dilakukan. Tidak bisa ditunda-tunda lagi.
“Ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran. Untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan Pembukaan UUD45, maka manajemen pendidikan harus dikembalikan lagi dikelola oleh pusat,” tegas Junaedi.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Ira Harus Bebas Demi Hukum: Suara Ferry Irwandi yang Mengguncang Logika Penegakan Korupsi

Komisi Reformasi Polri Dan Bayang-Bayang Listyo Syndrome

Thrifting: Fenomena Baru Yang Kini Jadi Sorotan DPR dan Menteri Keuangan

Sri Radjasa: Reformasi Polri Setengah hati, Sekadar Perbaikan Kosmetik

Modus Ala Jokowi

Trump: “Bukan Masalah Pertanyaanmu, Tapi Sikapmu, Kamu Adalah Wartawan Yang Parah”

Teguran Presiden di Ruang Tertutup: Mahfud MD Ungkap Instruksi Keras kepada Kapolri dan Panglima TNI

Orang Jawa Sebagai “Bani Jawi” Adalah Keturunan Nabi Ismail: Perspektif Prof. Menachem Ali

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (4): Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional Yang Menyelamatkan Indonesia

Novel “Imperium Tiga Samudara” (15) – Operation Floodgate



No Responses