Berkorban Demi Kebaikan Bersama

Berkorban Demi Kebaikan Bersama
Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Oleh: Muhammad Chirzin

Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ketua Umum MUI dan FKUB Kota Yogyakarta.

 

Tahun ini umat Islam Indonesia merayakan Idul Adha pada masa transisi kepemimpinan Presiden Joko Widodo kepada Presiden Prabowo Subianto dalam kondisi dunia Islam dan bangsa Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Kekejaman dan kejahatan Israel kepada bangsa Palestina benar-benar jauh dari perikemanusiaan.

Kurban adalah sebentuk ketaatan kepada Allah swt berupa penyembelihan sapi dan/atau kambing pada hari raya Idul Adha, 10 Dzulhijjah, dan hari-hari tasyrik dengan mengharap ridha Allah swt semata.

Kurban adalah simbol kasih sayang, kesetiakawanan, dan kepedulian terhadap nasib sesama. Dengan Idul Adha Allah swt menginspirasi untuk saling menyapa, saling berbagi, dan silaturahmi.

Sungguh, telah Kami berikan kepadamu sumber yang melimpah. Maka, shalatlah untuk Tuhanmu dan berkurbanlah. Sungguh, orang yang membenci engkau,- dialah yang putus dari harapan masa depan. (QS Al-Kautsar/108:1-3).

Ibadah kurban pertama kali dilakukan oleh kedua putra Nabi Adam. Yang seorang berkurban dengan berat hati, dan lainnya berkurban dengan penuh ketulusan dan ketakwaan. Allah swt menerima kurban yang kedua.

Bacakanlah kepada mereka yang sebenarnya tentang kisah kedua putra Adam, ketika mereka mempersembahkan korban. Dari yang seorang diterima, tetapi dari yang seorang lagi tidak. Kata yang belakangan: “Akan kubunuh engkau.” Yang pertama menjawab: “Allah menerima kurban hanya dari orang yang bertakwa.” (QS Al-Maidah/5:27)

Ibadah kurban umat Islam adalah warisan Nabi Ibrahim as.

Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama Ibrahim, ia berkata: “Hai anakku, aku melihat dalam mimpi menyembelihmu. Bagaimana pendapatmu?” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah akan kaudapati aku termasuk orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya. Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, kamu telah membenarkan mimpi itu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim pujian di kalangan orang-orang yang datang kemudian. “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” (QS 37:102-109).

Pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail mengandung pesan untuk berbagi sumber, dan kesempatan, serta semangat memelihara warisan kemanusiaan, dengan mengalahkan kepentingan pribadi, keluarga, dan golongan, maupun fanatisme sempit lainnya.
Penyembelihan ternak tahunan membuahkan keseimbangan ekosistem, membuka peluang memperoleh rezeki pengadaan hewan, pemeliharaan, penyediaan pakan, dan sarana transportasi, serta pemotongan.

Penyembelihan hewan kurban simbol pemotongan syahwat duniawi dan sikap mental syaithani yang mengalir dalam diri.
Yang sampai kepada Allah bukan daging atau darahnya, melainkan ketakwaan kamu. Demikianlah Ia memudahkannya kepada kamu supaya kamu mengagungkan Allah atas bimbingan-Nya kepada kamu; dan sampaikan berita baik kepada semua orang yang telah berbuat baik. (QS Al-Hajj/22:37).

Kita merayakan Idul Adha dalam keadaan Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Sokoguru sebuah bangsa ialah ulama (cendekiawan), umara (penguasa), aghniya` (konglomerat), dan ra’iyyah (rakyat jelata).

Para ulama dan cendekiawan menyangga kehidupan bangsa dengan ilmu pengetahuan dan kearifannya, menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Para ulama dan cendekiawan harus berani mengatakan yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah, demi kemaslahatan bangsa.

Karakter para ulama dan cendekiawan ialah takut kepada Allah swt.

Demikian pula di antara manusia, binatang melata dan binatang ternak bermacam-macam warnanya. Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS Fathir/35:28)
Allah swt meninggikan derajat orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.
Wahai orang-orang beriman, bila dikatakan kepadamu berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah melapangkan untukmu, dan bila dikatakan berdirilah, maka berdirilah, niscaya Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Mujadilah/58:11)

Umara, penguasa, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif harus menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan seadil-adilnya. Tidak boleh ada tebang pilih dalam penegakan hukum, tajam ke bawah, tumpul ke atas, galak ke lawan, lembek ke kawan.
Mukmin niscaya mentaati Allah dan rasul serta pemegang urusan.

Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, serta ulil amri di antara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An-Nisa`/4:59)

Aghniya`, orang-orang kaya, harus dermawan dengan kekayaannya untuk kemaslahatan bersama. Membangun Lembaga Pendidikan untuk mencerdaskan anak bangsa, membangun perusahaan-perusahaan yang menampung sebanyak-banyaknya tenaga kerja lokal, memajukan sektor industri dan pertanian, serta ekonomi rakyat dengan saksama.

Harta jangan beredar hanya di kalangan mereka yang kaya.

Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya dan diambil dari penduduk beberapa kota, adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu tidak hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, terimalah, dan apa yang dilarang, tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah; Allah sangat dahsyat hukumannya. (QS Al-Hasyr/59:7)

Ra’iyyah, rakyat, harus taat kepada para ulama dan penguasa, selama mereka mentaati Allah dan Rasul-Nya. Bila penguasa menyimpang dari Undang-undang Negara, rakyat jangan segan-segan mengkritik dan mengoreksinya. Hal itu sesuai dengan pesan Rasulullah saw: Man ra’a minkum munkaran falyughayyirhu biyadihi wa in lam yastathi’ fabilisanihi wa in lamyastathi fabiqalbihi wa dzalika adh’aful iman – siapa yang menyaksikan kemungkaran, hendaklah mengubahnya dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika tidak mampu maka dengan hatinya,- dan itu adalah selemah-lemah iman.

Allah swt menurunkan agama untuk membebaskan manusia dari penderitaan, agar mereka dapat berdiri bebas di hadapan Tuhan secara benar dan menjaga diri dari perbuatan aniaya.

Hidup tidak untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Kita harus memperlakukan pihak lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Tak seorang pun boleh berlaku semena-mena, dan diperlakukan semena-mena. Kita berusaha mewujudkan aturan yang adil, di mana setiap orang memiliki kesempat¬an yang sama untuk meraih prestasi.

Kekayaan dan kekuasaan bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, dan keselamatan. Kekuasaan adalah ujian; apakah untuk menegakkan keadilan dan keselamatan atau sebaliknya, kecurangan dan kekejian.
Manusia niscaya berkorban untuk meraih kehidupan yang bermakna. Setiap pengorbanan adalah investasi kehidupan masa depan.

Jer basuki mawa bea… Tak ada pengorbanan tulus yang sia-sia.

Bahwa yang diperoleh manusia hanya apa yang diusahakannya. Bahwa usahanya akan segera terlihat. Kemudian ia akan diberi balasan pahala yang sempurna. Bahwa kepada Tuhamu tujuan akhir. (QS An-Najm/53:38-42).
Kehidupan dunia adalah jembatan menuju kehidupan akhirat yang abadi. Untuk mendapatkan kehidupan akhirat yang lebih baik, mukmin perlu mengingat kematian.

Rasulullah saw. berpesan bahwa salah seorang yang terbaik, dan paling cerdas, adalah orang yang banyak mengingat kematian.
Banyak manusia terlena hidupnya dengan kesenangan duniawi. Harta, anak/keluarga, takhta, dan wanita/pria menjadi penyebab manusia lupa akan kematian. Jika kematian itu telah menghampirinya, kecintaan terhadap keduniaan itu akan berakhir.

“Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan yang berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak terhingga berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.” (QS Āli ‘Imrān [3]:14)

Ada orang yang sudah diberi harta yang halal sebagai pejabat negara atau wakil rakyat, namun, tidak menyebabkannya puas. Keserakahan terhadap harta menyebabkan dia tergelincir. Korupsi.

Rasulullah saw bersabda, “Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekali tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati). Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas)

Rasulullah saw juga bersabda, “Mayat diiringi tiga hal, yang dua akan kembali, sedangkan yang satu menyertainya. Ia diiringi oleh keluarganya, hartanya, dan amalnya. Harta dan keluarganya akan kembali, sedangkan amalnya akan tetap bersamanya.” (HR Bukhari)

Hidup di dunia tidak selamanya. Harta tidak akan membahagiakan, bahkan, menyengsarakan, jika tidak digunakan sebagai bekal hidup setelah mati, yakni dengan menginfakkan, menyedekahkan, serta mewakafkan untuk kepentingan umat. Uang dan harta yang telah dikeluarkan pada jalan Allah itulah miliknya yang sesungguhnya, yang akan membahagiakan di alam kubur dan akhirat.

Berkorbanlah, tapi jangan menjadi korban!

Kehidupan akhirat bukan kehidupan yang akan datang, tetapi telah mulai sekarang.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K