Catatan Permana (5): Dua Kekuatan di Lingkaran Prabowo: Status Quo vs Perubahan

Catatan Permana (5): Dua Kekuatan di Lingkaran Prabowo: Status Quo vs Perubahan
Dr Anton Permana, SIP, MH, Pengamat Geopolitik Pertahanan

Oleh: Budi Puryanto
Pemimpin Redaksi

 

Di tengah berbagai dinamika politik nasional, pengamat politik dan aktivis kebangsaan Dr. Anton Permana mengungkapkan sebuah realitas penting yang sedang berlangsung di lingkaran pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, ada dua kekuatan utama yang kini bersaing secara diam-diam namun menentukan arah masa depan bangsa: kekuatan Pro Status Quo dan kekuatan Pro Perubahan.

Kekuatan Pro Status Quo, sebagaimana dijelaskan Anton, merupakan kelompok yang masih membawa warisan dari 10 tahun pemerintahan sebelumnya di bawah Presiden Joko Widodo. Mereka cenderung mempertahankan pola-pola lama, struktur kekuasaan yang sudah mapan, serta pendekatan kebijakan yang dianggap “sudah terbukti”. Di sisi lain, kekuatan Pro Perubahan hadir dengan semangat baru, menginginkan reformasi yang lebih mendasar, serta mendorong terobosan kebijakan di bidang ekonomi, pertahanan, hingga hubungan internasional.

Bagi kelompok Pro Perubahan, Presiden Prabowo dianggap terlalu lambat mengambil langkah-langkah signifikan. Namun Anton Permana mengajak publik untuk melihat lebih jernih. Menurutnya, upaya perubahan yang dilakukan Prabowo sudah berjalan, hanya saja tidak semua proses bisa terjadi secara instan. “Ibarat kapal besar bernama Indonesia, Prabowo adalah nahkodanya. Saat mesin kapal terbakar, apa yang seharusnya dilakukan? Apakah langsung mencari pelakunya, atau memadamkan api terlebih dahulu?” kata Anton dengan analogi yang kuat.

Dalam analogi itu, mesin kapal yang terbakar menggambarkan masalah-masalah struktural dan sistemik yang diwarisi dari pemerintahan sebelumnya—mulai dari defisit neraca perdagangan, ketergantungan utang luar negeri, inefisiensi birokrasi, hingga persoalan dalam sistem hukum dan penegakan keadilan. Menurut Anton, tugas utama nahkoda adalah menyelamatkan kapal dan penumpangnya, bukan tenggelam dalam perdebatan siapa yang salah di masa lalu.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa manuver Prabowo ke arah hubungan strategis dengan BRICS, wacana pembenahan sistem logistik nasional, hingga pendekatan diplomasi baru yang lebih berimbang, adalah contoh langkah konkret perubahan yang sedang diupayakan. Namun, kekuatan Status Quo di sekelilingnya tentu tidak tinggal diam. Mereka tetap berusaha mempertahankan pengaruhnya, bahkan bisa saja menghambat gerak perubahan.

Dalam konteks ini, publik perlu bersikap cerdas dan bijak. Tidak semua yang tampak “lambat” berarti tidak bergerak. Justru, dalam perubahan yang menyentuh akar sistem, langkah yang hati-hati dan terukur adalah pilihan yang tepat. Anton menegaskan, “Kalau Prabowo gegabah, kapal bisa oleng bahkan karam. Tapi jika mesin diperbaiki dulu, arah baru bisa segera ditempuh.”

Presiden Prabowo memang dihadapkan pada tantangan berat: mengakomodasi kekuatan lama, sambil mendorong agenda perubahan. Tapi justru di sinilah ujian kepemimpinan sejati berada. Mampukah ia menjadi nahkoda yang menyatukan dua kekuatan itu demi kepentingan nasional, bukan kepentingan politik jangka pendek?

Hanya waktu yang akan menjawab. Tapi satu hal yang pasti, api di mesin kapal tidak bisa dibiarkan terus menyala. Ia harus dipadamkan—segera.

EDITOR: REYNA

Baca juga artikel terkait:

Catatan Permana (4): Strategi Prabowo Hadapi Tekanan Global, Jalan Bebas Aktif ke BRICS

Catatan Permana (3): Strategi Presiden Prabowo Menghadapi Geopolitik Internasional

Catatan Permana (2): Revisi UU TNI Tidak Akan Mengembalikan DWI Fungsi ABRI

Catatan Permana (1): Dalam 10 Tahun Kedepan Akan Terjadi Krisis Pangan, Energi, dan Air

 

 

Last Day Views: 26,55 K