Reposisi Haji : Tantangan Geopolitik

Reposisi Haji : Tantangan Geopolitik
Daniel Mohammad Rosyid

Oleh: Daniel Mohammad Rosyid @PTDI Jawa Timur

Beberapa hari lagi, jutaan jamaah haji dari hampir seluruh pelosok planet ini memadati Arafah untuk berwukuf lalu bergeser ke Masjidil Haram di kota Mekkah Al Mukaromah untuk melakukan thawaf dan sa’i. Sementara itu lebih banyak lagi yg tidak berhaji bersiap menyembelih kurban ternak, dan melakukan sholat Iedul Adha di masjid2 ataupun di lapangan2 terbuka.

Haji adalah puncak rukun Islam. Untuk melakukannya, seorang muslim harus mengorbankan waktu, harta, dan tubuhnya serta, terutama, keakuannya. Ibadah haji mensyaratkan kekuatan finansial dan fisikal, dan tentu saja spiritual. Penyembelihan keakuan, kebanggaan suku, golongan, bahkan bangsa dan negara, merupakan tantangan spiritual yg dihadapi Nabiyullah Ibrahim as saat diperintahkan untuk menyembelih putra kesayangannya Ismail as. Yg akan sampai ke hadirat Allah swt bukanlah daging dan darah sembelihan, tapi ketaqwaan kita (Al Hajj 37).

Jika menjadi muslim adalah berserah diri maka ini adalah tujuan setiap muttaqun yg dianjurkan untuk (Ali Imron : 102) berjuang, berkorban, untuk tidak mati kecuali sebagai muslim yaitu berhasil membangun model tata kelola global yg disebut Islam yg mengakui dan menghormati kemajemukan. Salah satu ancaman terhadap kemajemukan sebagai faktor kreatif adalah riba yaitu sebuah tata kelola ekonomi yg memperbudak satu kelompok atas kelompok lain. Menegakkan keadilan ekonomi dengan memerangi riba adalah salah satu pesan penting Rasulullah saw dalam khutbah haji beliau yg pertama dan terakhir sebelum wafat. Itulah yg diingatkan oleh setiap Khatib dalam khutbah2 Jumat.

Menjadi muslim berarti menjadi rahmat bagi sekalian alam, رحمة لي العالمين. Salah satu tugas muttaqun yg terpenting adalah berpegang teguh pada بحبل الله جميعا sehingga tidak berpecah belah ولا تفرقوا menjadi berbagai fragmen sosial-ekonomi-politik berbasis suku, warna kulit, bahkan negara-bangsa kreasi penjajah. Keragaman primordial itu seharusmya menjadi basis untuk saling berbuat ma’ruf (Al Hujurat 13)

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Jelas bahwa perbedaan suku tidak bisa menjadi alasan untuk diskrimimasi apalagi apartheid yg berujung pada genocyde yg pernah kita saksikan di benua Australia, Amerika, dan juga di Palestina. Nasionalisme sempit semacam Trumpism yg kini justru kita saksikan kebangkitannya di mana-mana karena kompetisi perebutan sumberdaya sebenarnya hanya semacam glorified tribalism, sukuisme yg terlalu diagung-agungkan.

Penting dicatat bahwa bangsa Indonesia tidak mengalami genocyde oleh para penjajah karena banyak suku2 di Nusantara telah menganut Islam. Unsur perlawanan terpenting terhadap penjajahan adalah ummat Islam yg berasal dari berbagai suku yg tersebar di seluruh Nusantara. Semangat itulah yg kemudian tertuang dalam UUD 1945 yg dirumuskan oleh para ulama pendiri bangsa bersama tokoh2 lain -kecuali komunis- sedemikian sebagai pernyataan perang melawan penjajahan dan strategi dasar untuk memenangkan perang ini. Perang Jawa yg dipimpin P. Diponegoro, Kyai Mojo dan Alibasya Sentot melawan VoC 100 tahun silam, lalu perang Aceh yg dipimpin oleh Teuku Umar, Teuku Tjik Di Tiro, Tjut Nyak Din, dkk menjadi bukti sejarah bahwa Islam adalah kekuatan anti-penjajahan yg penting.

Pada saat dunia mengalami pergeseran titikberat ke Asia, dengan China dan India sebagai adidaya baru, prinsip2 kesamaan derajad manusia di dalam kerajaan Allah swt di bumi tetap menjadi pegangan geopolitik bagi Ummat Islam Indonesia. Baik China maupun India adalah kekuatan ekonomi dan budaya global selama ribuan tahun sebelum renaissance yg melahirkan kebudayaan Barat. Saat BRICS mulai meninggalkan US Dollar, baiklah kita cermati dan yakini bahwa hanya dengan nilai2 Hajj itulah Garuda bisa terbang tinggi, tidak lagi bisa diinjak oleh Gajah atau ditelan Naga.

Waru, Sidoarjo, 4 Juni 2025.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K