Oleh: Agus Mualif Rohadi
Bangsa yang menggunakan kalender lunar, antara lain adalah bangsa Yahudi dan Arab. Oleh karena itu agama yahudi dan Islam menggunakan kalender lunar. Kalender arab disebut kalender qomariyah.
Pada kalender qomariyah, pergantian bulan dimulai pada fase awal penampakan cahaya bulan.
Fase awal penampakan cahaya bulan itu disebut HILAL.
Cara melihat hilal, pada masa lalu adalah dengan melihat langsung kemunculan hilal dengan mata telanjang tanpa peralatan apapun yang disebut rukyatul hilal. Saat itu, bukan berdasar pergitungan ketinggian derajat hilal dan elongasinya.
Ilmu falak atau ilmu astronomi, yaitu ilmu yang mempelajari gerak dan posisi benda benda labgit dari waktu ke waktu juga berkembang. Karena benda benda langit beredar pada garis edar yang tetap, maka pergerakan pada garis edarnya dapat dihitung pada suatu satuan waktu. Dari awal muncul kemudian nampak semakin membesar kemudian nampak besarnya sempurna, kemudian besarnya berkurang lagi kemudian tenggelam atau tidak nampak sama sekali kemudian muncul kembali.
Peredaran bulan juga berada pada garis edar tetap, sehingga bisa dihitung. Maka kemudian muncul ilmu hisap atau ilmu perhitungan untuk menentukan awal bulan. Ilmu ini kemudian digunakan untuk menetukan atau memperhitungkan kapan HILAL akan muncul.
Ilmu hisab ketepatannya sudah sangat tinggi, sehingga dapat memperkirakan datangnya gerhana bulan atau gerhana matahari sekian puluh tahun yang akan datang, jatuh tepat pada tanggal, hari, menit dan detiknya.
Kembali dalam persoalan melihat hilal.
Ilmu hisab digunakan untuk menentukan kapan hilal muncul. Dengan ilmu ini dapat ditentukan kapan nampak hilal, yaitu pada pada hari, tanggal, jam, sampai pada detiknya dengan berapa tinggi derajat dan elongasinya.
Jadi bukan karena ditentukan lebih dahulu kriteria ketinggian sekian derajat dan elongasinya baru penampakan hilal disepakati.
Indonesia membuat kriteria hilal pada ketinggian 3 derajat. Sedang hilal bisa muncul atau nampak dibawah ketinggian kurang dari 3 derajat.
Patokan ketinggian 3 derajat diambil karena terdapat kesepakatan MABIMS yaitu kesepakatan dengan Brunai, Malaisiya dan Singapura. Jadi ditentukan atau disepakati terlebih dahulu kriteria atau syarat ketinggian hilalnya.
Pada masa sebelum ada kesepkatan MABIMS, isbat kemenag dilakukan dengan rukyat hilal tanpa kriteria berapa ketinggian hilal. Berapapun ketinggian hilalnya, ketika dilakukan rukyat kemudian nampak hilal, maka disepakati dimulainya awal bulan.
Dengan adanya kriteria MABIMS itu, meskipun sudah nampak hilal, tetapi jika ketinggiannya dibawah 3 derajat, tidak bisa digunanakan sebagai patokan hilal pergantian bulan.
Jadi dengan kriteria MABIMS itu sebenarnya tidak perlu ada “Sidang Isbat”, karena meskipun nampak hilal, jika ketinggiannya dibawah 3 derajat tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan penampakan hilal.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (5) : Pelopor Swasembada Pangan Yang Diakui Dunia

Komisi Reformasi Polri Dan Bayang-Bayang Listyo Syndrome

Dusta Yang Ingin Dimediasi

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (4): Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional Yang Menyelamatkan Indonesia

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (3): Membangun Stabilitas Politik dan Menghindarkan Indonesia dari Kekacauan Pasca 1965

Negara Yang Terperosok Dalam Jaring Gelap Kekuasaan

Rakyat Setengah Mati, Kekuasaan Setengah Hati

Kolonel (PURN) Sri Radjasa: Jokowo Titip Nama Jaksa Agung, Prabowo Tak Respons

Novel “Imperium Tiga Samudra” (14) – Perang Melawan Asia

Menjaga Dinasti Juara: Menakar Figur Suksesi KONI Surabaya



No Responses