Yahya Zaini Suarakan Keprihatinan atas Kasus Keracunan Makanan di Sekolah: Desak Evaluasi Menyeluruh pada MBG

Yahya Zaini Suarakan Keprihatinan atas Kasus Keracunan Makanan di Sekolah: Desak Evaluasi Menyeluruh pada MBG
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini

JAKARTA — Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini angkat bicara terkait maraknya kasus keracunan makanan yang menimpa sejumlah siswa sekolah dasar di berbagai daerah. Perhatian politisi senior Partai Golkar ini tertuju pada mutu Makanan dan Minuman Berbasis Gizi (MBG) yang beredar di lingkungan pendidikan. Menurutnya, kejadian-kejadian ini bukan sekadar insiden, melainkan sinyal serius bahwa pengawasan terhadap kualitas pangan sekolah masih jauh dari ideal.

“Anak-anak adalah aset masa depan bangsa. Saat mereka belajar dan tumbuh, negara punya tanggung jawab penuh menjamin keamanan dan kualitas gizi dari makanan yang mereka konsumsi. Kasus keracunan ini sangat memprihatinkan,” ujar Yahya dalam keterangan pers di Gedung DPR RI, Senayan.

Tragedi di Balik Nasi Kuning dan Puding Murah Meriah
Beberapa waktu lalu, puluhan siswa dari SDN di Jawa Timur mengalami mual, muntah, hingga dilarikan ke puskesmas usai mengonsumsi nasi kuning dan puding yang dibagikan dalam program makanan tambahan sekolah. Dugaan awal menyebutkan makanan tersebut tercemar bakteri karena disiapkan tanpa standar higienis yang layak.

Yahya Zaini menyoroti bahwa program MBG, yang seharusnya menjadi instrumen peningkatan gizi dan konsentrasi belajar anak, justru bisa menjadi sumber masalah jika tidak dikelola dengan baik. Ia menekankan perlunya sinergi antara Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan, dan Badan POM untuk mengawasi suplai makanan di sekolah.

“Program MBG harus berbasis pada prinsip kehati-hatian. Jangan sampai niat baik justru melukai anak-anak kita. Kita tidak boleh kompromi soal kualitas dan kebersihan,” tegasnya.

Analisis Kritis: Sistem yang Rawan Celah
Kasus ini membuka tabir persoalan sistemik dalam pengadaan makanan sekolah. Banyak pihak penyedia yang ditunjuk tidak memiliki sertifikasi higienitas yang memadai. Pengadaan kerap mengutamakan harga termurah dibanding kualitas terbaik. Dalam beberapa kasus, makanan disiapkan malam hari tanpa pendingin yang memadai, lalu diangkut berjam-jam sebelum sampai ke sekolah — menciptakan ekosistem sempurna untuk berkembangnya mikroorganisme berbahaya.

Yahya menyebut pendekatan “murah tapi cepat” dalam pengadaan MBG sebagai bom waktu. “Anak-anak bukan tempat uji coba efisiensi anggaran. Kualitas makanan adalah investasi, bukan pengeluaran,” ujarnya tajam.

Dampak Jangka Panjang: Turunnya Kepercayaan Publik
Kasus keracunan ini berpotensi menimbulkan trauma bagi siswa dan orang tua. Tak sedikit orang tua yang kini membekali anak dengan makanan dari rumah karena takut risiko kesehatan. Akibatnya, program MBG yang didesain untuk mendukung keadilan gizi bagi siswa dari keluarga menengah ke bawah bisa kehilangan relevansinya.

Lebih jauh, kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam mengelola program gizi nasional juga dipertaruhkan. Jika tidak segera diperbaiki, ini bisa berdampak pada turunnya partisipasi masyarakat dalam program-program kesehatan dan pendidikan lainnya.

Dorongan untuk Reformasi MBG
Yahya Zaini mengusulkan audit menyeluruh terhadap seluruh mitra penyedia MBG dan pembentukan satgas independen untuk melakukan inspeksi mendadak ke dapur-dapur katering sekolah. Ia juga mendorong agar setiap sekolah memiliki akses ke penyuluhan gizi dan pelatihan pemantauan mutu makanan.

“Kita tidak boleh hanya reaktif. Perlu pencegahan sistemik. Ini bukan sekadar soal makanan basi. Ini soal arah dan tanggung jawab kita pada generasi mendatang,” tutup Yahya dengan nada tegas.

Dengan suaranya yang konsisten membela kepentingan anak-anak, Yahya Zaini menjadi salah satu figur kunci di parlemen yang menuntut agar kualitas makanan sekolah naik kelas — bukan sekadar mengenyangkan, tapi benar-benar menyehatkan.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K