Oleh: Budi Puryanto
Rombongan pengamen itu mulai keliling dari desa ke desa di wilayah kerajaan Jenggala. Setiap tampil penontonnya sangat banyak. Mulai dari orangtua hingga anak-anak. Biasanya mereka tampil siang hari setelah matahari condong kearah barat. Saat panas matahari tidak lagi panas.
Rombongan ini dilengkapi dengan seperangkat gamelan, penabuh gamelan, sinden penembang, dan juga beberapa orang penari. Sinden dan penarinya masih muda-muda dan cantik-antik. Tapi mereka benar-benar pandai dalam olah suara dan olah tari.
Para penabuh gamelan berseragam baju lurik bergaris hitam coklat. Bercelana hitam, dan mengenakan tutup kepala iket dengan warga hijau wulung, coklat, dan ada corak bunga-bunga. Sinden dan para penari juga mengenakan pakaian yang indah, serasi, dan selaras. Wajah cantiknya hanya dihiasi bedak tipis yang tidak berlebihan.
Gelar pengamen itu selalu diawali dengan doa yang diikuti oleh seluruh penonton. Kemudian dibuka dengan tarian gemulai oleh 5 orang penari. Tarian ini geraknya lambat, pelan, penuh dengan penghayatan. Mereka menyebutnya sebagai tari selamat datang, menyambut para penonton yang menghadiri pagelaran. Tarian itu ada yang menyebut Tari Gambir Anom.
Para penonton merasa sangat dihormati. Kedatangannya disambut dengan tarian indah dan menyentuh hati. Gamelannya terdengan rancak mengikuti gerak penari. Tepuk tangan gemuruh mengiringi selesainya tarian selamat datang itu.
Setelah itu, berbagai gending dimainkan. Para sinden melantunkan tembang dengan suara merdu, dan dilantunkan secara bersama-sama, tanpa ada kesalahan sedikitpun.
Para penonton duduk melingkar dengan rapi. Banyak yang membawa tikar untuk alas duduk. Yang agak jauh dibelakang, terutama para laki-laki, mereka berdiri. Tetapi tetap tenang menikmati suguhan gamelan para pengamen ini.
Setelah itu biasanya diselingi dengan carita. Seseorang maju kedepan arena, membawakan carita yang menarik. Kisah para panji, ande-ande lumut, kisah calon arang, kisah maling gentiri, dan juga kisah-kisah raja di tanah Jawa. Kadang juga mengisahkan peristiwa masa lalu yang jarang diketahui warga. Kisah raja Baruna, kisah Syeh Subakir, kisah Dahyang Semar, kisah Ajisaka dan Dewata Cengkar, serta kisah para bidadari yag turun ke bumi.
Pembawa caritanya sangat pandai bercerita. Sehingga saat cerita lucu para penonton tertawa terbahak-bahak. Tetapi saat sampai pada kisah sedih, banyak penonton larut dalam kesedihan, lalu tiba-tiba airmata mereka jatuh meleleh, tanpa mereka sadari. Iringan gamelan yang menjadi latar suara saat cerita dikisahkan, menambah suasana menjadi lebih hidup.
“Demikianlah kisah ini berakhir, tentu saja masih banyak kisah yang akan kami ceritakan kepada kisanak disini. Tapi saya perlu istirahat dulu untuk minum. Tenggorokan rasanya sangat kering,” kata pengisah suatu ketika mengakhiri cerita yang dibawakan, yang diikuti gelak tawa penonton.
“Terus, teruskan ceritanya. Seru sekali itu. Jangan dipotong ceritanya,” teriak penonton.
Saat itu, diantara para penonton, hadir tiga orang pemuda. Cindelaras, Respati, dan Aryadipa. Ketiga anak muda ini mengembara tidak ada tujuan yang mengikatnya secara pasti. Lebih tepatnya mereka ingin melihat-lihat suasana. Apapun yang menarik mereka datangi. Tentu saja adu jago.
Awalnya mereka hanya ingin mengatahui praktek pemujaan yang dijalani oleh para murid Nyi Calon Arang. Tetapi mereka belum memperoleh tanda-tanda munculnya praktek pemujaan untuk mendapatkan kesaktian tingkat tinggi itu. Apa yang dikatakan oleh Ki Ronggo Pralampito, gurunya, rasanya mereka belum menemukan tanda-tandanya.
Sebenarnya praktek itu sudah ada, namun belum dilakukan secara terbuka. Masih sembunya-sembunyi, dan pengikutnya belumlah banyak. Sehingga seperti tidak terjadi apa-apa.
Karenanya ketiga anak muda itu setiap hari keliling kemaan saja mereka suka. Saat mendengar ada pagelaran seni oleh para pengamen, mereka langsung saja menuju ke desa itu.
Ketiga anak muda itu, khusunya Respati dan Cindelaras, memiliki darah seni yang tinggi. Saat di padepokan Ki Ronggo, keduanya mempelajari banyak tembang, kidung, dan juga tari. Bahkan Respati, yang sebenarnya adalah Dewi Candra Kirana atau Dewi Sekartaji, putri Kerjaaan Daha itu, bukan saja pandai menari, nembang dan ngidung. Dia sudah bisa menciptakan tarian sendiri
Sejak dirumah tokoh desa, nama Respati sudah disepakti untuk menutupi penyamaran Dewi Candra Kirana, yang berpenampilan laki-laki dalam pengembaraan ini.
Baca Seri Sebelumnya:
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 15)
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 16)
Suatu hari saat pertunjukan di padepokan, dia pernah menunjukkan karya ciptanya itu. Seluruh murid dan guru pengajar memujinya. Tak terkecuali Cindelaras.
“Bagus sekali Candra Kirana. Kamu memang pinter sekali. Tari ciptaanmu mengagumkan. Apa nama tarian itu,” tanya Cindelaras saat itu.
“Aku belum memberi nama tarian itu. Apa kamu punya usul Cindelaras,” tanya Candra Kirana.
“Bagaimana kalau diberi nama Sumirang. Tari Sumirang. Panji Sumirang,” jawab Cindelaras sekenanya.
“Apa itu artinya Sumirang, Panji Sumirang.”
“Tari Panji Sumirang itu menggambarkan seorang putri raja yang melakukan pengembaraan mencari ilmu dan kesejatian hidup. Dia tidak suka hidup mewah di kerajaan yang tidak memberikan makna dan pengalaman hidup baginya. Dia berontak dan mengembara kemana saja dia suka,” jawab Cindelaras.
Dewi Candra Kirana menundukkan kepala mendengar penjelasan Cindelaras. Ucapan Cindelaras itu menghunjam hatinya terdalam.
“Baiklah aku setuju pendapatmu,” jawab Candra Kirana, saat itu. Baginya, pendapat Cindelaras seperti hendak mengisahkan dirinya.
Tepuk tangan gemuruh penonton menyadarkan Respati dan Cindelaras dari lamunannya. Pagelaran pengamen itu memang unik. Disela-sela tampilannya, mereka juga memberikan kesempatan kepada para penonton yang ingin tampil menghibur. Kadang ada yang nembang, menari, ngidung, dan sekedar bercerita. Syaratnya harus tampil sopan dan tidak boleh melakukan penghinaan dan mencaci maki.
“Cindelaras, bagaimana kalau aku menari Tarian Panji Sumirang,” tanya Respati tiba-tiba.
“Bagus itu aku setuju,” jawan Cindelaras.
“Tapi aku minta kau juga ikut menarikannya. Kita berdua akan menari Tari Panji Semirang,” kata Respati dengan sedikit manja.
“Tapi aku belum pernah belajar tarian itu. Aku baru melihatnya sekali saat kau tunjukkan dulu,” jawab Cindelaras.
“Ikuti saja gerakanku, itu tidak sulit. Gerakannya sederhana,” jawab Respati.
“Baiklah, tapi sebaiknay kita memakai topeng. Biar tidak ketahuan identitas kita,” jawab Cindelaras.
Tiba-tiba terlintas dalam pikiran Respati.
“Tari Topeng Panji Sumirang. Sepertinya nama ini bagus, Cindelaras,” kata Respati tiba-tiba.
“Kita beli aja topeng seadanya, saya lihat tadi ada orang jual topeng untuk anak-anak, diluar sana,” jawab Respati.
“Ya Tari Topeng Panji Sumirang, kita menari berdua, pakai topeng anak-anak,” jawab Cindelaras, sambil tertawa yang diikuti oleh Respati.
Mereka berdua tampak mendekati penabuh gamelan, sambil memberikan bingkisan entah apa isinya.
Baca Seri Berikutnya:
Tidak lama kemudian penabuh gamelan mulai menabuh Gending Giro dan Krangehan. Perhatian penonton mulai tertuju ketengah arena. Gending Giro dan Krangehan memberikan nuansa dinamis, bersemangat, seperti memanggil-manggil penonton untuk segera datang.
Setelah kedua gending singkat itu berhenti, suasana menjadi tenang. Hening. Lalu, ditabuhlah gending Ladrang Asmaradahana. Sejenak kemudian dua penari bertopeng muncul. Mereka menari melenggak- lenggok mengikuti irama gamelan. Cara mereka menari sangat menakjubkan. Gerakaannya lembut dan tenang memberikan kedamaian.
Sesaat kemudian, gending berubah. Tarian pun ikut berubah. Saat ini gerakannya tidak lagi tenang dan lembut, tapi dinamis. Terkadang gerakannya menghentak-hentak, penuh tenaga dan bersemangat. Topeng diwajahnya memberikan nuansa yang lucu. Seperti anak-anak menari. Penonton pun senang dan bertepuk tangan.
Ketika selesai, penonton tepuk tangan bergemuruh. Sorak-sorai yang luar biasa menggambarkan betapa gembiranya mereka. Sesaat kemudian kedua penari bersiap-siap hendak membungkukkan badan tanda menghormat kepada penonton.
Diluar dugaan, seorang sinden perempuan dan wiro suworo lelaki, tiba-tiba melantunkan Tembang Durmo, secara bergantian. Kemudian diiringi gending Anglirmendhung.
Kedua penari tidak meneruskan keluar dari arena pagelaran. Karena yang terjadi berikutnya diluar dugaan banyak orang. Seperti ada ikatan antara penabuh, penembang, dan penari.
Respati melakukan tarian yang aneh. Diikuti juga oleh Cindelaras. Kedua penari ini gerakannya bisa menyatu dengan padu, selaras, dan indah. Cindelaras sendiri merasa aneh, badannya seperti digerakkan oleh kekuatan tidak tampak. Dia mengikuti saja gerakan itu tanpa melawannya. Dia menikmati gerakannya. Tidak peduli lagi apakah serasi dengan gerakan Respati atau tidak.
Beda dengan Respati. Dia pernah belajar tarian ini didalam istana kerajaan Daha. Diajarkan oleh seorang guru khusus. Tari ini tidak diajarkan ke semua orang. Melainkan terbatas untuk putra-putri raja. Menurut gurunya, tembang Durma yang diiringi gending Anglirmendhung, berisi mantra-mantra yang memanggil roh para leluhur raja-raja di tanah Jawa.
Penonton seperti terkena sihir. Diam membeku melihat gerakan kedua penari itu. Sepanjang hidupnya, mereka belum pernah melihat tarian yang hebat ini. Lagipula, gerakan kedua penari itu seperti menebarkan tenaga gaib yang mencekam.
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Related Posts

Novel “Imperium Tiga Samudra” (14) – Perang Melawan Asia

Novel “Imperium Tiga Samudra” (12) – Meja Baru Asia

Novel “Imperium Tiga Samudra” (11) – Dialog Dibawah Menara Asap

Novel “Imperium Tiga Samudra” (10) – Perang Para Dewa

Novel “Imperium Tiga Samudra” (9) – Prometheus

Novel Imperium Tiga Samudra (8) – Horizon 3

Novel Imperium Tiga Samudara (7)- Kapal Tanker di Samudra Hindia

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Imperium Tiga Samudra (5) — Ratu Gelombang

Seri Novel “Imperium Tiga Samudra” (4) – Pertemuan di Lisbon



more hereOctober 25, 2024 at 7:43 pm
… [Trackback]
[…] Info on that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-17/ […]
massage near meOctober 26, 2024 at 6:12 pm
… [Trackback]
[…] Find More Info here on that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-17/ […]
ทัวร์November 9, 2024 at 7:53 pm
… [Trackback]
[…] Read More on on that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-17/ […]
Jaxx LibertyNovember 15, 2024 at 9:39 pm
… [Trackback]
[…] Find More to that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-17/ […]
you can try hereNovember 24, 2024 at 1:06 am
… [Trackback]
[…] Read More on to that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-17/ […]