Oleh: M. Isa Ansori
Kolumnis, Pendidik dan Wakil Ketua ICMI Jawa Timur, Tinggal di Surabaya
Silaknas ICMI bulan Desember 2024, merupakan hal baik untuk menjadi refleksi atas keberadaan ICMI di 25 tahun terakhir ini. Pasang surut keberadaan ICMI setidaknya akan menjadi kajian penting untuk mengembalikan keberadaanya dimasa pasangnya. Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) adalah organisasi yang pernah menjadi simbol kebangkitan intelektual Muslim di era 90-an. Saat itu, ICMI mampu menciptakan gagasan besar yang langsung diterjemahkan menjadi program-program nyata dan berdampak. Beberapa tokohnya bahkan menjadi ikon keberhasilan tersebut.
Namun, di tengah perkembangan zaman, organisasi ini seolah kehilangan kemampuan mengelaborasi ide-ide besar menjadi aksi nyata, sehingga sering kali gagasan itu hanya tinggal gagasan. sebagaian pelaku ICMI sering terjebak dalam gagagsan mereaksi, gagal melahirkan gagasan isnpirasi, sibuk mengerjakan pekerjaan rumah orang, tak mampu mencipta hal baru dan memberi nilai tambah atas gagasan orang lain. Akibatnya ICMI seperti museum besar yang hanya indah dipandang dan dibicarakan, tapi “gagal” memberi pelajaran untuk menyongsong masa depan.
Di era tahun 90 – an , Beberapa tokoh ICMI dmencerminkan kemampuan luar biasa dalam mengubah ide besar menjadi aksi konkret. Sebut saja Bacharuddin Jusuf Habibie, yang memimpin ICMI dengan visi besar mengenai pengembangan teknologi dan industri berbasis nilai-nilai Islam. Habibie tidak hanya berteori tetapi membangun ekosistem teknologi yang konkret, seperti PT Dirgantara Indonesia dan visi kemandirian teknologi bangsa.
Tokoh lain, Adi Sasono, berhasil menerjemahkan gagasan pemberdayaan ekonomi umat melalui koperasi dan usaha kecil. Di bawah kepemimpinannya sebagai Menteri Koperasi, gagasan ekonomi kerakyatan yang diusung ICMI berkembang menjadi kebijakan yang nyata, seperti pendirian koperasi di berbagai daerah.
Contoh lainnya adalah A.M. Saefuddin, yang fokus pada isu pertanian dan pemberdayaan petani. Melalui kebijakannya, ia berusaha menerjemahkan gagasan swasembada pangan yang menjadi bagian penting dari pemikiran ICMI di masa itu.
ICMI juga melahirkan gagasan monumental dalam bentuk kebijakan publik, seperti kelahiran bank syariah yang menjadi solusi atas kekhawatiran riba, serta standarisasi halal produk, yang kini menjadi pilar penting bagi industri halal nasional. Semua ini menunjukkan bahwa di masa lalu, ICMI memiliki kemampuan luar biasa untuk mengelaborasi ide menjadi program-program nyata yang relevan.
Realitas Masa Kini: Kehilangan Sentuhan
Sayangnya, kemampuan ICMI untuk menerjemahkan gagasan menjadi aksi nyata kini tampak melemah. Banyak gagasan cemerlang muncul, tetapi minim eksekusi. Misalnya, di tengah tantangan era digital, ICMI belum menunjukkan inisiatif konkret untuk memimpin ekosistem ekonomi digital syariah. Padahal, potensi ini besar untuk memberdayakan UMKM Muslim.
Contoh lain adalah isu pendidikan. ICMI, yang memiliki banyak pakar pendidikan, tampak absen dalam inovasi kurikulum berbasis teknologi. Tidak ada program besar yang muncul untuk menjawab tantangan zaman, seperti kurikulum berbasis kecerdasan buatan yang tetap berakar pada nilai-nilai Islam.
Di masa lalu, ICMI aktif hingga tingkat kecamatan, tetapi kini banyak program berhenti di tingkat wacana. Fragmentasi internal dan kurangnya regenerasi kepemimpinan menjadi tantangan besar yang membuat ICMI seolah kehilangan relevansi di era modern.
Tantangan dan Peluang Baru: Terlibat Dalam Isu Perubahan Iklim dan Emisi Karbon
Di tengah ancaman perubahan iklim global, ICMI memiliki peluang besar untuk kembali relevan dengan berkontribusi dalam isu-isu strategis, seperti pengurangan emisi karbon dan adaptasi perubahan iklim. Ini adalah panggilan moral yang relevan dengan nilai-nilai Islam tentang tanggung jawab menjaga bumi dan melangsungkan kehidupan yang berkelanjutan.
Dalam isu ini ICMI dapat menjadi pelopor dalam:
1.Membangun Ekosistem Energi Hijau
Misalnya, mendorong pesantren dan masjid untuk menggunakan energi surya. Program ini bisa dimulai dengan edukasi dan pemberian insentif kepada komunitas Muslim.
2.Edukasi dan Kampanye Lingkungan
ICMI dapat memobilisasi tokoh-tokohnya untuk menjadi juru bicara dalam kampanye pengurangan emisi karbon. Melibatkan generasi muda dalam gerakan menanam pohon atau mengadopsi gaya hidup ramah lingkungan juga bisa menjadi langkah konkret.
3.Pemberdayaan Ekonomi Hijau
ICMI bisa menciptakan ekosistem ekonomi berbasis energi terbarukan yang melibatkan UMKM Muslim. Misalnya, program produksi kompor berbahan bakar ramah lingkungan atau pelatihan daur ulang sampah menjadi produk bernilai ekonomi.
Silaknas 2024: Momentum Refleksi
Menjelang Silaknas ICMI pada 5-8 Desember 2024, organisasi ini perlu melakukan refleksi besar-besaran. ICMI harus kembali menghidupkan semangat pelopor, sebagaimana yang dilakukan tokoh-tokohnya di masa lalu. Beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan adalah:
1.Mengarusutamakan Isu Perubahan Iklim
ICMI perlu memimpin kampanye nasional terkait tanggung jawab umat Islam dalam menjaga bumi. Hal ini bisa dikolaborasikan dengan lembaga pendidikan, pesantren, dan komunitas Muslim lainnya.
2.Menguatkan Program di Akar Rumput
Kembali ke masa kejayaan, ICMI harus memastikan gagasan besar diterjemahkan menjadi aksi nyata di tingkat kecamatan. Program-program pemberdayaan berbasis kebutuhan lokal harus menjadi prioritas.
3.Kolaborasi dengan Generasi Muda
Regenerasi adalah kunci. Dengan melibatkan kaum milenial dan Gen Z, ICMI dapat mendapatkan energi baru untuk membawa gagasan besar menjadi aksi yang relevan.
4.Memanfaatkan Teknologi Digital
ICMI harus memimpin dalam pengembangan platform digital berbasis syariah, baik untuk pendidikan, ekonomi, maupun pengelolaan energi hijau.
ICMI tidak kekurangan sumber daya manusia maupun gagasan besar. Namun, tanpa eksekusi yang kuat, organisasi ini akan terus terjebak dalam stigma “nafsu besar, tenaga kurang.” Silaknas 2024 adalah momentum penting untuk membuktikan bahwa ICMI masih mampu menjadi motor perubahan, bukan hanya simbol kebesaran masa lalu. Melalui kontribusi nyata dalam isu-isu strategis, seperti perubahan iklim, energi hijau, dan pemberdayaan ekonomi umat, ICMI bisa kembali menjadi kekuatan yang relevan dan berdampak nyata bagi bangsa dan umat. Jika tidak, sejarah ICMI akan tinggal kenangan, dan gagasan besar akan menjadi bayang-bayang tanpa makna.
ICMI harus mentranformasi dirinya tidak hanya menjadi kumpulan cendikiawan, tapi harus menjadi jamaah dan kumpulan hati para cendikiawan, sehingga ICMI menjadi tubuh yang besar dengan seluruh bagiannya yang saling melengkapi, saling merasa serta menguatkan untuk kejayaan ummat.
Surabaya, 23 November 2024
EDITOR: REYNA
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Pertemuan “Rahasia” di PTIK (Bagian 2): Guncangan di Ruang Reformasi dan Bayang-Bayang Operasi Garis Dalam

Pertemuan “Rahasia” di PTIK (Bagian 1) : Walkout, Ketegangan, dan Polemik Komisi Reformasi Polri

Sikap Arogan Ketua Tim Reformasi Polri Justru Tak Hendak Mendengarkan Suara Rakyar

Sutoyo Abadi: Memusingkan

Tantangan Transformasi Prabowo

Kementerian PKP Tertinggi Prestasi Penyerapan Anggaran dari Seluruh Mitra Komisi V

Kejati Sumut Sita Rp150 Miliar dari Kasus Korupsi Penjualan Aset PTPN I: Babak Baru Pengungkapan Skandal Pertanahan 8.077 Hektare

Dipimpin Pramono Anung Jakarta Makin Aman dan Nyaman, Ketua Umum APKLI-P: Grand Opening WARKOBI Januari 2026 Diresmikan Gubernur DKI

Refly Harun Dan RRT Walkout saat Audiensi Dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri



No Responses