Ralat mutasi perwira tinggi TNI yang dilakukan dalam selang waktu satu hari disayangkan karena menunjukkan minimnya perencanaan di pembinaan personel TNI.
JAKARTA — Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto meralat keputusan mutasi perwira tinggi TNI. Ralat mutasi yang baru pertama terjadi oleh panglima yang sama di Era Reformasi ini tidak saja mengindikasikan masalah dalam perencanaan personalia TNI, tetapi juga memantik tuduhan politisasi.
Dalam Keputusan Nomor 554a/IV/2025 yang ditandatangani Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada 30 April lalu, disebutkan ada perubahan dari Surat Keputusan Nomor 554 yang ditandatangani sehari sebelumnya, yaitu 29 April 2025.
Perubahan yang terjadi cukup signifikan karena membatalkan mutasi yang dilakukan pada nomor urut 4-10 yang diduduki oleh perwira-perwira tinggi yang memegang jabatan strategis. Dengan demikian, dari 237 perwira tinggi yang dimutasi, ada tujuh perwira tinggi yang diralat mutasinya.
Perubahan yang terjadi di antaranya mutasi Letnan Jenderal Kunto Arief Wibowo, putra dari Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno, yang tadinya digantikan Laksamana Muda (Laksda) Hersan menjadi Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I. Mutasi ini dibatalkan. Begitu pula Panglima Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) Laksamana Muda Krisno Utama tidak jadi dimutasi menjadi Panglima Komando Armada III.
Selain ketiga perwira tinggi tersebut, ada empat perwira tinggi yang batal dimutasi. Mereka adalah Laksamada Muda Rudhi Aviantara yang tadinya dimutasi menjadi Panglima Kolinlamil, Laksamana Pertama Phundi Rusbandi yang tadinya menjadi Kepala Staf Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) I.
Selain itu, Laksamana Pertama Benny Febri yang tadinya menjabat Wakil Asisten Komunikasi dan Elektronika Kepala Staf Angkatan Laut (Waaskomlek KSAL) serta Laksamana Pertama Maulana yang tadinya Kepala Dinas Komunikasi dan Elektronika Angkatan Laut (Kadiskomlekal). Tujuh perwira tinggi yang batal dimutasi ini kembali ke jabatan awalnya.
”Iya memang batal karena ada gerbong yang tidak bisa bergerak di TNI, terutama karena kebutuhan operasi yang saat ini sedang terjadi,” kata Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Kristomei Sianturi saat dikonfirmasi, Jumat (2/5/2025).
Saat ditanya apakah pertimbangan itu tidak dibahas sebelumnya, ia mengatakan, setelah surat keputusan pada 29 April keluar, pihak Mabes TNI melihat ada dinamika tertentu terkait kebutuhan organisasi sehingga mutasi tujuh perwira tinggi diralat.
Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE), yang juga dosen Universitas Paramadina, Anton Aliabbas, menyayangkan ralat mutasi tersebut.
Ralat mutasi telah terjadi sebelumnya, yaitu pascapenggantian Panglima TNI dari Jenderal Gatot Nurmantyo ke Marsekal Hadi Tjahjanto pada Desember 2017. Beberapa hari setelah Hadi menjabat Panglima TNI, 16 perwira tinggi yang mulanya dimutasi Gatot dibatalkan Hadi. Saat itu, nuansa politis sangat terasa.
”Ini menunjukkan TNI terjebak pada hal masalah yang sama dan belum ada perbaikan di sistem pembinaan karier,” kata Anton.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Pertemuan “Rahasia” di PTIK (Bagian 2): Guncangan di Ruang Reformasi dan Bayang-Bayang Operasi Garis Dalam

Pertemuan “Rahasia” di PTIK (Bagian 1) : Walkout, Ketegangan, dan Polemik Komisi Reformasi Polri

Sikap Arogan Ketua Tim Reformasi Polri Justru Tak Hendak Mendengarkan Suara Rakyar

Sutoyo Abadi: Memusingkan

Tantangan Transformasi Prabowo

Kementerian PKP Tertinggi Prestasi Penyerapan Anggaran dari Seluruh Mitra Komisi V

Kejati Sumut Sita Rp150 Miliar dari Kasus Korupsi Penjualan Aset PTPN I: Babak Baru Pengungkapan Skandal Pertanahan 8.077 Hektare

Dipimpin Pramono Anung Jakarta Makin Aman dan Nyaman, Ketua Umum APKLI-P: Grand Opening WARKOBI Januari 2026 Diresmikan Gubernur DKI

Refly Harun Dan RRT Walkout saat Audiensi Dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri



No Responses