Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Masyarakat dunia sekarang sedikit banyak faham bagaimana taktik negosiasi yang dilakukan Presiden AS Donald Trump pada negara-negara lain, yaitu melakuan “penyerangan” yang keras (kadang kasar) kepada negara lain itu. Negara lain digertak dulu agar terpojok dan akhirnya patuh pada permintaannya. Salah contohnya nya pada hari Rabu tanggal 21 Mei 2025 lalu Presiden Trump secara explosive berusaha mempermalukan tamu negara yaitu Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa didepan umum/media. Padahal Presiden Ramaphosa itu melakukan kunjugan resmi kenegaraan dan diterima di Oval Office – Gedung Putih ruangan dimana para Presiden AS menerima kunjungan kenegaraan dari para pemimpin negara lain.
Pada pertemuan itu itu Trump menuduh tanpa bukti yang jelas tentang genosida terhadap warga kulit putih dan perampasan tanah di Afrika Selatan selama pertemuan Gedung Putih yang menegangkan yang mengingatkan pada penerimaan yang kasar Presiden Trump bulan Februari terhadap pemimpin Ukraina Volodymyr Zelenskiy; yang akhirnya “mengusir” Presiden Ukraina itu keluar dari Gedung Putih. Afrika Selatan menjadi salah satu pendiri BRICS yaitu persatuan negara-negara Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan. Persatuan negara-negara itu menantang dominasi sepihak Amerika Serikat di dunia ini. Kebetulan Afrika Selatan juga negara yang mengajukan Israel – sekutu abadi AS ke Pengadilan Kriminal Internasional – ICC atas tuduhan genosida terhadap warga Palestina. Padahal Ramaphosa melakukan kunjungan kenegraan resmi ke AS dalam rangka untuk memperbaiki hubungan dagang.
Umumnya Presiden Amerika Serikat menerima tamu negara di Oval Office itu dengan penerimaan berstandar “basa-basi” diplomatik internasional yang diliput oleh media, tapi melakukan kritik atau protes kepada tamunya di pertemuan tertutup.
Dalam diplomasi perdagangan internasional, Trump melakukan taktik seorang pedagang yang dengan memaksa pembeli untuk membeli produknya dengan harga tinggi. Seperti pada contoh kebijakan tarif yang dikenakan kepada banyak negara didunia termasuk para negara sekutunya. Suatu negara diancam akan dikenakan tarif tinggi bila ingin menjual produknya ke pasar Amerika Serikat, dan kalau suatu negara melawan kebijakan tarif AS, maka Trump akan melakukan serangan balik (reciprocal) dengan mengenakan tarif yang lebih tinggi. Ini terjadi pada negara Cina yang pernah dikenakan tarif impor 145%.
Dengan melakukan taktik seperti itu Trump yakin akan memenangi perang dagang dengan negara-negara lain sambil pernah mengatakan banyak pemimpin negara lain yang “kissing my ass” atau mencium pantatnya, merengek-rengek meminta untuk melakukan negosiasi dengan AS. Dalam hal ini Trump yakin kalau negara-negara yang “mengemis” pengurangan tarif itu akan tunduk pada Amerika Serikat yang kemudian sekaligus “memaksa” negara itu untuk membeli produk-produk Amerika Serikat.
Ketika Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena kebijakan tarif nya Trump sebesar 32%, lalu Presiden Prabowo mengutus beberapa menteri senior untuk melakukan negosiasi atas kebijakan tarif Trump itu; namun hasilnya diluar dugaan Trump malah menaikkan tarif dari 32% ke 47%. Trump juga meminta (untuk mengganti kata “memaksa”) Indonesia untuk lebih banyak membeli produk-produk Amerika Serikat.
Presiden Donald Trump memimpin Amerika Serikat dengan mindset seperti jaman perang dingin dulu bahwa Amerika Serikat adalah negara super power satu-satunya di dunia ini dan karena itu negara lain harus tunduk pada aturan-aturan yang dibuat AS baik dibidang perdagangan, keuangan, diplomatik, militer dsb.
Sekarang dunia sudah berubah karena banyak negara – seperti yang tergabung dalam BRICS itu berani melawan dominasi AS (dan sekutunya) di dunia ini.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Pertemuan “Rahasia” di PTIK (Bagian 2): Guncangan di Ruang Reformasi dan Bayang-Bayang Operasi Garis Dalam

Pertemuan “Rahasia” di PTIK (Bagian 1) : Walkout, Ketegangan, dan Polemik Komisi Reformasi Polri

Sikap Arogan Ketua Tim Reformasi Polri Justru Tak Hendak Mendengarkan Suara Rakyar

Sutoyo Abadi: Memusingkan

Tantangan Transformasi Prabowo

Kementerian PKP Tertinggi Prestasi Penyerapan Anggaran dari Seluruh Mitra Komisi V

Kejati Sumut Sita Rp150 Miliar dari Kasus Korupsi Penjualan Aset PTPN I: Babak Baru Pengungkapan Skandal Pertanahan 8.077 Hektare

Dipimpin Pramono Anung Jakarta Makin Aman dan Nyaman, Ketua Umum APKLI-P: Grand Opening WARKOBI Januari 2026 Diresmikan Gubernur DKI

Refly Harun Dan RRT Walkout saat Audiensi Dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri


No Responses