Oleh: Budi Puryanto
Pemimpin Redaksi
Di tengah derasnya arus ketidakpastian global—baik dari sisi ekonomi maupun geopolitik—Presiden terpilih Prabowo Subianto dinilai telah memiliki arah kebijakan yang tak hanya strategis, namun juga realistis. Pengamat ekonomi dan geopolitik Dr. Anton Permana, dalam salah satu video YouTube terbarunya, memberikan sorotan tajam sekaligus optimisme terhadap cara Prabowo membaca peta dunia dan merancang langkah antisipatif bagi Indonesia.
Menurut Anton, memahami tekanan ekonomi global tidak bisa dilepaskan dari neraca ekspor-impor Indonesia dengan negara-negara besar, khususnya Amerika Serikat. “Memang ada defisit dalam neraca kita terhadap AS. Tapi kita tidak bisa bergantung pada satu kutub kekuatan ekonomi saja,” ujarnya lugas.
Anton mengingatkan bahwa jika suatu saat terjadi stagnasi ekonomi global—baik karena krisis geopolitik, embargo, atau konflik terbuka—maka Indonesia harus punya jalur alternatif. Di sinilah BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) masuk sebagai opsi strategis. Dengan semakin banyak negara berkembang yang bergabung, BRICS bukan sekadar blok ekonomi, melainkan representasi kekuatan dunia multipolar yang sedang tumbuh.
Lebih jauh Anton menyatakan bahwa langkah Presiden Prabowo dalam membuka komunikasi dengan berbagai blok ekonomi—tanpa harus berpihak mutlak pada salah satunya—adalah cermin dari politik luar negeri Indonesia yang sejati: bebas aktif.
“Prabowo ini bukan orang yang bergerak tanpa kalkulasi. Saya yakin beliau telah menghitung risiko, peluang, dan keseimbangan kekuatan dengan sangat hati-hati. Ini bukan soal sekadar dagang atau ekspor-impor, tapi menyangkut posisi strategis Indonesia dalam sistem global yang sedang berubah,” ujar Anton.
Dalam pandangannya, pendekatan Prabowo bukan hanya soal menjaga stabilitas ekonomi nasional, tapi juga menjaga kedaulatan politik. Ketika banyak negara berkembang terjebak dalam ketergantungan kepada satu kekuatan besar, Indonesia justru memilih jalan tengah yang fleksibel namun tetap berdaulat. BRICS, dalam hal ini, menjadi pintu alternatif untuk menyeimbangkan dominasi ekonomi global yang selama ini condong ke barat.
Anton juga menyoroti peluang Indonesia jika mampu memperkuat kerja sama energi, pangan, dan teknologi dengan negara-negara BRICS, yang mayoritas juga adalah negara dengan pasar besar dan sumber daya melimpah. “Kita tidak boleh inferior. Justru sekarang saatnya kita menempatkan diri sebagai mitra strategis yang diperhitungkan, bukan sekadar pasar konsumtif,” tegasnya.
Pada akhirnya, Anton menilai bahwa strategi ekonomi Prabowo yang berpijak pada prinsip bebas aktif, ditopang oleh relasi multipolar dan diplomasi berdaulat, adalah langkah cerdas. Bukan hanya untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional, tetapi juga untuk menjaga posisi Indonesia sebagai kekuatan menengah yang disegani dunia.
Dengan kondisi geopolitik yang semakin cair, dunia memerlukan negara-negara dengan sikap rasional dan independen. Dan menurut Anton Permana, Prabowo sedang membawa Indonesia ke arah itu.
EDITOR: REYNA
Catatan Permana (1): Dalam 10 Tahun Kedepan Akan Terjadi Krisis Pangan, Energi, dan Air
Catatan Permana (2): Revisi UU TNI Tidak Akan Mengembalikan DWI Fungsi ABRI
Catatan Permana (3): Strategi Presiden Prabowo Menghadapi Geopolitik Internasional
Related Posts

Negara Yang Terperosok Dalam Jaring Gelap Kekuasaan

Rakyat Setengah Mati, Kekuasaan Setengah Hati

Kolonel (PURN) Sri Radjasa: Jokowo Titip Nama Jaksa Agung, Prabowo Tak Respons

Novel “Imperium Tiga Samudra” (14) – Perang Melawan Asia

Menjaga Dinasti Juara: Menakar Figur Suksesi KONI Surabaya

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (1): Mewarisi Ekonomi Bangkrut, Inflasi 600%

Novel “Imperium Tiga Samudra” (13) – Perang Senyap Mata Uang

Mencermati Komisi Reformasi Polri

Cinta, Kuasa, dan Kejatuhan: Kisah Gelap Yang Menyapu Ponorogo

Novel “Imperium Tiga Samudra” (12) – Meja Baru Asia



No Responses