Ahmad Cholis Hamzah: Ikatan Alumni Perguruan Tinggi Harus Meniru NU

Ahmad Cholis Hamzah: Ikatan Alumni Perguruan Tinggi Harus Meniru NU

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Ahmad Cholis Hamzah

Saya tertarik membaca berita tentang Ikatan Alumni ITB yang memprotes ketuanya Gembong Primadjaja (periode 2021-2025) karena mengeluarkan pernyataan lewat audio visual secara terang-terangan mendukung calon presiden dan wakil presiden Ganjar – Mahfud MD. Menurut para alumni ITB pernyataan Gembong pada rekaman audio-visual berdurasi 23 detik, yang sudah banyak beredar, mencerminkan ketidak-pedulian dan ketidak-pekaannya terhadap kebhinnekaan komunitas masyarakat IA ITB yang dipimpinnya, dengan kata lain Gembong Primadjaja dengan sengaja melakukan hal yang tak patut.

Selanjutnya menurut para alumni ITB itu dukungan partisan seperti itu tidaklah etis. Lebih dari itu, potensial memecah belah keutuhan IA-ITB ke dalam polarisasi politik dekaden seperti yang sudah terjadi dalam dua pemilihan presiden sebelum ini. Mereka berpendapat sikap dan perilaku Gembong Primadjaja selaku Ketua IA ITB bukan hanya disayangkan tapi sangat memalukan karena menambah daftar panjang contoh buruk tindakan tanpa etika. Karena itu mereka membuat petisi untuk menuntut Gembong mundur dari jabatannya sebagai ketua IA ITB.

Dalam kehidupan politik, Ikatan Alumi Perguruan Tinggi memang harus menyadari bahwa masyarakat alumni itu sangat majemuk, heterogen memiliki aspirasi politik sendiri-sendiri. Perbedaan pendapat dan aspirasi politik harus disikapi dengan nilai-nilai akademis karena mereka itu merupakan alumni dari lembaga akademis, dan hal itu merupakan hal yang lumrah dan wajar dalam alam demokrasi. Karena itu sangatlah bijak bila organisasi Ikatan Alumni.

Menurut saya, Ikatan Alumni Perguruan Tinggi juga sangat bijak kalau mau meniru sikap pada ulama NU dalam muktamar di Situbondo tahun 1984 yang salah satu keputusannya menyebutkan bahwa menurut Kiai Sahal Mahfudh waktu itu, politik kekuasaan yang lazim disebut politik tingkat rendah (siayasah safilah) adalah porsi partai politik bagi warga negara, termasuk warga NU secara perseorangan. Sedangkan NU sebagai lembaga atau organisasi, harus steril dari politik semacam itu.

Kepedulian NU terhadap politik diwujudkan dalam peran politik tingkat tinggi (siyasah ‘aliyah samiyah), yakni politik kebangsaan, politik kerakyatan, dan etika berpolitik. Dalam Muktamar itu para kiai mengusulkan agar NU secara organisasi harus segera kembali Khittah 1926. Berpolitik warga NU hasil Muktamar ke-28 NU tahun 1989 di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta: Ketika NU Kembali ke Khittah 1926 di mana NU tidak lagi menjadi partai politik atau bagian dari partai politik dan tidak terikat oleh partai politik manapun, dengan sendirinya masyarakat yang selama ini cara berpolitiknya ditentukan oleh pimpinan pusat organisasi mengalami banyak kebingungan.

TERKAIT :

Mengingat adanya perubahan politik dari stelsel kelompok atau organisasi menjadi stelsel individual ini, NU merasa perlu memberi petunjuk agar warganya tetap menggunakan hak politik mereka secara benar dan bertanggung jawab. Karena itulah, lima tahun setelah keputusan Muktamar Situbondo 1984, Muktamar NU tahun 1989 merumuskan pedoman berpolitik bagi warga Nahdliyin dengan menekankan akhlaqul karimah, baik berupa etika sosial maupun norma politik.

Dengan demikian keterlibatan warga NU dengan partai politik yang ada bersifat individual, tidak atas nama organisasi, karena NU telah kembali menjadi organisasi sosial keagamaan yang mengurusi masalah sosial, pendidikan dan dakwah. Namun demikian NU mengimbau pada warganya agar melakukan politik secara benar dan bertanggung jawab dan dengan cita-cita menegakkan akhlaqul karimah dan dijalankan dengan proses yang selalu berpegang pada prinsip akhlaqul karimah.

Ikatan Alumni Perguruan Tinggi struktur masyarakatnya yang heterogen itu bisa mengadopsi sikap para ulama sepuh NU tentang hubungannya dengan kehidupan politik dimana warga alumni memiliki kebebasan memilih aspirasi politiknya, sementara organisasi alumni harus steril dari kehidupan politik praktis.

Apabila ada pengurus organisasi alumni yang melibatkan dirinya ke percaturan politik praktis mereka juga bebas untuk masuk kehidupan politik itu namun mereka harus mengundurkan diri dari kepengurusan alumni. Mengundurkan diri itu bisa dalam bentuk cuti sementara atau mengundurkan diri tetap.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K