JAKARTA — Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, kembali menegaskan bahwa kebijakan hilirisasi industri di Indonesia adalah harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dalam pernyataan terbarunya, Bahlil menyebut hilirisasi sebagai jalan strategis untuk membawa Indonesia keluar dari jebakan negara pengekspor bahan mentah dan menuju negara industri maju berbasis sumber daya alam.
“Kita ini sudah terlalu lama menjadi eksportir bahan mentah. Yang untung itu negara lain. Hilirisasi adalah kunci agar nilai tambah tetap di dalam negeri. Ini bukan hanya urusan ekonomi, ini menyangkut masa depan generasi muda Indonesia,” ujar Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (7/7).
Strategi Jangka Panjang
Menurut Bahlil, hilirisasi tidak hanya terbatas pada komoditas tambang seperti nikel, tembaga, dan bauksit, tetapi juga menyasar sektor energi baru terbarukan, perkebunan, dan perikanan. Pemerintah, kata dia, menargetkan pembangunan ekosistem industri terintegrasi dari hulu ke hilir untuk mendorong tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru di luar Pulau Jawa.
“Kita ingin transformasi struktural. Jangan Jawa sentris. Makanya kita dorong smelter dan pabrik-pabrik ke Indonesia timur seperti di Maluku, Papua, Sulawesi,” jelasnya.
Menjawab Kritik dan Tekanan Global
Bahlil juga menanggapi tekanan dari negara-negara mitra dagang dan organisasi internasional yang mengkritik kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah Indonesia. Ia menegaskan bahwa negara berdaulat berhak menentukan arah pembangunan ekonominya.
“Silakan mereka gugat ke WTO, kita sudah menang gugatan nikel di panel banding. Dan kalaupun kalah, kita siap mengambil resiko. Ini adalah bagian dari perjuangan kedaulatan ekonomi,” tegas Bahlil.
Dukungan Presiden dan Keberlanjutan Hilirisasi
Kebijakan hilirisasi telah menjadi salah satu program unggulan Presiden Joko Widodo selama dua periode kepemimpinannya. Presiden Prabowo Subianto yang baru terpilih pun, menurut Bahlil, sudah menyatakan komitmennya untuk melanjutkan dan memperluas hilirisasi.
“Pak Prabowo sangat tegas. Beliau bilang: lanjutkan! Bahkan beliau ingin hilirisasi diperluas ke pangan dan energi hijau. Ini artinya kesinambungan kebijakan tetap terjaga,” ungkap Bahlil.
Tantangan di Lapangan
Meski demikian, Bahlil tidak menampik bahwa implementasi hilirisasi menghadapi banyak tantangan, mulai dari keterbatasan infrastruktur, kendala perizinan, hingga resistensi dari pelaku usaha yang sudah lama nyaman dengan ekspor bahan mentah.
“Kita bukan anti pengusaha. Tapi kita ingin pengusaha bertransformasi. Pemerintah akan bantu, fasilitasi, beri insentif. Tapi jangan berharap bisa jalan di tempat,” ujar dia.
Dengan sikap tegas dan konsisten, Bahlil menegaskan bahwa hilirisasi adalah “jalan satu-satunya” untuk membangun fondasi ekonomi nasional yang tangguh, berdaulat, dan berpihak kepada rakyat. “Ini bukan untuk saya, bukan untuk Pak Presiden. Ini untuk anak cucu kita,” tutupnya.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Kejati Sumut Sita Rp150 Miliar dari Kasus Korupsi Penjualan Aset PTPN I: Babak Baru Pengungkapan Skandal Pertanahan 8.077 Hektare

Dipimpin Pramono Anung Jakarta Makin Aman dan Nyaman, Ketua Umum APKLI-P: Grand Opening WARKOBI Januari 2026 Diresmikan Gubernur DKI

Refly Harun Dan RRT Walkout saat Audiensi Dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri

Subuh, Kolaborasi, Kepedulian, dan Keberkahan

Dukung Revisi PP 50/2022, Ketua Umum APKLI-P: Praktek Tax Planing PPH 0,5% UMKM Puluhan Tahun Dibiarkan

LPG, LNG, CNG dan Kompor Induksi, Solusi Emak Emak Swasembada Energi Di Dapur

Kolonel (PURN) Sri Radjasa: Jokowo Titip Nama Jaksa Agung, Prabowo Tak Respons

Jokowi, Oh Jokowi

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (2): Menumpas PKI dan Menghindarkan Indonesia dari Negara Komunis

Menjaga Dinasti Juara: Menakar Figur Suksesi KONI Surabaya



No Responses