Oleh: Bagas Kurniawan
Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Periode 2024 – 2026
Bangsa Indonesia hari ini menulis chapter baru dalam sejarah perjalanan demokrasinya. Sejak kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Indonesia telah mengadopsi beberapa bentuk “negara demokratis” mulai dari demokrasi parlementer, semi-otoritarianisme hingga presidensial seperti saat ini.
Dalam perjalanannya, harapan-harapan besar selalu mengiringi derap langkah mewujudkan kehidupan berdemokrasi yang penuh harapan untuk hidup lebih baik. Demokrasi menganut prinsip utama yaitu penyelenggaraan pemerintahan yang bertumpu pada kedaulatan rakyat (dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat).
Secara lebih operasional, tumpuan kedaulatan rakyat termanifestasi ke dalam partisipasi politik yang lebih luas kepada masyarakat, menjadikan hukum sebagai panglima, kebebasan berpendapat, transparansi penyelenggaraan pemerintahan, desentralisasi kekuasaan, perlindungan terhadap minoritas, hingga pemisahan kekuasaan (eksekutif, yudikatif, legislatif) untuk memastikan terjadinya check and balances dalam menjalankan pemerintahan yang demokratis.
Evolusi sistem politik yg perlu kita dorong adalah memperluas partisipasi dan kompetisi yg sehat sehingga masyarakat memiliki pilihan beberapa paslon yg berkualitas dan kuat track record nya di pilkada.
Putusan MK memangkas monopoli politik di pilkada yg merugikan ralkyat dan sehatkan kompetisi politik dgn buka pintu bagi partai non parlemen untuk ajukan paslon dan turunkan ambang pengajuan di pilkada bagi partai parlemen.
Reformasi yang kita impikan pun tercapai, era dimana “bukan siapa-siapa bisa menjadi apa” keterbukaan politik untuk seluruh masyarakat Indonesia. Dengan begitu banyaknya kesempatan untuk berkontribusi bagi negara, kini semakin bermunculan tokoh-tokoh pemimpin baru baik di level nasional maupun daerah. Munculnya begitu banyak tokoh-tokoh pemimpin yang berasal dari rakyat (bahkan bagi yang sebelumnya tidak memiliki privilege) merupakan dampak dari era reformasi yang memang membuka ruang itu.
Namun demikian, terbukanya ruang pengabdian publik era reformasi bukan tanpa tantangan, di mana alih-alih meningkatkan inklusivitas pembangunan, justru ancaman terhadap demokrasi kian meningkat dan dilakukan secara kolektif- tersistematis dengan menggunakan instrumen-instrumen negara.
Ancaman terhadap demokrasi nampak nyata melalui pelemahan penegakan hukum, meningkatnya korupsi, nepotime, oligarki hingga polarisasi yang terjadi di publik, yang juga merupakan indikasi kuat dari semakin jauhnya Bangsa Indonesia dari kehidupan berdemokrasi yang berkualitas.
Belum selesai dengan tantangan yang ada, kini Bangsa Indonesia harus kembali menghadapi ancaman yang jauh lebih sistematis terhadap demokrasi kita, di mana DPR RI melakukan revisi pada sejumlah pasal yang ada pada UU Pilkada dalam waktu singkat demi kepentingan kelompok. Sebelumnya Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 telah mengatur perihal perubahan syarat usia calon kepala daerah, di mana kedua peraturan ini memberikan dampak positif pada demokrasi elektoral di Indonesia yang lebih luas dan inklusif. Namun DPR RI melalui Panitia Kerja UU Pilkada kemudian melakukan revisi untuk menjegal Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 serta memasukkan pasal-pasal inkonstitusional pada Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024. Hasrat kekuasaan yang ditunjukkan oleh oknum-oknum DPR RI ini merupakan bentuk nyata dari kejahatan aksi inkonstitusional serta merupakan ancaman nyata terhadap keberlanjutan demokrasi di Indonesia.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan untuk mewujudkan kehidupan berdemokrasi sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Pancasila. Dengan begitu banyaknya fakta-fakta empiris mengenai kualitas demokrasi Indonesia yang semakin mundur, para pemimpin Bangsa Indonesia perlu menyuarakan apa yang menjadi cita-cita kita bersama sejak era reformasi.
Tantangan pembangunan ke depan semakin berat, dan kualitas demokrasi dapat menjadi katalisator positif (dan negatif) bergantung bagaimana kualitas komitmen para pemimpin yang telah mendapatkan kepercayaan dan amanah dari Bangsa Indonesia untuk bekerja sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya, dan seadil-adilnya bagi bangsa dan negara ini.
Demokrasi jangan dipertentangkan dgn pertumbuhan dan kesejahteraan. Demokrasi yg kuat dan partisipatif justru akan akselerasi pertumbuhan dan kesejahteraan. Jangan biarkan Indonesia jadi negara gagal!
PB HMI mengajak OKP, lembaga mahasiswa intra kampus dan segenap elemen pemuda mahasiswa Indonesia untuk bergerak dan berjuang bersama dalam Gerakan Nasional Pengawal Putusan Mahkamah Konstitusi (GNPP-MK) untuk memastikan tidak ada upaya mengembalikan monopoli dan kartel politik di pilkada 2024
Yakin, Usaha, Sampai
EDITOR: REYNA
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (4): Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional Yang Menyelamatkan Indonesia

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Negara Yang Terperosok Dalam Jaring Gelap Kekuasaan

Rakyat Setengah Mati, Kekuasaan Setengah Hati

Kolonel (PURN) Sri Radjasa: Jokowo Titip Nama Jaksa Agung, Prabowo Tak Respons

Novel “Imperium Tiga Samudra” (14) – Perang Melawan Asia

Menjaga Dinasti Juara: Menakar Figur Suksesi KONI Surabaya

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (1): Mewarisi Ekonomi Bangkrut, Inflasi 600%

Novel “Imperium Tiga Samudra” (13) – Perang Senyap Mata Uang

Mencermati Komisi Reformasi Polri



No Responses