Soegianto@fst.unair.ac.id
Generasi Z, sering disebut juga sebagai Gen Z, adalah kelompok demografis yang lahir antara pertengahan hingga akhir 1990-an hingga awal 2010-an. Umumnya, rentang tahun kelahiran Gen Z adalah sekitar tahun 1997 hingga 2012. Jadi, pada tahun 2024, usia mereka berkisar antara 12 hingga 27 tahun.
Karakteristik dan Perilaku Belajar
Digital Natives:
Gen Z dikenal sebagai digital natives karena tumbuh dengan teknologi canggih. Mereka terbiasa dengan internet, media sosial, dan perangkat mobile sejak usia dini.
Pembelajaran bagi mereka lebih efektif ketika menggunakan alat digital seperti laptop, tablet, dan aplikasi pembelajaran online.
Multitasking:
Mahasiswa Gen Z cenderung pandai multitasking, sering mengerjakan beberapa hal sekaligus seperti belajar sambil mendengarkan musik atau menonton video edukatif.
Mereka juga mahir menggunakan berbagai platform digital secara bersamaan, misalnya mencari informasi di internet sambil berkomunikasi dengan teman melalui aplikasi pesan instan.
Pembelajaran Mandiri:
Gen Z memiliki kecenderungan untuk belajar secara mandiri. Mereka sering mencari informasi tambahan di luar materi kuliah melalui YouTube, kursus online, dan tutorial di internet.
Platform pembelajaran seperti Coursera, edX, dan Khan Academy populer di kalangan mereka.
Kritis dan Skeptis:
Mahasiswa Gen Z lebih kritis dan skeptis terhadap informasi yang mereka terima. Mereka cenderung memverifikasi informasi dari berbagai sumber sebelum menerimanya sebagai kebenaran.
Diskusi dan debat di kelas sering kali diwarnai dengan pertanyaan kritis dan pemikiran analitis.
Preferensi Belajar
Pembelajaran Interaktif:
Mereka lebih menyukai metode pembelajaran yang interaktif dan kolaboratif. Proyek kelompok, diskusi kelas, dan simulasi lebih menarik bagi mereka dibandingkan dengan ceramah tradisional.
Penggunaan teknologi seperti voting online, diskusi virtual, dan platform kolaborasi seperti Google Classroom atau Slack sangat mendukung gaya belajar mereka.
Feedback dan Pengakuan Cepat:
Gen Z menghargai feedback yang cepat dan konstruktif. Mereka lebih termotivasi jika mendapatkan pengakuan langsung atas pencapaian mereka, baik melalui nilai maupun pujian dari dosen.
Sistem evaluasi berkelanjutan dan penilaian formatif lebih efektif dibandingkan dengan ujian akhir semester yang bersifat sumatif.
Tantangan yang Dihadapi
Kesehatan Mental:
Gen Z lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental seperti stres, kecemasan, dan depresi. Tekanan akademis, ekspektasi tinggi, dan kecanduan teknologi menjadi beberapa faktor penyebabnya.
Universitas perlu menyediakan layanan konseling dan mendukung kesehatan mental secara proaktif.
Keseimbangan Hidup:
Mahasiswa Gen Z sering kesulitan dalam menjaga keseimbangan antara kehidupan akademis, sosial, dan pribadi. Kegiatan ekstrakurikuler, pekerjaan paruh waktu, dan aktivitas sosial bisa mengganggu fokus mereka.
Manajemen waktu dan keterampilan organisasi menjadi keterampilan penting yang perlu mereka kembangkan.
Memasuki Dunia Kerja
Perbincangan tentang Generasi Z (Gen Z) selalu menarik perhatian. Saat ini, kita menyaksikan banyak Gen Z mulai berkarir di berbagai perusahaan, meskipun ada gelombang PHK. Gen Z yang jumlahnya sangat besar ini mulai memasuki dunia kerja dan menunjukkan perbedaan dengan generasi sebelumnya. Banyak generasi yang lebih senior merasa kesulitan memahami mereka. Misalnya, suatu ketika ada seorang karyawan Gen Z tidak masuk kerja dan memberitahu atasannya melalui telepon bahwa kucingnya sedang sakit. Hal ini membuat generasi sebelumnya yang biasanya berpikir bahwa alasan tidak masuk kerja adalah sakit atau urusan keluarga, merasa bingung dan sulit memahami alasan Gen Z.
Gen Z, yang sejak kecil dikawal oleh Komnas HAM Anak dan tidak dipelonco saat kuliah, cenderung lebih sensitif. Pandemi juga memperkuat kesensitifan mereka karena mereka terbiasa berada di keramaian namun merasa sepi. Akibatnya, mereka seringkali dianggap tidak loyal dan cepat mengambil keputusan untuk berhenti kerja jika merasa tidak nyaman. Generasi ini juga dikenal tidak banyak bicara dan lebih fokus pada perasaan mereka sendiri daripada mempertanyakan bagaimana cara menjadi karyawan yang baik atau bagaimana meningkatkan karir mereka.
Budaya Konsumsi
Gen Z memiliki budaya konsumsi yang unik, yang perlu dipahami oleh para pemasar produk. Ada dua hal penting dalam budaya konsumsi mereka: on-demand culture dan switching culture. On-demand culture muncul karena teknologi yang memungkinkan pelaku usaha menangkap data dan membaca perilaku pelanggan. Segmentasi bukan lagi sekedar demografi atau psikografi, tetapi sudah lebih spesifik yaitu behavioral segmentation. Misalnya, produsen bisa membedakan produk shampo untuk pria dengan berbagai jenis rambut atau wanita yang berhijab dan tidak berhijab. Hal ini memungkinkan produk yang sangat sesuai dengan kebutuhan individu.
Switching culture menunjukkan bahwa Gen Z mudah berpindah dari satu produk ke produk lain. Dengan banyaknya pilihan dan layanan yang serba instan, mereka tidak merasa terikat pada satu produk atau brand. Akibatnya, loyalitas terhadap brand dan pekerjaan menjadi rendah. Mereka lebih mengutamakan akses daripada kepemilikan permanen. Misalnya, mereka lebih memilih menggunakan layanan transportasi online daripada memiliki mobil sendiri.
Ekonomi dan Finansial
Di bidang finansial, Gen Z cenderung lebih memilih menghabiskan uang untuk pengalaman atau pengembangan diri daripada investasi jangka panjang. Di Amerika, tren ini dikenal sebagai soft saving, di mana porsi tabungan anak muda menurun. Mereka lebih memilih investasi jangka pendek yang bisa ditarik kapan saja, seperti yang ditawarkan oleh platform investasi seperti Nanovest yang memberikan keuntungan harian.
Kesehatan Mental
Kesehatan mental juga menjadi perhatian utama bagi Gen Z. Survei menunjukkan bahwa Gen Z lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental dibandingkan generasi sebelumnya. Banyak yang merasa stres dan burnout, yang seringkali membuat mereka memilih untuk berhenti kerja atau mencari cara untuk healing.
Adaptasi Teknologi
Gen Z tumbuh dalam era digital dan memiliki akses yang luas terhadap informasi. Mereka cenderung kritis dan mempertanyakan banyak hal, termasuk otoritas dan tradisi yang ada. Namun, kebebasan ini juga membuat mereka rentan terhadap informasi yang tidak konsisten dan dapat menyebabkan kebingungan atau kehilangan arah.
Intergenerational Learning
Untuk memaksimalkan potensi Gen Z, perlu adanya pembelajaran antar generasi (intergenerational learning). Nilai-nilai seperti kesabaran dan ketahanan yang dimiliki oleh generasi sebelumnya bisa menjadi pelajaran berharga bagi Gen Z. Menggabungkan nilai-nilai ini dengan inovasi dan kreativitas Gen Z bisa menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan harmonis.
Analisa
Gen Z adalah generasi yang unik dengan karakteristik yang berbeda dari generasi sebelumnya. Mereka sensitif, tidak terlalu loyal, dan lebih memilih akses instan daripada kepemilikan permanen. Untuk memahami dan bekerja dengan Gen Z, penting bagi para pemilik usaha dan manajer untuk menciptakan ekosistem yang mendukung, serta memanfaatkan teknologi dan data untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pembelajaran antar generasi juga penting untuk mengintegrasikan nilai-nilai yang baik dari setiap generasi.
Soegianto @Surabaya Juli 2024
EDITOR: REYNA
Related Posts

Komisi Reformasi Polri Dan Bayang-Bayang Listyo Syndrome

Thrifting: Fenomena Baru Yang Kini Jadi Sorotan DPR dan Menteri Keuangan

Sri Radjasa: Reformasi Polri Setengah hati, Sekadar Perbaikan Kosmetik

Modus Ala Jokowi

Trump: “Bukan Masalah Pertanyaanmu, Tapi Sikapmu, Kamu Adalah Wartawan Yang Parah”

Teguran Presiden di Ruang Tertutup: Mahfud MD Ungkap Instruksi Keras kepada Kapolri dan Panglima TNI

Orang Jawa Sebagai “Bani Jawi” Adalah Keturunan Nabi Ismail: Perspektif Prof. Menachem Ali

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (4): Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional Yang Menyelamatkan Indonesia

Novel “Imperium Tiga Samudara” (15) – Operation Floodgate

Habib Umar Alhamid: Prabowo Sebaiknya Dukung Habis Gerakan Purbaya, Biarkan Beliau Bekerja!


No Responses