Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Saya hari Saptu tanggal 2 Agustus 2025 melihat tayangan di aplikasi Threads sebuah aplikasi media sosial yang dikembangkan oleh Instagram, anak perusahaan Meta tentang Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, sempat marah dan mengamuk saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di RSUD Dr. Soewandhie , Surabaya. Nampaknya kemarahannya dipicu oleh pelayanan yang dinilai lambat, terutama terkait penanganan rekam medis pasien yang masih manual dan antrian panjang. Cak Eri Cahyadi menemukan pasien yang sudah mengantri lama namun belum tertangani. Saya melihat cara marahnya Cak Eri yang meledak-ledak dengan mata mendelik, nuding-nuding dengan suara keras ke pejabat dan petugas di RS Soewandi itu dan lalu membanting dokumen-dokumen yang di berikan petugas itu didepan khalayak ramai dan menjadi viral. Saya tidak mengecek kapan terjadinya insiden itu, karena kalau kita cek di media ternyata cak Eri juga sudah pernah marah-marah di RS. Soewandi itu.
Saya yang sudah berumur 73 tahun ini dan asli anak kampung Kapasari Surabaya sudah faham dengan cara orang Surabaya bila emosi, wong di famili dan tetangga saya kalau bertengkar atau berdebat ya begitu caranya yang bagi orang luar Surabaya dianggap kasar. Famili saya asli Surabaya kalau mengabarkan ada anggota keluarga yang wafat menggunakan kata “matek” – misalkan “wingi Cak Fulan matek” – itu kata kasar bagi orang luar Surabaya.
Hanya saja tulisan saya bukan membahas cara marahnya cak Walikota Surabaya ini, tapi marah dengan kata kasar menjadi viral di sebuah institusi kesehatan milik negara bagi saya itu contra productive. Saya sebagai orang asli Surabaya urun rembug ke Cak Eri untuk melihat “big picture” persoalan industri kesehatan di negara kita ini. Jujur tidak menutup mata masih banyak kelemahan-kelemahan di tata kelola sebuah Rumah Sakit di Indonesia. Saya sendiri pernah mengalami pengalaman jelek di sebuah RS besar soal pelayanannya.
Namun ditengah-tengah pemberitaan yang bernada negatif tentang “buruk” nya pengelolaan industri kesehatan misalnya Rumah Sakit, pendidikan kedokteran dsb antara lain adanya bullying senior di pendidikan dokter spesialis terhadap juniornya, lambatnya pelayanan RS, mahalnya biaya sekolah dotker yang disebut-sebut sampai milyaran Rupiah, ketidak profesional nya dokter dan perawat dsb; dan semua berita buruk itu justru ada yang diucapkan oleh salah satu petinggi negeri ini.
Akibat dari pemberitaan seperti jelas kesimpulannya bahwa pelayanan industri kesehatan, sekolah Fakultas Kedokteran di Indonesia ini jelek dan kalah jauh dari negeri jiran Malaysia dan Singapura.
Menurut saya cara-cara marah-marah terhadap bawahan, petugas kesehatan seperti yang dilakukan Cak Ery dan viral di dunia maya malah memberi pembenaran bahwa memang dunia kedokteran kita jelek, tidak becus, mahal, tidak profesional dsb.
Sekali lagi kita tidak boleh menutup mata tentang masih banyaknya kelemahan-kelemahan di RS khususnya milik pemerintah dan itu menjadi challenge bagi semua pemangku kepentingan, karena manajemen sebuah RS itu komplek alias njelimet.
Díaz Carlos Alberto, seorang Professor. Director of specialization in economics and health management – ISALUD University membagi pendapatnya tentang kompleksitas pengelolaan Rumah Sakit Hospitals are complex companies of services, because they are governed by paradigms of complexity and nonlinear behaviors of their members, of the patients and also of their illnesses, and they are also four companies in one: the clinic, the industrial, the hotel and the teaching (Rumah sakit adalah perusahaan layanan yang kompleks, karena mereka diatur oleh paradigma kompleksitas dan perilaku nonlinier anggotanya, pasien dan juga penyakit mereka, dan mereka juga empat perusahaan dalam satu: klinik, industri, hotel dan pengajaran).
Karena itu mungkin Cak Ery bisa berdiskusi dengan perwakilan IDI Surabaya misalnya untuk mencari masukan tentang bagaimana mencapai “Good Hospital Governance”, “Good Service Delivery” dll. Selain itu Cak Ery sebagai manajer kota besar kedua di Indonesia pasti tahu bagaimana melibatkan dewan pengawas, akuntan, bagian SDM, para tenaga kesehatan – dokter, perawat dsb untuk membenahi tata kelola RS yang belum baik.
Kalau Cak Ery dalam rapat dengan semua pemangku kepentingan tersebut sambil marah, mendelik, bahkan mesoh cara Surabaya boleh-boleh saja, karena melihat ketidak becusan suatu system atau cara kerja bawahan; tapi harus didalam ruangan rapat tertutup. Bila perlu kalau ada pemangku kepentingan yang masih “ndablek” ya diturunkan jabatannya atau “Take it or Leave it” atau “Get Out of Here”– begitu kata pejabat perusahaan Amerika Serikat kalau memecat bawahan yang bego.
Sebagai sesama arek Surabaya, saya usul pada Cak Ery untuk mengelola kemarahan atau Anger Management nya agar Cak Ery tidak stress.
Sepurane Cak..!!!
EDITOR: REYNA
Related Posts

Sikap Arogan Ketua Tim Reformasi Polri Justru Tak Hendak Mendengarkan Suara Rakyar

Sutoyo Abadi: Memusingkan

Tantangan Transformasi Prabowo

Kementerian PKP Tertinggi Prestasi Penyerapan Anggaran dari Seluruh Mitra Komisi V

Kejati Sumut Sita Rp150 Miliar dari Kasus Korupsi Penjualan Aset PTPN I: Babak Baru Pengungkapan Skandal Pertanahan 8.077 Hektare

Dipimpin Pramono Anung Jakarta Makin Aman dan Nyaman, Ketua Umum APKLI-P: Grand Opening WARKOBI Januari 2026 Diresmikan Gubernur DKI

Refly Harun Dan RRT Walkout saat Audiensi Dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri

Subuh, Kolaborasi, Kepedulian, dan Keberkahan

Dukung Revisi PP 50/2022, Ketua Umum APKLI-P: Praktek Tax Planing PPH 0,5% UMKM Puluhan Tahun Dibiarkan

LPG, LNG, CNG dan Kompor Induksi, Solusi Emak Emak Swasembada Energi Di Dapur



No Responses